Rabu, 01 Januari 2014

Sepenggal Hikmah Tentang Prioritas Cinta

Ada banyak gambaran tentang indahnya malam pertama, bulan madu dan berbagai sebutan yang lain, bagi pasangan suami – istri yang baru saja disahkan status hukumnya dalam sebuah ritual pernikahan. Wajar jika peristiwa itu digambarkan secara indah bahkan melodramatis, karena memang peristiwa itu indah, membahagiakan dan penuh harapan tentang situasi yang kan lebih baik dan sempurna.

Segala resah rindu dan gelora hati yang membadai seakan mengalami proses penuntasan, pada saat seseorang baru saja melangsungkan pernikahan. Karena itu, banyak kalangan yang begitu mengistimewakan bulan madu mereka, dengan harapan segala keindahan itu dapat terpatri kuat dalam hati masing-masing pasangan, bahwa mereka pernah begitu dekat, saling menyayangi dan saling membutuhkan. Mereka ingin mengabadikan peristiwa sakral tersebut dan berharap hari – hari indah itu tidak akan pernah berlalu.

Maka tidak banyak pasangan suami-istri yang sedang berbulan madu yang mau terganggu oleh urusan-urusan lain, karena akan mengurangi upaya mereka dalam menikmati indahnya menjadi pengantin baru. Apa lagi agama juga mensunahkan adanya proses semacam bulan madu ini.

Demikian juga yang sedang dialami oleh Hanzhalah bin Abu Amir. Ia baru saja melangsungkan upacara pernikahan. Sehingga statusnya adalah pengantin baru. Pada zaman Rasulullah bulan madu tidak dilakukan dengan rekreasi atau jalan-jalan ketempat romantis, mereka melakukannya dengan tinggal di rumah dengan menikmati apa-apa yang telah dihalalkan oleh Allah azza wa jalla bagi mereka. Demikian juga yang dilakukan oleh Hanzhalah, ia dan istrinya berbulan madu dengan menikmati kebersamaan mereka di rumah. Meski tanpa pesta dan riasan yang bermacam-macam rupa, Hanzhalah dan istrinya dapat menikmati kebahagiaan yang sempurna sebagai pasangan suami-istri baru. Semuanya serba sederhana namun perpaduan cinta yang tulus dalam ikatan suci tali pernikahan yang diberkahi Allah, mendatangkan berbagai kemewahan rasa spiritual yang melampaui segala macam pesta dan hura-hura yang pernah dibikin manusia.

Ketika kebahagiaan itu membuncah dalam cinta dan kasih-sayang yang murni, ketika rasa memiliki terhadap kekasih begitu cepat berurat-berakar dalam hati, ketika kebersamaan diantara mereka terasa begitu indah dan keinginan untuk selalu bersama tanpa terpisahkan menjadi doa dan harapan yang paling mereka inginkan, tiba-tiba genderang perang itu di tabuh. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam mengumumkan kepada segenap kaum muslimin untuk bersiaga. Mereka akan mencegat pasukan kafir Qurays di bukit Uhud. Semua kaum laki-laki baligh yang sehat jasmani & ruhani wajib untuk turut berjihad di jalan Allah.

Hanzhalah Sang pengantin baru yang sedang menikmati bulan madunya, mendengar seruan-seruan itu. Ia sedang memadu kasih ketika itu, sehingga meskipun seruan itu telah ia dengar Hanzhalah tidak sempat untuk menyiapkan diri sebagaimana mestinya.

Begitu keluar rumah, kaum muslimin telah bergerak memenuhi panggilan Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam untuk berjihad. Tanpa pikir panjang Hanzalah pun menyambar peralatan perangnya, serta bergegas untuk bergabung dengan pasukan Islam yang lain. Ia tinggalkan istrinya, ia tinggalkan semua keindahan yang berhak ia nikmati di rumahnya, karena panggilan jihad membela agama Allah adalah diatas segalanya.

Ketika peperangan berkecamuk, para sahabat Rasulullah yang lain menyaksikan betapa garangnya Hanzhalah di medan laga. Hanzhalah mampu terus merangsek maju membabat musuh-musuh Allah hingga ia dapat berhadapan langsung dengan panglima kafir Qurays yakni Abu Sufyan bin Harb. Hanzhalah bahkan telah mampu menundukkan Abu Sufyan, namun ketika eksekusi akan ia lakukan terhadap Abu Sufyan, tiba-tiba tikaman pedang Syaddad bin Al-Aswad salah salah satu anggota laskar kafir Qurays mendahului menembus dadanya.

Hanzhalah pun gugur. Bersama para syuhada Uhud yang lain. Para sejarawan dan penulis tarikh menyebutkan bahwa ada 73 orang tentara muslim yang menemui syahidnya pada peperangan ini. Arwah mereka langsung menuju kehadirat Allah. Syurga yang telah dijanjikan Allah sudah menunggu.

Hanzhalah adalah salah seorang dari mereka. Ia tidak sekedar sahid, tetapi ia juga memberikan pelajaran cinta yang begitu agung bagi generasi muslim setelahnya. Prioritas cintanya kepada Allah dan Rasulnya yang telah berhasil ditempatkannya pada proporsi yang semestinya, dimana cinta itu melampaui cintanya kepada apapun di muka bumi ini. Termasuk cinta kepada istri yang baru saja dinikahinya.

Ketika peperangan usai, mayat para syuhada itu pun di kumpulkan oleh para prajurit Islam untuk diurus sebagaimana mestinya. Para prajurit dan sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam kemudian menemukan jasad Hanzhalah agak terpisah dibandingkan jasad yang lain. Mereka menemukan kejanggalan pada jasad Hanzhalah. Jasadnya terbujur di gundukan tanah yang lebih tinggi, dalam keadaan basah seperti habis dimandikan, demikian juga tanah dan pasir disekeliling nya masih menyisakan percikan air. Padahal ketika itu hari tidak turun hujan.

Para sahabat mendatangkan Rasulullah ketempat itu dan melaporkan apa yang mereka lihat. Kemudian Rasulullah setelah menghampiri tempat terbaringnya jasad Hanzhalah, beliau bersabda; “ Para malaikat sedang memandikan jenazah Hanzhalah. Kemudian Rasulullah menyuruh para sahabat untuk menanyakan perihal Hanzhalah, sebelum berangkat ke medan tempur, kepada keluarganya.

Sepulang dari medan pertempuran, Dari Istrinya Hanzhalah, para sahabat Rasulullah tersebut memperoleh penjelasan, bahwa pada saat pengumuman perang dikumandangkan, Hanzhalah sedang bercumbu dengannya. Kemudian setelah selesai Hanzhalah tidak sempat mandi, padahal ia sedang dalam kondisi junub. Hanzhalah langsung menyambar aperalatan perangnya dan langsung bergabung dengan pasukan Islam.

Dengan adanya peristiwa ini Hanzhalah mendapatkan julukan Ghasilul Malaikat (Orang yang dimandikan malaikat). Sungguh mulia iman Hanzhalah. Ia bukan malas atau menunda-nunda untuk mandi junub, tetapi situasilah yang membuat ia tergesa, sehingga tidak ada kesempatan untuk sekedar bersuci.

Allah yang Maha Tahu, berkenan memberikan penghormatan yang tinggi pada jasad mujahid ini, sehingga mandi yang ditunda oleh Hanzhalah demi jihad di jalan Allah langsung digantikan oleh Allah. Hanzhalah dimandikan oleh Malaikat Allah. Sungguh penghormatan dan penghargaan yang sangat langka. Seorang hamba biasa, bukan Nabi bukan pula Rasul Allah, tetapi malaikat turun ke bumi untuk mensucikannya.

*di kutip dari Buku Jejak Malaikat di Bumi Karya M. Hilal Tri Anwari, terbitan Pustaka Al Kautsar
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar