Semalam saat kajian tauhid
dari kitab Fathul Majid baru masuk bab man haqqaqat tauhid dakhalal jannata
bighairi hisab, bab barang siapa yang berhasil mewujudkan kalimat tauhid
niscaya masuk surga tanpa hisab. Bab ini tergolong aneh di kalangan jama'ah.
Khususnya bila mengamati mimik wajah. Sebab setahu mereka, selama ini mereka
sudah mengamalkan kalimat tauhid tersebut. Apalagi saat mendengar hadits Hushain
bin Abdur Rahman radhiyallahu anhu tentang adanya tujuh puluh ribu umat Nabi
shallallahu alaihi wasallam yang masuk surga tanpa hisab. Seakan mereka
menyadari bahwa yang selama ini mereka lakukan belumlah maksimal. Masih sebatas
zikir. Dan memang selama ini pengajian-pengajian yang ada hanya sebatas pada
itu. Terlebih yang selalu ditekankan oleh penceramahnya adalah ungkapan, "afdhaludz
dzikri fa'lam annahu laa ilaaha illallah" lalu mencukupkan makna zikir
pada arti bahasa saja, yaitu ingat melalui lantunan lisan, dan tidak meluaskan
maknanya sebagaimana dalam
surat Ali Imran ayat 191,
"(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."
Di antara
hal-hal yang baru mereka ketahui adalah penjelasan tentang rukun dan syarat
yang harus dipenuhi dalam kalimat tauhid, juga tanggung jawab seseorang setelah
mengucapkan kalimat tersebut.
Dan sejujuranya pembahasan
aqidah tauhid sangatlah berat. Bukan berat di materinya. Namun berat menjaga
konsistensi jama'ah agar tetap betah dengan pembahasan kalimat laa ilaaha
illallah. Sangat kontras bila dibandingkan dengan pembahasan fiqih. Dinamis dan
fleksibel. Tentunya dalam bab-bab tertentu. Sedang mengajarkan tauhid, tak ada
kata yang wajib saya ucapkan selain Wallahul Musta'aan wal Muwaffiq.
Akan tetapi saya sangat
bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menciptakan seorang
manusia bernama Syeikh Dr. Muhammad Al 'Arifiy. Saya tidak sedang ghuluw
terhadap beliau, apalagi galau. Namun karena melihat kiprahnya dalam mendakwahkan
tauhid yang penuh hikmah kebijaksanaan—meski ngga usah diteruskan dengan dalam permusyawaratan
perwakilan--.
Suatu hari saya mampir ke
toko buku yang menjual kitab-kitab Arab, namanya Pustaka Ukhuwah. Sekalian
promosi meski yang punya tidak tahu. Barangkali di antara pembaca ada yang mau
mampir ke toko buku tersebut, dekat dengan rumah saya. Yang pasti bila ada yang
mampir ke toko itu dan tidak mampir ke rumah saya, ibarat orang pergi ke
Jakarta dan lupa tidak mampir ke Monas. Saya melihat ada buku kecil semacam
cerita non fiksi. Judulnya "Irkab Ma'anaa" karya Dr. Al
'Arifiy. Lalu saya beli. Masa iya mampir doang lalu SMP (setelah mampir pulang)...
Setelah membaca buku
tersebut, saya simpulkan ternyata menyampaikan tauhid kepada umat itu butuh
"ilmu". Dan tanda kutip pada ilmu itu menunjukkan suatu ilmu yang
lain. Dan beliaulah orangnya yang memiliki ilmu yang lain itu. Tauhid bila
disampaikan dengan ilmu beliau maka beda rasanya. Makan tempe pun bisa rasa
pizza, maksudnya tempenya sedikit pizzanya banyak. Haha..
Tapi yang pasti,
kajian-kajian atau interaksi beliau yang bisa kita saksikan di situs youtube
dan lain-lain selalu menampilkan ilmu yang lain itu. Salah satu ciri khas
beliau yang ditampilkan dalam bukunya tersebut adalah bercerita. Mungkin ada
orang yang tidak suka cerita. Menghabiskan umur dan usia, begitu hujjahnya. Tapi
barangkali ia lupa bahwa Kalamullah Alquran banyak memuat cerita, yang selanjutnya
Allah tegaskan dalam surah Yusuf ayat 111,
"Sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman."
Semoga Allah Ta'ala
melimpahkan berkah dan pahala atas beliau, menjaganya dan selalu memberikan
manfaat pada umat dengan hikmah kebijaksanaan.
Fairuz Ahmad.
Bintara, 26 Muharram 1435 H./30 Nopember 2013 M.