Sabtu, 04 Januari 2014

Nasehat Mengatasi Perang Dunia Ketiga Dalam Rumah Tangga [1]

Suatu hari selepas shalat asar saya bertemu dengan seorang kawan. Kawan lama jadinya sudah sangat akrab. Ada banyak perbincangan yang menarik. Namun yang paling menarik adalah beberapa nasehatnya tentang keluarga dan rumah tangga. Sepertinya beliau sekarang aktif di dunia konsultasi. Namun beliau enggan berterus terang.

Menurut beliau, banyak sekarang problem rumah tangga yang makin hari makin runyam. Dari masalah cinta rumah tangga yang menapak tua hingga merasa sudah seperti tak ada lagi rasa. Kemudian masalah komunikasi suami istri yang berantakan. Masalah perbedaan mendefinisi kebahagiaan. Masalah finansial yang sering memicu “nyanyian”. Masalah perbedaan latar belakang didikan keluarga. Sampai masalah perbedaan visi hidup setelah mati. Meskipun beliau membahasnya tidak serius tapi ada banyak pelajaran yang bisa saya ambil untuk ditulis.

Beberapa potongan nasehat beliau yang sempat terekam secara acak adalah:

Seorang suami walaupun punya duit banyak dan kehidupan rumah tangganya tercukupi agar jangan setiap hari berada di rumah. Selalu nampak setiap saat di depan istrinya. Sebab wanita itu memiliki rasa bosan dan jenuh yang melebihi laki-laki. Kalau tidak percaya lihat saja kebiasaannya menggonta-ganti letak perabotan rumah. Oleh karena itu suami akan dilihat juga di mata istrinya seperti perabotan yang akan nampak membosankan bila setiap saat berada di rumah. Maka saran beliau, keluar dan tinggalkanlah rumah meski tidak ada urusan apa pun. Sebab rasa bosan bila tidak terobati maka dapat berujung pada perang dunia ketiga.

Saya jadi ingat dengan syair Abu Tammam saat berkata,

وطول مقام المرء في الحي مخلق # لذيباجتيه فاغترب تتجدد
فإني رأيت الشمس زيدت محبة # علي الناس أن ليست عليهم بسرمد

"Dan diamnya seseorang di kampungnya itu sangatlah membosankan dengan selalu memakai dua kainnya. Maka dari itu pergilah niscaya kamu akan menjadi baru"

"Sungguh aku melihat matahari yang bertambah dicinta oleh manusia, saat ia tidak selalu nampak pada mereka"

Dan memang manusia itu dicipta oleh Allah dengan memiliki sifat keluh kesah. Maka apabila kondisi suami yang punya uang saja seperti itu, apalagi bila ia suami yang bukan beruang.

Nasehat  berikutnya adalah, seorang suami itu dituntut sabar ukuran XXL. Kodrat laki-laki yang berlogika lebih banyak akan selalu terbentur dengan kodrat wanita yang lebih banyak bermain rasa. Misalnya, rasanya tidak enak deh kalau meja dan lemari setiap hari selalu berada pada tempatnya, maka jadilah rutinitas bahwa perabotan-perabotan yang tak berdosa itu selalu berganti posisi. Kadang jadi striker, kadang pula harus menjadi kiper. Pekan depan menjadi winger. Lalu pekan depannya lagi menjadi stopper. Padahal dalam benak suaminya, bila sebuah meja seumur hidupnya menjadi kiper pun ia akan menerimanya ikhlas sepenuh hati. Meja tak akan protes sebagaimana seorang Carlos Tevez yang protes kepada Mancini. Namun itulah rumah tangga, yang di dalamnya ada dua makhluk Allah yang satu sama lain telah dicipta berbeda. Jadi nasehat beliau kepada suami, hendaknya ia turuti saja siklus pergeseran perabot-perabot rumah tangga. Meski kasihan juga nasib perabotan-perabotan itu, selalu digeser-geser tanpa tahu kenapa. Mudah-mudahan ia dapat menghibur dirinya dengan bernyanyi,

“tanpa kutahu dosaku”
“tanpa kutahu salahku”

Misalnya lagi, rasanya tidak enak deh kalau tampilan baju, sandal, sepatu, tas, jilbab dan lain sebagainya itu sama pada setiap saatnya. Kalau rasa yang ini sih betul juga, namun bila setiap saatnya harus selalu tampil beda maka pandangan seperti itu yang kadang tidak masuk pada logika seorang lelaki. Sebab sekali lagi suami biasanya berpikirnya adalah fungsi. Bila sudah tercapai tujuannya maka fungsi dianggap sempurnya. Makanya berbeda dengan wanita yang kebanyakan berpikir estetika. Mencapai tujuan harus juga dengan memoles fungsi. Yah, begitulah rumah tangga. Bila suami tak berusaha bersabar tingkat ulul azmi maka siap-siap saja rumah tangganya bernasib seperti perusahaan yang akhirnya gulung tikar.

Tentang sabar ini beliau memberikan nasehat yang agak aneh. Sebenarnya bukan aneh, namun kelihatannya tidak nyambung. Beliau memberi nasehat bila seorang istri sedang berada pada puncak ketidakmoodannya alias sedang tidak menampil diri sebagai permaisuri atau seorang bidadari, maka cukuplah seorang suami beristighfar sebanyak-banyaknya. Ternyata beliau melihat kekuatan instighfar dari surat Nuh ayat 10-12 saat Allah berfirman yang artinya,

“maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,
niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”

Beliau berkesimpulan bahwa ayat ini adalah ayat tentang turunnya rahmat Allah kepada orang yang telah meminta ampun kepada-Nya. Dan boleh jadi rahmat Allah yang lain berupa suasana toto tentrem lohjinawi dalam rumah tangga juga akan diturunkan oleh Allah bila ada yang beristighfar di antara suami atau istrinya saat kondisi ribet dan ruwet. Yang pasti beliau memberikan testimoni, bahwa beliau telah berkali-kali berhasil menyelamatkan bahtera rumah tangganya dari gangguan-gangguan. Baik gangguan sinyal maupun gangguan sandal.

Beliau menjelaskan bahwa hampir tidak ada rumah tangga yang bebas dari pertengkaran, perselisihan, perdongkolan dan percemberutan. Hampir mustahil kata beliau. Toh rumah tangga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun pernah mengalaminya. Apalagi kita. Maka di antara kesalahan suami atau istri adalah saat mereka telah menanamkan keyakinan bahwa dengan latar belakang keilmuan mereka karena sama-saa sarjana, atau sama-sama telah aktif mengikuti kajian-kajian agama, atau sama-sama dari keluarga terdidik, atau sama-sama keturunan darah biru atau darah merah atau darah putih atau darah orange, atau sama-sama telah berpenampilan islami, maka tidak bakal ada sesuatu yang namanya ujian rumah tangga. Tidak akan ada lagi ujian percekcokan. Tidak akan ada lagi persoalan berjudul pertengkaran.
Atau ada juga kesalahan mereka saat telah berhasil mengatasi pertengkaran, lalu serta-merta berkeyakinan bahwa pertengkaran yang semisalnya tidak akan ada lagi. Sebab mereka sudah mampu mengatasi. Keyakinan ini kata beliau adalah hidden virus yang mematikan. Ya, mematikan sebab kata beliau bila ada suami atau istri yang berkeyakinan tidak akan ada pertengkaran maka ia sedang menempatkan dirinya pada posisi yang lengah. Akhirnya setan dengan tangan kosongnya akan mampu menaklukkannya dengan sekali sentil. Sebab sekuat apa pun seseorang bila ia dalam posisi lengah maka sangat mudah menjatuhkannya.

---capek nulis sambil mengingat-ingat, jadi berhenti dulu sampai disini, mau muroja’ah dulu,,,

Fairuz Ahmad.
Bintara, 2 Rabi’ul Awwal 1435 H./4 Januari 2014 M.

1 komentar: