Selasa, 07 Januari 2014

Akhlak Dagang vs Otak Dagang

Kalau kita menelusuri sirah nabawiyyah, akan ada gambaran pendidikan karakter yang kuat saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam menggembala kambing. Lalu saat beliau ikut kafilah dagang dan dilanjutkan dengan aktifitas Beliau ikut menjualkan dagangan Khadijah radhiyallahu anha.

Rasa-rasanya beliau tidak pernah menjadi bos atau owner atas bisnis tertentu. Semua aktivitas beliau bisa dibilang sebagai karyawan alias bekerja untuk orang lain. Namun inilah cara Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan pelajaran berharga bagi umatnya lewat perjalanan beliau sebagai pengusaha, meski bukan bos atau owner. Karena dalam haditsnya Beliau mengatakan:

“Tidaklah seseorang berusaha kecuali yang paling baik adalah apa yang dihasilkan dari tangannya sendiri, dan apa saja yang ia belanjakan untuk dirinya, keluarganya, anak-anaknya dan pembantunya adalah sedekah.” (Ibnu Majah 2138).

Juga dalam hadits yang lain beliau kembali menegaskan:

“Sesungguhnya Nabi Dawud alaihis salam tidak makan kecuali makanan itu Beliau hasilkan dari usaha tangannya sendiri.” (Bukhari 1967)

Dari sinilah ada pelajaran penting tentang pendidikan "survival". Karena secara umum, kebanyakan manusia hidup bukan sebagai bos atau owner, tapi sebagai karyawan dan pegawai. Artinya, menjaga kelangsungan hidup tidak harus sebagai bos atau owner, karena hanya sebagian kecil saja yang mampu melakukan ini. Selebihnya dan ini bagian yang terbesar adalah menjaga kelangsungan hidup meski sebagai karyawan.

Tulisan ini bukan untuk membicarakan situasi mana yang paling baik antara owner dan karyawan. Karena keduanya dalam Islam memiliki timbangan yang hanya Allah saja yang tahu, dengan syarat semuanya dilakukan sesuai dengan prinsip, aturan, dan moral yang telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai suatu keharusan bagi yang menjalaninya. Sebab yang terpenting adalah bagaimana seseorang itu bisa survive, baik sebagai bos atau karyawan.

Salah satu usaha yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah berdagang untuk menjaga kelangsungan hidup beliau. Karena dengan berdagang maka akan menjaga kehormatan diri dan menjauhkan dari kehinaan meminta-minta.  Namun sikap survive yang diteladankan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya adalah sikap yang tidak hanya sekedar berusaha. Tidak sekedar bekerja. Tetapi kemudian beliau menjelaskan tentang prinsip, aturan dan akhlak saat survive. Karena kalau hanya sekedar bekerja dan berusaha, maka kera dan kambing pun melakukan hal yang sama, kira-kira seperti itulah ungkapan Buya Hamka.

Ada banyak contoh dalam hal ini untuk menjelaskan, alangkah maraknya praktek usaha dagang yang jauh dari akhlak yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sehingga apa pun yang menjadi miliknya, atau yang dalam kekuasaanya akan menjadi barang dagangan yang layak dan wajib untuk dijual dengan alasan survival. Misalnya dagang sekolah, dagang “kursi” sekolah, dagang buku dan seragam sekolah dengan harga lebih tinggi, dagang nilai ujian, dagang les privat, dagang ijazah sekalian wisudanya dan lain-lain. Ini baru salah satu contoh kasus di negeri ini, mungkin masih banyak kasus-kasus “perdagangan” yang lain.

Usaha dagang yang diteladankan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah dagang dengan aturan dan akhlak yang mulia. Tidak semua hal beliau jual, baik miliknya sendiri atau pun apa yang dalam wewenangnya. Itulah yang dinamakan akhlak dagang. Namun bila ada seseorang yang kemudian dagang “apa saja” maka ketahuilah, itu yang dinamakan otak dagang, seolah tidak perlu lagi tahu layakkah hal itu didagangkan.

Fairuz Ahmad.

Bintara, 14 Dzul Qa’dah 1434 H./20 September 2013 M.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar