Selasa, 31 Desember 2013

Istriku, izinkan aku menikah dengan wanita yang lebih aku cintai dari dirimu

Saat cinta telah sampai di dasar hati, ia akan rela memberikan semua pengorbanannya demi orang yang dicintainya.

Ia berkata:

"Ia meninggalkanku dan membiarkanku mengusap air mata..
Aku menikah dengan seorang lelaki yang belum ada tandingannya di dunia ini.
Sama sekali belum pernah ada.
Namun setelah dua bulan pernikahan ia bicara kepadaku, ia mencintai seseorang.
Dan ia ingin menikahinya.
Ia teramat sangat mencintainya.
Aku pun menundukkan kepalaku sebentar.
Dan setelahnya aku angkat kepalaku dan berkata kepadanya: "kamu lebih mencintainya dari pada diriku ?"
Ia menjawab: "ya".
Aku pun berkata: "sayang, pergilah padanya dan menikahlah dengannya, sungguh kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku juga."
Ia berkata: "tapi aku tidak punya cukup biaya untuk menikahinya."
Aku pun menjawab: "ambillah semua perhiasanku. Kamu bisa menjualnya dan menikahinya sayang."
Ia menolak dan berkata: "sayang, mungkin kamu akan memerlukannya pada suatu hari, biarkanlah ia untukmu."
Aku terus memaksanya sampai ia pun setuju.
Ia mengambil semua perhiasanku dan menjualnya.
Kemudian ia pergi mencari kekasih yang ia cintai.
Meninggalkanku sedang aku baru saja menikah dengannya.
Satu bulan berlalu...dua bulan...tiga bulan.
Satu tahun…dua tahun…tiga tahun.
Suamiku tercinta tak juga mengunjungiku.
Ia meneleponku dan berkata sedang sibuk, tidak dapat mengunjungiku.
Sepanjang hari aku pun mengusap air mata.
Meratap kesedihan dan penyesalan.
Apakah kalian mengira aku sedang marah kepadanya?
Sama sekali tidak.
Ia adalah suamiku tercinta, apa pun yang ia lakukan.
Bahkan aku memaafkannya.
Sejujurnya aku sangat ingin berbicara dengannya.
Telingaku sangat rindu mendengar ucapannya.
Suara lembutnya selalu terngiang di telingaku.
Kata-katanya menentramkan.
Suaranya lembut.
Kadang satu bulan berlalu dan ia tidak berbicara denganku.
Oh, alangkah jauhnya dirimu sayang.
Betapa jauhnya dirimu, dan betapa diriku merindumu.
Bagaimana dirimu bisa sabar dariku sedang diriku sudah tak sabar.
Namun itulah kaum lelaki, selalu kuat.
Mereka dapat lebih sabar dan kokoh.
Bila ia berbicara lewat telepon.
Aku merasa dunia sedang di hadapanku.
Apakah engkau sembunyikan air matamu sayang ?
Sedang suaramu terasa berat.
Engkau seperti sedang menguatkan dirimu agar aku tidak sedih.
Ini aku sedang bicara denganmu.
Tak kuasa air mataku pun deras mengalir.
Sedang suaraku semakin menampakkan kesedihan.
Aku berusaha menghilangkan tangisanku dalam hati.
Dan menyembunyikan kesedihanku di balik dinding-dinding hatiku.
Suaraku terputus-putus di kerongkongan.
Seluruh hatiku pun pecah oleh perasaan yang tak menentu.
Aku tampakkan diriku kuat di depannya agar ia pun tidak bersedih.

(Alangkah jujurnya dua orang yang saling mencintai ini.
Wahai seorang suami, kau telah meninggalkan istrimu untuk mencari kekasih lain.
Wahai seorang istri, engkau rela menjual semua perhiasanmu untuk menikahkan suamimu.
Sungguh aku takjub dengan kalian berdua.)
……….
Dan pada suatu hari yang penuh dengan kesedihan...namun ia sebenarnya hari yang penuh dengan kebahagiaan.
Tiba-tiba telepon berbunyi.
Dengan sangat cepatnya Haya mengangkat untuk mendengarkan siapa yang bicara.
Sebuah suara yang jauh itu berkata: "aku ingin bicara dengan saudari Haya."
"ya, ini aku, Haya. Dengan siapa bicara ?"
"aku saudaramu yang sedang berjihad di Chechnya"
"ikhlaskan suamimu wahai saudariku. Sungguh dia telah syahid setelah melakukan pertempuran sengit menghadapi pasukan Rusia. Demi Allah aku mencium wangi misik yang timbul dari balik bajunya. Dan demi Allah senyum lepasnya tergambar dari wajahnya. Sabarkan dirimu saudariku dan ikhlaskanlah dia"
Aku mampu menguasai diriku saat bicara dengan orang tersebut dan aku sampaikan padanya: "alhamdulillah jazakallah khairo"
Aku menutup pembicaraan.
Tiba-tiba aku histeris.
Sebuah gelombang besar berupa tangisan, kesedihan dan kegembiraan telah bersatu padu pada saat yang sama.
Ibuku terkejut.
"Haya...Haya...ada apa denganmu? siapa tadi yang bicara?"
Aku tak mampu berkata-kata.
Kadang aku tersenyum dan menangis.
Aku pun dipeluk ibu sedang ia berteriak: "Haya...bicaralah pada ibu..!"
Aku berusaha sekuat tenaga, dan aku pun memberitahu tentang apa yang terjadi.
Selanjutnya aku pergi ke kamar dan berkata pada ibu sedang beliau menangis: "ibu, siapa saja yang ingin memberiku ucapan selamat maka boleh ia masuk kamarku. Dan siapa saja yang ingin selainnya maka aku tidak membutuhkan kunjungannya."
Selanjutnya tidak ada yang masuk kamarku kecuali beberapa orang saja yang memberiku ucapan selamat.
Subhanallah....!!!
.......
Sayangku, akhirnya engkau telah temukan kekasihmu itu.
Kekasih hatimu.
Dan engkau pun akhirnya bermalam mendatangi tujuh puluh dua pengantinmu.
Semuanya lebih cantik dari Haya.
Semuanya lebih mulia dari Haya.
Semuanya lebih lembut suaranya dari Haya.
Oh, andai aku tahu keadaan dirimu sekarang.
Sedang engkau berada di tengah gadis-gadis cantik jelita.
Bila engkau telah melupakan Haya..Meskipun aku tahu engkau tidak akan berbuat itu.
Maka sungguh aku tak akan melupakanmu sayang.
Selamanya.
Dirimu akan senantiasa abadi dalam ingatan sepanjang hidupku.
Tiga tahun aku merasa kepahitan dan jauh darimu.
Tidak pernah mata ini bercelak untuk melihat dirimu.
Namun jiwa ini berharap akan melihatmu nanti di taman surga insya Allah.
Duhai sayangku yang tercinta.
Oh, duhai Singa.
Duhai pahlawan.
Sungguh dirimu telah meninggalkan rumahmu yang tentram.
Kemudian hidup di tengah hutan dan gua-gua.
Di bawah desingan peluru-peluru.
Kau telah tinggalkan pengantin mudamu lalu tidur di atas salju.
Engkau melakukan ribath di parit-parit.
Aku pun teringat dirimu pernah berkata padaku: "Haya..aku tidak dapat tidur. Saudari-saudariku menangis di Chechnya. Hatiku berdarah. Mataku pun berurai air mata."
Duhai sayangku, engkau seorang pemuda yang penuh dengan himmah.
Bahkan seluruh himmah.
Engkau telah memikul perkara agama sedang engkau berlaku zuhud dari dunia.
Kuucapkan selamat untukmu dengan bidadari-bidadarimu.
Selamat untukmu dengan surgamu.
Selamat untukmu bisa menemani Hamzah. Ja'far. Zaid dan Mush'ab.
Bahkan selamat untukmu bisa menemani sang kekasih shallallahu alaihi wasallam.
.......
Selamat tinggal duhai kekasih hatiku.
Selamat tinggal.
Selamat tinggal.
Semoga diriku mendapatkan syafa'atmu.
Lalu bertemu denganmu di taman surga abadi insya Allah

Terjemahan: Fairuz Ahmad.
Bintara, 23 Ramadhan 1434 H./1 Agustus 2013 M.

Cinta Saja Tak Cukup

Dahulu saat masih di Salemba sekitar tahun 94-an, ada sebuah buku cerita judulnya "al hubbu laa yakfii", cinta saja tak cukup. Buku ini bercerita tentang situasi-situasi kehidupan yang sepertinya nyata pernah terjadi. Sarat pelajaran akhlak dan budi pekerti. Sebab pembaca langsung diajak berpikir dan menelaah situasi-situasi salah dalam hidup, terutama kesalahan kita saat mendidik dan menyiapkan generasi.

Salah satu cerita pendek yang ada dalam buku tersebut adalah kisah seorang anak gadis desa yang akhirnya diceraikan oleh suaminya. Awalnya gadis desa itu tumbuh sebagaimana umumnya lingkungan desa yang sangat menjaga adab-adab dan tata karma. Budi pekertinya sangat baik. Dan itu hasil didikan langsung ayahnya. Namun sayangnya sang gadis hanya menamatkan sekolah sampai tingkat SMA saja. Dan kebanyakan gadis-gadis di desa mereka seperti itu. Tidak ada yang aneh, juga tidak menjadi suatu aib dan kekurangan, sebab di desa mereka tidak ada perguruan tinggi. Perguruan tinggi adanya di kota jauh dari desa mereka. Ayahnya sangat mencintainya sebab budi pekerti anaknya yang sangat baik.

Suatu hari datanglah seorang laki-laki ke desa tersebut. Seorang yang berpendidikan tinggi. Datang dari kota yang sangat jauh dan jarak yang ditempuh harus menggunakan pesawat. Dalam sebuah penelitian lelaki itu akhirnya banyak bergaul dengan warga desa tersebut. Ia pun akhirnya tahu ada seorang gadis yang sangat baik budi pekertinya. Akhlaknya sangat mempesona. Mungkin tidak pernah ia temukan yang semisalnya di tempat ia tinggal di kota. Akhirnya ia menemui ayahnya ingin menyampaikan suatu maksud. Ia ingin menikahinya. Akhirnya mereka menikah.

Gadis itu kemudian diboyong oleh suaminya yang sangat mengagumi akhlaknya. Ia sangat bangga. Mendapat gadis beradab mulia meski hanya seorang gadis desa. Waktu pun berjalan. Seminggu. Sebulan. Setahun. Di tahun kedua barulah muncul persoalan yang tampak semakin nyata. Mungkin sudah ada sebelumnya, tapi ia tersimpan sebab suaminya masih bisa menerima karena pernikahan yang baru dirasa. Persoalan yang muncul tersebut adalah tidak setaranya wawasan gadis desa itu dengan wawasan suaminya yang berlatar belakang pendidikan tinggi. Berkali-kali persoalan tersebut muncul sampai akhirnya sang suami tidak nyaman hingga akhirnya ia menghubungi orang tuanya agar menjemput anaknya.

Ayah sang gadis pun datang. Dalam perjalanan pulang di pesawat ia berkali-kali menghibur anaknya agar tidak bersedih. Ia masih sangat mencintainya sebagai anak yang berbudi luhur. Sang ayah pun menghiburnya dengan mengatakan,

“Ini semua salah ayah. Ayah sangat mencintaimu dengan selalu mendidikmu dengan budi pekerti yang baik. Namun ayah lupa bahwa cinta saja tak cukup. Seharusnya kamu mendapatkan pendidikan yang bisa setara dengannya.”

Cerita selesai.

Sejujurnya cerita di atas sangat bernilai. Sebab ternyata jauh-jauh sebelumnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam sudah menyinggung persoalan kesetaraan ini, yaitu kufu’. Meski para ulama berbeda-beda dalam memberikan makna kufu’ antara suami istri, yang pasti ketidaksetaraan dalam hal apa saja bisa jadi akan benar-benar menjadi persoalan. Sebab tak semua suami dan tak semua istri mampu menerima ikhlas sepenuh hati perbedaan yang ada di antara mereka. Meski setiap suami dan istri sejatinya harus membenamkan satu keyakinan dalam dirinya, bahwa tidak akan mungkin ada dua orang yang sama persis dengan dirinya. Tak mungkin. Justru kehebatan seorang suami atau seorang istri adalah terletak pada saat ia masih sanggup berjalan bersama dengan pasangannya untuk meraih surga meski harus banyak memberi pengorbanan. Dan tak ada cinta tanpa pengorbanan, terlebih cinta kepada Allah Azza wa Jalla.

Bila ada seorang suami atau seorang istri yang tidak siap atau bahkan tidak pernah terpikir olehnya bahwa pasangannya memiliki kekurangan yang akan menimbulkan persoalan dalam rumah tangganya, maka sebaiknya ia segera bercerai saja dan tak usah menikah dengan manusia untuk selama-lamanya. Sebab mencita kesempurnaan hanya akan menjadikannya seekor pungguk merindu bulan. Kenapa?

Bukankah sering kali Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengungkapkan tentang ujian yang akan diberikan kepada orang beriman dengan ungkapan fi’l madhi atau kata kerja bentuk lampau? Dan tahukah kita bahwa dalam bahasa Arab fi’l madhi itu menunjukkan tahaqquul fi’li, yaitu kepastian tejadinya pekerjaan. Itu artinya bahwa ujian pasti diberikan kepada kita. Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan bahwa sabar saat menerima ujian adalah sikap yang standar. Bila ingin lebih luar biasa dari sekedar sikap standar maka bersyukurlah saat ditimpa musibah. Sebab dengan diberikannya ujian berarti kita masuk pada jajaran hamba-hamba Allah pilihan. Ya, boleh jadi kita telah dipilihnya menjadi hamba yang dicintainya.

Maka bersyukurlah saat kita mendapati ketidaknyamanan dengan pasangan kita. Siapa tahu memang Allah sengaja akan mengguyur dan membanjiri kita dengan pahala yang kita sendiri tak akan sanggup untuk menghitung nya. Tapi bukankah Allah tak pernah menyuruh kita menghitung nikmatnya? Ya, Ia hanya menyuruh kita untuk menerimanya dengan cara kita bersyukur atas apa yang telah ditakdirkan buat kita. Sepanjang hayat bila kita berkeluh kesah maka sejatinya kita telah sedikit demi sedikit memotong nikmat-Nya lalu membuangnya ke tempat sampah. Maka alangkah bodohnya kita. Dan memang sebodoh-bodoh manusia adalah yang setiap saat dengan sukarela membuang kesempatan meraih kesempurnaan pahala.

Akhirnya, saya masih sangat ingin membaca kembali buku tersebut. Sebab dahulu belumlah tuntas semua ceritanya saya baca. Karena kalau sibuk membaca buku itu saja bisa-bisa “mahrum” untuk “maddah” lainnya. Tapi suatu saat saya akan mengunjungi kembali negeri Buncit Raya. Lalu mampir sebentar ke padepokan lipia. Siapa tahu buku sakti itu masih ada.

Cinta saja tak cukup……

Fairuz Ahmad.
Bintara di awal cinta, 29 Shafar 1435 H./1 januari 2014 M.

Sekali Lagi Tentang Makhluk Bernama Wanita

Sebagaimana kita yakini bahwa ungkapan Alquran tidaklah shudfah alias tidak asal, maka sudah pasti ada hikmah dibalik tak disebutkannya paman dalam ayat 31 di surat An Nur, meski ia termasuk bagian dari kelompok mahram bagi wanita yang seharusnya disebut.
Hal itu mengisyaratkan akan perhatian Allah terhadap kaum wanita dari tersebarnya auratnya kepada laki-laki yang bukan mahramnya. Bagaimana itu terjadi?

Seorang wanita dalam Islam dibolehkan menikah dengan sepupunya, yaitu anak pamannya. Oleh karena itu, karena halusnya tarbiyah Allah kepada orang Islam, saat dikuatirkan ketika ada seorang wanita menampakkan auratnya di depan pamannya sedang pamannya tersebut ingin menikahkan anak lelakinya dengan wanita tersebut (keponakannya) lalu pamannya bercerita kepada anak lelakinya,
mungkin tentang rambutnya, tangannya, kakinya dan lain sebagainya hingga seolah-olah anaknya melihat langsung aurat sepupunya, dan hal itu terlarang baginya. Maka tidak disebutkannya paman dalam ayat 31 seakan isyarat pelarangan secara halus. Ya, seakan wanita dilarang menampakkan perhiasan dan sebagian aurat-auratnya yang tersebut di atas di depan pamannya meski itu boleh. Namun karena ada isyarat yang demikian maka dalam situasi tertentu sebaiknya ia tidak menampakkannya di depan pamannya. Wallahu A'lam

Fairuz Ahmad.
Bintara, 29 Shafar 1435 H./31 Desember 2013 M.

Senin, 30 Desember 2013

Nasehat Dan Taujih Dr. Muhammad Bin Abdul Maqshud Tentang Situasi Mesir [5]


Sekarang adakah kekuatan yang lebih besar dari kekuatan persatuan? dahulu ada cerita seorang ayah yang memanggil anak-anaknya dan menyuruh mereka agar masing-masing datang membawa sepotong lidi. Lalu memerintahkan semuanya agar mematahkannya, maka mereka mematahkannya. Selanjutnya sang ayah menyuruh mereka agar mengumpulkan setiap lidi untuk dijadikan satu ikatan dan menyuruh mereka agar mematahkannya, namun mereka tidak mampu, karena kekuatan lidi-lidi itu sekarang menjadi satu.
Inilah yang sekarang dimainkan oleh orang-orang sekuler dan liberal, sebagaimana yang terjadi sekarang dan bahkan sebelum-sebelumnya. Dan saya ingatkan bahwa ketika terjadi keretakan dalam Hizbun Nur, siapa yang saling panggil memanggil untuk memperbaiki keretakan itu? siapa lagi kalau bukan mereka, orang-orang sekuler dan liberal. Demi Allah ini adalah ketertipuan yang sangat besar.
Seandainya orang-orang Salafi sekarang yang tampil di depan panggung, niscaya kekalahan itu akan menimpa atas diri mereka, dan pasti mereka tidak akan sanggup menanggungnya. Karena tabiat kita adalah orang-orang yang mudah dipecah belah.
Bertolak dari kekhawatiran terhadap (masa depan) Mesir, seseorang berkata, saya khawatir dengan kondisi Mesir. Lantas ia menuntut pemberhentian Jaksa Agung (Thal'at Ibrahim)? padahal kami menghormatinya dan berterima kasih padanya. Setiap dari kalian berbicara dengan kata-kata "saya", maka tinggalkanlah kata-kata "saya" itu.
Sekarang ada Jabhatul Inqadz, Hamdin shabbahi, Amr Musa, Albaredei, Samih Asyur, di belakang mereka ada Ahmad Az-Zind dan Tahani Al-Jibali serta sorang Syeikh fulan, banyak sekali.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Hudzaifah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Fitnah akan ditampakkan kepada hati seperti tikar seutas demi seutas, hati mana saja yang menerimanya akan diberikan titik hitam dan hati mana saja mengingkarinya akan diberi titik putih, sehingga menjadi dua hati: Hati yang putih bagaikan batu shofa, tidak terpengaruh oleh fitnah selama langit dan bumi masih ada, dan hati yang hitam seperti cangkir yang terbalik; tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari yang mungkar kecuali yang sesuai dengan hawa nafsunya." (Shahih Muslim, Kitabul Iman, Bab Bayan Annal Islam bada'a Ghariban. No. Hadits 144)
Bila hati telah menerima fitnah pertama dan ia tak mampu melawannya, maka ketika fitnah selanjutnya datang, hati tersebut dalam keadaan lebih lemah dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, disebabkan ia telah menerima fitnah yang pertama, selanjutnya ia akan selalu menerima fitnah ketiga, keempat dan seterusnya, kecuali jika Allah berkenan  melindunginya dengan rahmat-NYA. Kita memohon keselamatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Saat kita mengadakan pertemuan, lalu ada pendapat lain  sebagian dari kita, selalu lagu yang kita dengar adalah, "saya tidak perlu musyawarah dengan seseorang", dan "saya tidak setuju dengan pendapat orang lain", sampai seperti itu pula sikap seorang pimpinannya, ia tidak menerima pendapat orang-orang yang ada di bawahnya. Oleh karenanya, partai ini (Hizbun Nur) terpecah menjadi dua. Dan saya tahu, di sana ada orang-orang bodoh yang akan memusuhi saya, dan itu tidak akan mempengaruhi saya.
Akan tetapi saya mengatakan apa yang wajib saya katakan, cukup sampai di sini saya umumkan, sedang bersama saya ada beberapa masyayikh kibar Salafiyyin dari Kairo bahwa saya menolak sikap Hizbun Nur dan tuntutan-tuntutannya, sebenarnya bukan semua tuntutannya, namun khusus pada tuntutannya terhadap pemberhentian Jaksa Agung (Thal'at Ibrahim). Sikap ini akan menyebabkan persoalan karena kita belum mengerjakan apapun. Para preman adalah orang-orang yang melakukan praktek premanisme di jalanan dan ingin memaksakan kehendaknya kepada kita.
Adapun DR. Muhammad Mursi, maka saya sampaikan kepadanya:
"Wahai Presiden, kami adalah orang-orang yang memilih anda, dan ada dasar dan perjanjiannya saat kami memilih anda, maka jangan sampai anda keluar dari janji-janji itu, jangan sampai anda keluar dari janji-janji itu, apalagi terhadap perjanjian yang telah anda tetapkan atas diri anda di depan Allah Azza wa Jalla pada konferensi di Al-Jizah (Konferensi yang diadakan pada tanggal 12 Mei 2012 di daerah Al-Jizah untuk mendukung Presiden DR. Mursi, penerj.), anda menyatakan: "Saya berjanji kepada Allah untuk melaksanakan penerapan Syari'at sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah pada setiap bagian-bagiannya". Dan ini ada di internet sampai sekarang wahai Doktor. Saya tahu anda seorang yang jujur, dan sungguh saya mengerti bahwa situasilah yang menghalangi anda (ketika anda akan melakukan penerapan Syari'ah, penerj.).
Sekarang kalian mengerti, dan perkataan saya ini saya tujukan kepada semua orang, tentang ayat berikut ini yang mana Allah Azza wa Jalla berfirman di dalamnya:
"Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh." (At-Taubah : 75)
"Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)." (At-Taubah : 76)
"Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta." (At-Taubah : 77)
Maka berhati-hatilah wahai Doktor Presiden, jangan sampai anda melanggar perjanjian kepada Allah Azza wa Jalla. Dan saya ulangi sekali lagi bahwa situasi dan kondisi sekarang sangat rancu. Saya seperti juga orang-orang Islam lainnya sangat menyayangkan pada setiap orang yang tidak memahami hal ini, seakan semuanya adalah politikus, semuanya ingin mengikuti pendapatnya, dan yang pasti hal itu akan mengatasnamakan salafi, sehingga nanti ada organisasi salafi, ada lagi Jama'ah Salafiyyah, ada Jabhah Salafiyyah, atau Wihdah Salafiyyah atau apapun namanya. Dan itu merupakan suatu bentuk kebingungan yang mana kitalah penyebabnya.
Dan saya katakan sekali lagi wahai saudara-saudaraku yang mulia, hendaknya kita satu sikap di belakang Presiden kita, karena ia adalah Waliyyul Amri yang benar. Sebab atas keutamaan Allah Azza wa Jalla ia telah dipilih oleh seluruh daerah-daerah Islam di Mesir, selanjutnya ia berhasil dengan mayoritas suara pada pemilu yang di adakan di bumi Mesir. Kalian tidak boleh memusuhinya apalagi berupaya mengalahkannya di hadapan musuh-musuh Islam atau di hadapan orang-orang yang memiliki permusuhan dengan Islam.
Saya ingatkan sekali lagi pada kalian tentang masalah loyalitas dan permusuhan. Agama Islam itu terbangun di atas rasa cinta kepada Allah Azza wa Jalla dan cinta kepada para Wali-NYA serta rasa benci kepada musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Saya selalu mengulang perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan Imam At-Thabari tentang firman Allah Azza wa Jalla:
"Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min." (Ali Imran : 28)
Dan juga perkataan Imam Al-Qurthubi tentang ayat:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain." (Al-Maidah : 51)
Pada dasarnya saya tidak ingin membicarakan masalah ini, karena dalam pikiran saya, bukan tema itu yang menjadi awal pertemuan di sini, namun hal ini lebih dikarenakan ada peristiwa-peristiwa yang datang silih berganti.
Aquulu qauli wa astaghfirullaha li wa lakum wa shallahu wa sallam wa baarik ala Nabiyyina Muhammad wa ala aalihi wa shahbihi ajma'in.
------------
Alhamdulillah selesai dengan izin Allah
Bintara, 1 Rabi'ul Akhir 1434 H / 12 Februari 2013 M.
إن وجدتم أخطاء في الترجمة لا سيما أخطاء فاحشة تخل المعنى المراد من كلام الشيخ فنرجو التصويب وأنا سوف أتقبل ذلك بنفس راضية إن شاء الله تعالى
link untuk download ceramah :
halaman asli di sini : http://ar.islamway.net/lesson/134259
Catatan :
*Kami berada di sisi Umar, lalu ia berkata: “Siapakah diantara kalian yang mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan fitnah ?” Mereka menjawab: “Kami mendengarnya”. Ia berkata: “Mungkin yang kalian maksud adalah fitnah seseorang pada keluarga dan tetangganya?” Mereka menjawab: “Ya”. Ia berkata: “Fitnah itu dapat ditebus dengan shalat, puasa dan shadaqah. Akan tetapi siapa diantara kamu yang mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan fitnah yang bergelombang seperti gelombang lautan ?” Hudzaifah berkata: “Orang-orang diam, maka aku berkata: “Aku mendengarnya”. Ia berkata: “Engkau, bagus sekali”. Hudzaifah berkata: ” Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Fitnah akan ditampakkan kepada hati seperti tikar seutas demi seutas, hati mana saja yang menerimanya akan diberikan titik hitam dan hati mana saja mengingkarinya akan diberi titik putih, sehingga menjadi dua hati: Hati yang putih bagaikan batu shofa, tidak terpengaruh oleh fitnah selama langit dan bumi masih ada, dan hati yang hitam seperti cangkir yang terbalik; tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari yang mungkar kecuali yang sesuai dengan hawa nafsunya”. (HR Muslim-144)

Nasehat Dan Taujih Dr. Muhammad Bin Abdul Maqshud Tentang Situasi Mesir [4]

Ada anak kecil (Syeikh menganggap bahwa orang ini belum tahu apa-apa sehingga beliau menyebutnya anak kecil, penerj.) tampil di televisi, seorang salafi, ia berkata bahwa Ikhwanul Muslimin ingin menguasai seluruh sendi-sendi negara agar dapat berkuasa di Mesir selamanya. Amat besar kebencian yang keluar dari mulutnya. Tidak berbicara kecuali kebohongan. Ia wajib melakukan survei untuk memastikan hal itu.
Tapi kita tahu bahwa masalah ini (kebencian terhadap Ikhwanul Muslimin, penerj.) merupakan permusuhan yang sudah lama dicatat sejarah. Permusuhan ini pada dasarnya adalah karena pihak keamanan negara mengijinkan orang-orang memberi masukan kepada Ikhwanul Muslimin. Lalu persoalan berubah menjadi perkara aqidah dan juga kepentingan, tidak sekedar persoalan agama saja.
Maka setelahnya kita mendapati Jabhatul Inqadz Al-Wathani (Front Penyelamat Bangsa) yang mempresentasikan Hamdin Shabbahi, Amr Musa, Elberedai dan Samih 'Asyur, dan sekarang ada yang bergabung bersama mereka seseorang yang berjenggot, menuntut dengan tuntutan yang sama dengan mereka.
Kemaslahatan apa yang dicari? ini adalah pengkhianatan dan bukan kemaslahatan. Ketika anda menuntut pemberhentian Jaksa Agung (Thal'at Ibrahim) dan memerintahkan Dewan Tinggi Pengadilan memilih penggantinya, padahal kalian tahu betul kondisi Mesir saat ini. Kalian pun tahu bahwa Jaksa Agung (Thal'at Ibrahim) yang menunjuknya saat itu adalah Dewan Tinggi Pengadilan. Kemudian media-media memainkan perannya dengan mengatakan bahwa presiden melakukan intervensi dalam urusan pemilihan Jaksa Agung dan kewenangan di pengadilan. Bagaimana mungkin menuntut agar Jaksa Agung yang lama, Abdul Majid Mahmud supaya kembali menggantikannya.
Bagaimana bisa, demi kepentingan yang mendesak setelah terjadinya revolusi, kalian sekarang pergi bersama Hizbul Wathan (Partai salafi baru setelah pecah dari Hizbun Nur, penerj.). dan sekarang kalian menyerukan agar memberikan semua dukungan kepada Hizbul Wathan. Saya sangat tahu tentang hal ini, karena kalian ingin semua (kelompok salafi, penerj.) bergabung bersama kalian (di partai Hizbul Wathan), setelah kalian gagal dalam mengurus partai (Hizbun Nur). Perpecahan partai telah menimpa kalian karena kediktatoran yang kalian praktekkan. Ketika partai sudah pecah, sekarang kalian ingin melakukan perubahan layaknya seorang Samson, kepada saya dan lawan-lawan kalian. Siapakah yang membolehkan seperti ini ? sungguh ini merupakan kesesatan dan termasuk perkara-perkara penipuan yang wajib kita waspadai.
Ya Allah, jadikanlah seluruh amal-amal kami sebagai amal sholeh, dan jadikan ia hanya untuk mengharap Wajah-MU, dan jangan jadikan satupun darinya untuk seseorang.
Saya ingin mengingatkan kalian, dan Allah Maha Tahu di balik keinginan saya ini, Allah akan menjadikan saya bisu jika saya berbohong. Sungguh tidak ada maslahat apapun bagi saya dalam cerita di atas, kecuali karena saya sekarang berada di ambang pertemuan dengan Allah Azza wa Jalla. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Umur umatku rata-rata 60 sampai 70 tahun, dan hanya sedikit yang melebihi itu."
Saya sekarang sudah berumur 65 tahun dengan hitungan tahun Masehi, dan saya kira ada perbedaan antara hitungan Masehi dan Arabi (Hijriah). Jadi sekarang saya berada di akhir-akhir usia kebanyakan umat Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, maka sama sekali tidak ada hubungan antara saya dengan cerita di atas kecuali hanya keinginan saya menolong agama ini. Yang menjadi kewajiban bagi seseorang adalah agar memiliki perhatian untuk menolong agama. Tidak penting bagi dia apakah agama ini di tolong oleh seseorang bernama Zaid, atau Amr atau siapa saja. Yang terpenting adalah agama ini ditolong dan dimenangkan. Dan tidak penting bagi dia apakah posisinya sebagai Qiyadah atau orang yang berada di belakang. Sekali lagi yang terpenting adalah agama ini ditolong. Dengannya atau tanpanya.
Saya tahu betul dengan keadaan yang sebenarnya, mereka (kalangan salafi) menginginkan beberapa bagian dari kursi parlemen dari kalangan Ikhwanul Muslimin. Saat itu pihak Ikhwan sudah mengabulkan permintaan mereka, namun sekarang mereka (kalangan salafi) menolak dengan alasan bahwa bagian yang diberikan kepada mereka tidak dapat dipergunakan dengan baik. Ternyata mereka menunjuk orang-orang yang tidak mengerti politik, ekonomi dan segala macamnya, tidak semuanya memang namun kebanyakan seperti itu.
Di antara mereka ada yang menemui Imam Masjid (agar dapat rekomendasi). Dan itu juga terjadi kepada saya, beberapa orang datang meminta hal itu kepada saya, mereka menunjuk dirinya sebagai calon untuk dipilih. Saya katakan tidak, karena setiap calon harus memiliki kriterianya masing-masing. Adapun saya, maka saya katakan sesungguhnya saya tidak tahu apa-apa tentang parlemen dan lain-lain. Dan sudah berkali-kali saya katakan juga bahwa saya berseberangan dengan parlemen yang lalu. Karena ia tidak layak untuk melanjutkan perannya sebab telah melakukan pengkhianatan, yaitu memilih anggota parlemen dari orang-orang yang memiliki jaringan sosial yang kuat di daerahnya masing-masing hanya untuk mendapatkan suara mayoritas dan jumlah kursi yang banyak. Dan setelah itu, cara-cara seperti ini akan marak. (mungkin maksud Syeikh Abdul Maqshud adalah memilih anggota dewan hanya berdasarkan dukungan sosial yang kuat sedang ia sebenarnya tidak layak menjadi anggota dewan karena tidak mengerti urusan, Wallahu A'lam.)
Permusuhan kalian dengan Ikhwanul Muslimin jangan sampai kalian menjadikannya (penghalang) masa depan Islam di Mesir. Ikhwanul Muslimin sekarang mendapat musibah. Akan tetapi wahai saudara-saudaraku, sesungguhnya musuh-musuh proyek Islam itu ingin memberangus jama'ah Ikhwanul Muslimin. Sedangkan kalangan salafiyyin dengan karakter khas orang-orangnya, tidak akan mampu melaksanakan proyek Islam di Mesir, dan musuh akan sangat mudah memukul mereka. Dan ada laporan dari Amerika, sekarang sudah diterjemahkan dan akan dibagikan kepada kalian atas ijin Allah Subhanahu wa Ta'ala yang salah satu poinnya adalah memukul Ikhwanul Muslimin. Sedang dengan Salafiyyin maka urusannya sangatlah mudah. Yang penting adalah memporak-porandakan dua barisan shaf, antara Ikhwan dan Salafi.
Maka wajib bagi kita sebagai orang Islam untuk selalu melihat maslahat dan madharat.
Dan saat kalian berkata bahwa Ikhwanul Muslimin adalah "Rijaalul Marhalah", sungguh mereka telah melaksanakan hal itu, bahkan sebelum terjadinya Revolusi. Kita tahu sejak 30 tahun yang lalu, Ikhwanul Muslimin tidak pernah berkhianat dan menjual (mungkin yang dimaksud tidak pernah menjual prinsip dan keyakinannya, penerj.) , juga tidak pernah terperosok dalam sikap "Imaalah" (cenderung untuk mendengarkan bisikan-bisikan musuh, hal ini telah dijelaskan Syeikh terkait surat Al-An'am ayat 113, penerj.), meskipun ada di antara mereka yang terperosok ke dalam sikap "imaalah" demi keamanan dirinya. Saya tidak mengatakan kata-kata ini dengan asal, saya siap membuktikan kebenaran ucapan saya ini.
Pada saat Revolusi, Ikhwanul Muslimin berada di sana, dan Allah Azza wa Jalla menggunakan mereka untuk itu. Bahkan sebenarnya saat itu bukanlah Revolusi, tapi aksi demonstrasi dalam rangka memprotes praktek penindasan terhadap keadilan. Namun Allah Azza wa Jalla mengubahnya jadi Revolusi.
Sesungguhnya wahai saudara-saudara sekalian, ketika Allah Azza wa Jalla berfirman:
"Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman." (Al-Hajj : 38).
Maka Dia menjelaskan keadaan orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang melaksanakan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah. Dan di antara apa yang Allah Azza wa Jalla perintahkan adalah:
"Dan ta'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya." (Al-Anfaal : 46)
Lalu menyambungnya dengan:
"dan janganlah kamu berbantah-bantahan (berselisih), yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Anfaal : 46)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang." (Al-Anfaal : 60)

bersambung...

Nasehat Dan Taujih Dr. Muhammad Bin Abdul Maqshud Tentang Situasi Mesir [3]


Telah sampai kepadaku dalam waktu yang berbeda-beda, perihal banyak sekali pengaduan dari para orang tua, bapak-bapak dan ibu-ibu. Mereka mengadukan kepada saya bahwa anak-anak mereka berperilaku buruk kepada mereka. Di antara mereka ada yang memukul ibunya atau ayahnya. Mereka menyontohnya dari film-film asing.
Para orang tua mereka bertanya padaku apakah perilaku anak-anaknya itu termasuk bagian dari ajaran agama? Lalu saya balik bertanya apakah kalian semua sudah mendidik mereka dengan agama, sehingga kalian menuntut mereka agar mengikuti ajaran agama?
Mereka adalah sawah ladang kalian, apa yang yang kalian tanam maka itulah tanaman kalian.
"Man zaro'a hashoda, wa man jadda wajada. Fa man zaro'a urzan fa laa yumkin an yajniya qomhan"
"Barang siapa menanam ia akan menuai, dan barangsiapa bersungguh-sungguh ia akan dapat. Maka siapa yang menanam padi pasti tidak mungkin ia menuai gandum." Ia akan menuai padi.
Ternyata ini salah satu tanda kemunafikan. Tanda kemunafikannya adalah bahwa mereka semua (yang menolak syari'at) merupakan musuh bagi orang-orang Islam. Mereka mendukung dan memberikan loyalitasnya kepada pengikut kekafiran dan kesesatan. Allah Ta'ala berfirman:
"Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih." (An-Nisa : 138)
"(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. "(An-Nisa : 139)
Bila kalian mencari kekuatan dari orang-orang kafir, maka kalian orang munafik.
Hendaknya kita memperhatikan firman Allah Azaa wa Jalla di surat Ali Imran:
"Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Ali Imran : 26)
"Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." (Ali Imran : 27)
Lihatlah, apakah ungkapan "Katakanlah" ini hanya berlaku atas lisan saja, ataukah ia berlaku atas hati dan keyakinan? Bila anda benar-benar mengungkapkannya dengan hati, maka segera persiapkan diri anda untuk menghadapi ujian.
Dan ayat berikutnya langsung Allah sambung dengan:
"Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)." (Ali Imran : 28)
Imam para ahli tafsir yaitu Imam At-Thabari mengatakan:
Ungkapan "lepaslah ia dari pertolongan Allah" maksudnya terlepas dari Allah dan Allah berlepas diri darinya. Karena pada saat itu ia sudah bukan lagi seorang muslim, akan tetapi ia seorang munafik I'tiqodi.
"Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih." (An-Nisa : 138)
"(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. "(An-Nisa : 139)
"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain."(An-Nisa : 140)
Saya katakan kepada siapa saja yang menyaksikan saluran-saluran berita pendusta yang memusuhi Islam dan umat Islam ini, sekali lagi kepada siapa saja yang menyaksikan saluran-saluran berita pendusta ini, silakan kalian fikirkan ayat ini :
"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain."
Silakan kalian ulang-ulang potongan ayat selanjutnya:
"Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam."(An-Nisa : 140)
Karenanya, ini merupakan salah satu tanda kemunafikan. Tanda kemunafikan adalah memberikan loyalitas dan dukungan kepada pengikut kekafiran dan kesesatan. Wal 'iyaadzu billah.
Orang yang mengerjakan perbuatan ini, boleh jadi ia mencari kekuatan (izzah/kemuliaan), atau mencari kedudukan, atau mencari penghidupan yang layak di muka bumi, atau ia melakukannya karena takut kepada mereka. Dan Allah telah memberitahu kita dengan dua hal:
Pertama Allah Azza wa Jalla berfirman di surat An-Nisa:
"Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah."(An-Nisa : 139)
Kedua Allah Ta'ala juga berfirman di surat Al-Maidah:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (Al-Maidah : 51)
"Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (yaitu orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani),…"(Al-Maidah : 52)
Perhatikanlah, kalimat "Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (yaitu orang-orang munafik)" kemarin banyak terdengar di masjid-masjid, sekarang mereka menghapusnya demi kepentingan politik. Kalimat itu dihapus dan dilupakan. Dan politik sekarang telah menjadi penghapus apa saja, sedangkan pada dasarnya, politik harus mengikuti hukum syari'at sebagaimana persoalan-persoalan kehidupan lainnya. Namun, atas nama politik maka semuanya telah dihapus.
Sekarang saudara-saudara kita dari Salafi bergabung dengan orang-orang liberal yang memusuhi syari'at dan orang-orang yang menegaskan permusuhannya terhadap syari'at. Berarti kalian bersama mereka dan juga orang-orang yang sama dengan mereka di Neraka.
Ala kulli hal, kami telah tegaskan dari awal, bahwa agama Islam bukan milik Ikhwanul Muslimin saja, juga bukan milik Salafiyyin saja. Agama Islam adalah agama kita semua. Kita tidak mentolerir apapun bentuk penyimpangan, yang dilakukan oleh siapa saja. Selamanya kita tidak mentolerir apapun bentuk penyimpangan.
Hendaknya kita memahami hal ini, karena Allah Azza wa Jalla berfirman:
"Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka." (Al-Maidah : 52).
Di ayat tersebut Allah Azza wa Jalla membongkar aib, bahwa fitnah telah nampak jelas, sebagaimana apa yang pernah saya sebutkan, bahwa ada orang yang berada dalam fitnah selama setahun, ada juga yang berada dalam fitnah selama dua puluh tahun, ada juga yang sampai 1.500 tahun. Dan kalian telah mengetahui bahwa ada seorang lelaki di Suriah yang umurnya sudah lebih dari 90 tahun sedang ia dalam kesesatan yang nyata, seorang syeikh dari kalangan para masyayikh yang sesat, ia menegaskan kepada presiden Basyar Asad untuk membunuh rakyatnya, innaa lillahi wa innaa ilaihi raji'un. Apakah ia tidak memiliki ilmu?  Tidaklah demikian. Bahkan ia memiliki ilmu, akan tetapi ia tidak mendapatkan manfaat dari ilmunya maka jadilah ia seperti anjing. Ini sekedar contoh.
Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar meminta tambahan ilmu. Apakah Allah memerintahkan untuk meminta tambahan yang lain? Sama sekali tidak!
Allah Azza wa Jalla berfirman:
"Dan katakanlah, "Wahai Allah tambahkanlah ilmu bagiku." (Thaha : 114)
Begitu juga dalam Shahih Muslim dari Zaid bin Arqam radhiyallahu anhu, sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Wahai Allah, aku berlindung kepada-MU dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari hati yang tidak khusyu', dan dari nafsu yang tidak pernah kenyang, dan dari do'a yang tidak diijabah."
Jadi, ilmu itu ada yang memberi manfaat pada pemiliknya dan juga ada yang tidak memberi manfaat. Apakah Zaid (dalam bahasa Arab, nama Zaid sering digunakan untuk mengambil contoh, penerj.) tidak memiliki ilmu yang bermanfaat ? lalu ilmu yang bermanfaat itu berubah menjadi ilmu yang tidak bermanfaat dengan sendirinya? dengan kata lain, apakah kebenaran itu dapat berubah menjadi kebatilan? (Syeikh Muhammad Abdul Maqshud mencontohkan seseorang bernama Zaid yang memiliki ilmu yang bermanfaat, dimana ilmu yang bermanfaat itu tidak mungkin bisa berubah menjadi ilmu yang tidak bermanfaat dengan sendirinya, sebagaimana kebenaran tidak mungkin bisa berubah menjadi kebatilan, jadi pelaku kebatilan boleh jadi ia memiliki ilmu, namun ilmunya tidak memberi manfaat kepada pemiliknya, penerj.)
Jadi kesimpulannya, ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang pemiliknya dapat mengambil manfaat darinya, sedang ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang pemiliknya tidak dapat mengambil manfaat darinya.
"Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat." (Al-A'raaf : 175)
"Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). (Al-A'raaf : 176)

bersambung...

Nasehat Dan Taujih Dr. Muhammad Bin Abdul Maqshud Tentang Situasi Mesir [2]

Saat terjadi revolusi, kita mengajak kepada semua elemen yang ada untuk duduk bersama dalam rangka membuat rancangan untuk mengatur negara. Apakah kita mengembalikannya pada Syari'ah Islamiyah?
Mereka bilang tidak, tidak untuk syari'ah!!!
Lalu bagaimana kita memutuskan perkaranya?
Mereka bilang demi Allah….dengan demokrasi!!!
Dan demokrasi berarti pendapat rakyat. Apa yang diputuskan oleh rakyat melalui pendapatnya. Tapi karena kami mengetahui bahwa rakyat kami adalah muslim maka kami katakan silakan. Mari kita putuskan melalui kotak suara.
Lalu tibalah kotak suara itu yang mana hasilnya adalah mirip dengan apa yang kami pastikan, dan memang sesuai dengan apa yang kami pastikan. Karena rakyat kita adalah rakyat muslim. Yang jelas hasil ini (kemenangan Islamiyyin) tidak membuat mereka rela.
Maka setelahnya, kalian mulai dengar slogan-slogan mereka. Bahwa legitimasi menurut kami adanya di lapangan Tahrir. Bukan di MPR ataupun DPR atau Majelis-majelis lainnya (yang dihasilkan dari pemungutan suara terbanyak, penerj.), namun di sini di lapangan Tahrir.
Anda bisa bayangkan bagaimana mungkin hal tersebut bisa berjalan baik. (mereka bilang) Kotak suara dan suara mayoritas bukanlah segala-galanya.
Kalian harus memahami ini bahwa demokrasi telah membuat lelah kalian semua. Sampai kalian lihat sendiri ketika Senator Amerika John Mc Cain datang ke Mesir baru-baru ini menyatakan dengan tegas bahwa kotak suara dan suara mayoritas bukan segala-galanya. Dia berdusta dengan omongannya itu, dan saya tahu ia berdusta. Padahal di Amerika kenyataannya seperti itu (yang menentukan adalah suara terbanyak, penerj.).
Oleh karena itu kita cari kesepakatan, dan kesepakatan adalah mengembalikan urusan kepada referensi utama saat kita berselisih.
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisa : 59)
Akan tetapi mereka semua menolak, dan ini adalah tanda kemunafikan. Kalian harus camkan bahwa tanda kemunafikan adalah:
"Apabila dikatakan kepada mereka : "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu." (An-Nisa : 61)
Allah mengatakan dengan kata "yashuddu", yaitu menghalangi, menolak, berteriak dan memusuhi. Ini adalah salah satu tanda kemunafikan. Kalian harus menjauhi tanda ini. Sebagaimana yang Allah katakan dalam surat An-Nur:
"Dan mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami mentaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman." (An-Nur : 47)
Oleh karena itu Allah juga mengatakan:
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ?" (An-Nisa : 60)
Apa bukti bahwa keimanan mereka hanya sekedar mengaku-ngaku? Buktinya adalah :
"Mereka hendak berhakim kepada thaghut." (An-Nisa : 60)
Maka siapa saja yang menghukum dan berhukum dengan selain syari'at Allah, maka ia telah menjadikan thaghut sebagai hakim dan ia berhukum kepadanya.
Kita berbicara tentang ilmu dan ini adalah pembahasan para ahlul ilmi, bahwa siapa saja yang menghukum dan berhukum dengan selain syari'at Allah, maka ia telah menjadikan thaghut sebagai hakim dan ia berhukum kepadanya.
"Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (An-Nisa : 60)
"Apabila dikatakan kepada mereka : "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu." (An-Nisa : 61)
"Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah ?" (An-Nisa : 62)
Hendaknya kalian meyakini bahwa mereka semua akan mendapatkan musibah dan hukuman dari Allah Azza wa Jalla. Musibah dan hukuman atas mereka, juga atas orang-orang yang mendukung mereka dan yang membenarkan kebohongan mereka padahal ia tahu bahwa mereka adalah musuh bagi syari'ah.
"Dan mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami mentaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman." (An-Nur : 47)
"Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah [Maksudnya: Dipanggil untuk bertahkim kepada Kitabullah] dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang."
"Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. "

"Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim. "(An-Nur : 48-50)

bersambung...