Suatu hari selepas shalat asar saya bertemu dengan seorang
kawan. Kawan lama jadinya sudah sangat akrab. Ada banyak perbincangan yang
menarik. Namun yang paling menarik adalah beberapa nasehatnya tentang keluarga
dan rumah tangga. Sepertinya beliau sekarang aktif di dunia konsultasi. Namun beliau
enggan berterus terang.
Menurut beliau, banyak sekarang problem rumah tangga yang
makin hari makin runyam. Dari masalah cinta rumah tangga yang menapak tua
hingga merasa sudah seperti tak ada lagi rasa. Kemudian masalah komunikasi
suami istri yang berantakan. Masalah perbedaan mendefinisi kebahagiaan. Masalah
finansial yang sering memicu “nyanyian”. Masalah perbedaan latar belakang didikan
keluarga. Sampai masalah perbedaan visi hidup setelah mati. Meskipun beliau
membahasnya tidak serius tapi ada banyak pelajaran yang bisa saya ambil untuk ditulis.
Beberapa potongan nasehat beliau yang sempat terekam secara
acak adalah:
Seorang suami walaupun punya duit banyak dan kehidupan rumah
tangganya tercukupi agar jangan setiap hari berada di rumah. Selalu nampak
setiap saat di depan istrinya. Sebab wanita itu memiliki rasa bosan dan jenuh
yang melebihi laki-laki. Kalau tidak percaya lihat saja kebiasaannya
menggonta-ganti letak perabotan rumah. Oleh karena itu suami akan dilihat juga di
mata istrinya seperti perabotan yang akan nampak membosankan bila setiap saat
berada di rumah. Maka saran beliau, keluar dan tinggalkanlah rumah meski tidak
ada urusan apa pun. Sebab rasa bosan bila tidak terobati maka dapat berujung
pada perang dunia ketiga.
Saya jadi ingat dengan syair Abu Tammam saat berkata,
وطول مقام المرء في
الحي مخلق # لذيباجتيه فاغترب تتجدد
فإني رأيت الشمس زيدت
محبة # علي الناس أن ليست عليهم بسرمد
"Dan diamnya
seseorang di kampungnya itu sangatlah membosankan dengan selalu memakai dua
kainnya. Maka dari itu pergilah niscaya kamu akan menjadi baru"
"Sungguh aku
melihat matahari yang bertambah dicinta oleh manusia, saat ia tidak selalu
nampak pada mereka"
Dan memang manusia itu dicipta oleh Allah dengan memiliki
sifat keluh kesah. Maka apabila kondisi suami yang punya uang saja seperti itu,
apalagi bila ia suami yang bukan beruang.
Nasehat berikutnya
adalah, seorang suami itu dituntut sabar ukuran XXL. Kodrat laki-laki yang
berlogika lebih banyak akan selalu terbentur dengan kodrat wanita yang lebih
banyak bermain rasa. Misalnya, rasanya tidak enak deh kalau meja dan lemari
setiap hari selalu berada pada tempatnya, maka jadilah rutinitas bahwa perabotan-perabotan
yang tak berdosa itu selalu berganti posisi. Kadang jadi striker, kadang pula
harus menjadi kiper. Pekan depan menjadi winger. Lalu pekan depannya lagi
menjadi stopper. Padahal dalam benak suaminya, bila sebuah meja seumur hidupnya
menjadi kiper pun ia akan menerimanya ikhlas sepenuh hati. Meja tak akan protes
sebagaimana seorang Carlos Tevez yang protes kepada Mancini. Namun itulah rumah
tangga, yang di dalamnya ada dua makhluk Allah yang satu sama lain telah
dicipta berbeda. Jadi nasehat beliau kepada suami, hendaknya ia turuti saja
siklus pergeseran perabot-perabot rumah tangga. Meski kasihan juga nasib
perabotan-perabotan itu, selalu digeser-geser tanpa tahu kenapa. Mudah-mudahan
ia dapat menghibur dirinya dengan bernyanyi,
“tanpa kutahu dosaku”
“tanpa kutahu salahku”
Misalnya lagi, rasanya tidak enak deh kalau tampilan baju,
sandal, sepatu, tas, jilbab dan lain sebagainya itu sama pada setiap saatnya. Kalau
rasa yang ini sih betul juga, namun bila setiap saatnya harus selalu tampil
beda maka pandangan seperti itu yang kadang tidak masuk pada logika seorang
lelaki. Sebab sekali lagi suami biasanya berpikirnya adalah fungsi. Bila sudah
tercapai tujuannya maka fungsi dianggap sempurnya. Makanya berbeda dengan
wanita yang kebanyakan berpikir estetika. Mencapai tujuan harus juga dengan
memoles fungsi. Yah, begitulah rumah tangga. Bila suami tak berusaha bersabar
tingkat ulul azmi maka siap-siap saja rumah tangganya bernasib seperti
perusahaan yang akhirnya gulung tikar.
Tentang sabar ini beliau memberikan nasehat yang agak aneh. Sebenarnya
bukan aneh, namun kelihatannya tidak nyambung. Beliau memberi nasehat bila
seorang istri sedang berada pada puncak ketidakmoodannya alias sedang tidak
menampil diri sebagai permaisuri atau seorang bidadari, maka cukuplah seorang suami
beristighfar sebanyak-banyaknya. Ternyata beliau melihat kekuatan instighfar
dari surat Nuh ayat 10-12 saat Allah berfirman yang artinya,
“maka aku katakan kepada mereka:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,
niscaya Dia akan mengirimkan hujan
kepadamu dengan lebat,
dan membanyakkan harta dan
anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di
dalamnya) untukmu sungai-sungai.”
Beliau berkesimpulan bahwa ayat
ini adalah ayat tentang turunnya rahmat Allah kepada orang yang telah meminta
ampun kepada-Nya. Dan boleh jadi rahmat Allah yang lain berupa suasana toto
tentrem lohjinawi dalam rumah tangga juga akan diturunkan oleh Allah bila ada
yang beristighfar di antara suami atau istrinya saat kondisi ribet dan ruwet. Yang
pasti beliau memberikan testimoni, bahwa beliau telah berkali-kali berhasil
menyelamatkan bahtera rumah tangganya dari gangguan-gangguan. Baik gangguan
sinyal maupun gangguan sandal.
Beliau menjelaskan bahwa hampir
tidak ada rumah tangga yang bebas dari pertengkaran, perselisihan, perdongkolan
dan percemberutan. Hampir mustahil kata beliau. Toh rumah tangga Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam pun pernah mengalaminya. Apalagi kita. Maka di antara
kesalahan suami atau istri adalah saat mereka telah menanamkan keyakinan bahwa
dengan latar belakang keilmuan mereka karena sama-saa sarjana, atau sama-sama
telah aktif mengikuti kajian-kajian agama, atau sama-sama dari keluarga
terdidik, atau sama-sama keturunan darah biru atau darah merah atau darah putih
atau darah orange, atau sama-sama telah berpenampilan islami, maka tidak bakal
ada sesuatu yang namanya ujian rumah tangga. Tidak akan ada lagi ujian
percekcokan. Tidak akan ada lagi persoalan berjudul pertengkaran.
Atau ada juga kesalahan mereka
saat telah berhasil mengatasi pertengkaran, lalu serta-merta berkeyakinan bahwa
pertengkaran yang semisalnya tidak akan ada lagi. Sebab mereka sudah mampu
mengatasi. Keyakinan ini kata beliau adalah hidden virus yang mematikan. Ya,
mematikan sebab kata beliau bila ada suami atau istri yang berkeyakinan tidak
akan ada pertengkaran maka ia sedang menempatkan dirinya pada posisi yang
lengah. Akhirnya setan dengan tangan kosongnya akan mampu menaklukkannya dengan
sekali sentil. Sebab sekuat apa pun seseorang bila ia dalam posisi lengah maka
sangat mudah menjatuhkannya.
---capek nulis sambil
mengingat-ingat, jadi berhenti dulu sampai disini, mau muroja’ah dulu,,,
Fairuz Ahmad.
Bintara, 2 Rabi’ul Awwal 1435 H./4
Januari 2014 M.
insya Allah bersambung
BalasHapus