Rabu, 01 Januari 2014

Kisah Bubur Ayam Rasa Sepet

Subuh di sebuah masjid. Selepas kajian rutin yang diakhiri dengan menyantap bubur bersama sebelum pulang. Bubur ayam. Maka hampir setiap jama'ah pengajian pagi itu menyantapnya dengan suasana akrab dan hangat. Sebab buburnya pun disuguhkan dalam kondisi masih panas.

Namun di saat-saat akhir penyantapan tiba-tiba ada seorang jama'ah hendak bicara kepada ustadznya, maka ia pun dipersilahkan. Mengingat tema kajian pagi itu adalah tentang tahapan-tahapan perbuatan dosa,[1] maka ia pun berkata,

"Pak ustadz, sebagaimana penjelasan pak ustadz bahwa melakukan dosa-dosa itu ada tahapannya dari yang kecil-kecil dulu kemudian berlanjut menjadi dosa besar, berarti pelaku dosa besar tersebut pasti sudah terbiasa melakukan dosa-dosa kecil. Ustadz tadi memberi contoh seorang koruptor, sebelum ia korupsi dengan jumlah yang sangat besar berarti dia sudah korupsi dengan jumlah yang kecil-kecil."

Sang ustadz pun membenarkannya, sebab pada kenyataanya tidak mungkin seseorang korupsi milyaran secara tiba-tiba. Pasti dia sudah mulai praktek korupsi dengan jumlah yang di bawah itu, lalu secara terus menerus menjadi kebiasaan karena sudah bisa dengan jumlah-jumlah yang kecil. Sebagaimana seorang pezina tidak mungkin dia tiba-tiba berzina, pastinya ia mulai dulu dengan hal-hal yang mendekatkan dirinya pada zina. Tapi sejenak kemudian jama'ah tersebut langsung menyebut sebuah nama seorang tokoh Islam yang sekarang ramai dibicarakan media massa karena kasus korupsi kuota impor daging sapi.

Sesudah itu mengalirlah pembicaraan dari sang jama'ah,

"Berarti dia sudah terbiasa dengan korupsi dari yang kecil-kecil dulu baru kemudian sekarang kasus besarnya terungkap. Secara pribadi saya sangat kecewa, dia kan tokoh agama, tapi kenapa bisa berlaku seperti itu."

Ya, memang tiada kenikmatan selain memakan makanan yang nikmat. Dan bangkai adalah makanan yang nikmat, sedang para penikmatnya adalah bangsa lalat. Akhirnya bubur yang hangat berubah tidak nikmat. Akibat ada orang yang salah dalam mengamal nasehat. Saat kesalahan disebutkan maka kebanyakan kita langsung mengingat orang lain dan lupa akan kesalahan sendiri, sedang saat kebaikan disebutkan maka kebanyakan kita langsung ingat diri pribadi dan lupa akan kebaikan orang lain.

Sesungguhnya nasehat itu disampaikan dan dipelajari agar orang mampu melihat diri sendiri. Jika pun harus melihat orang, maka itu pun untuk bermawas diri, agar saat berjalan tidak sampai tertusuk duri.

Teringat nasehat syeikh Abu Ishaq Al Huwainy yang berkata,

نصيحتي لي ولكم......لا تحتقر شحصا ولو رأيته يعصي الله بأكبر الكبائر !!
فأنت لا تدري من سيكون يوم القيامة أقرب إلي الله.....أنت أم هو ؟؟

Nasehatku buat diri pribadi dan kalian, janganlah kalian meremehkan orang lain meski ia terlihat oleh kalian sedang bermaksiat kepada Allah dengan dosa besar sekalipun. Sebab kalian tidak tahu siapakah yang paling dekat posisinya dengan Allah pada hari kiamat nanti, kalian ataukah dia.

Fairuz Ahmad.

Bintara, 9 Muharram 1435 H./13 Nopember 2013 M.

Catatan:

[1] Catatan tentang "Berawal Dari Sebutir Dosa"
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar