Rabu, 04 Desember 2013

Tanggapan Atas Syubhat Dan Dusta Penceramah Syi'ah Dari Sebuah Radio Swasta [1]

Bismillahirrahmanirrahim hamdan lillah shalatan wa salaman ala Rasulillah.

"yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata" (Al-Anfal : 42)
Sebelum masuk pada tulisan maka sangat perlu kiranya penulis sampaikan peringatan yang datang dari Allah Azza wa Jalla dalam Al-Qur'an dan juga dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam haditsnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal."[1]
Imam Ibnu Majah meriwayatkan di dalam Sunannya :
Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yazid bin Harun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdul Malik bin Qudamah al-Jumahi menuturkan kepada kami dari Ishaq bin Abil Farrat dari al-Maqburi dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.”[2]
Sungguh penulis sangat iri
kepada para ulama-ulama besar Islam yang telah mengorbankan banyak waktu, pikiran dan tenaga dalam rangka melakukan jihad ilmi lewat tulisan-tulisan dan kitab-kitab mereka. Tidak akan mungkin menyamai jihad mereka apalagi melebihi pengorbanan mereka.
Alangkah kecilnya tulisan ini bila dibanding dengan karya-karya besar Imam As-Syahrastany yang menulis buku "Al-Milal wan Nihal", Al-Qadhi Abu Bakr Ibnul Araby yang menulis buku "Al-'Awashim Minal Qawashim", Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah yang menulis "Minhajus Sunnah An-Nabawiyah Fi Naqdhi Kalamis Syi'ah Al-Qadariyyah", As-Sayyid Muhibbuddin Al-Khathib yang menulis buku "Al-Khuthut Al-'Aridhah", Syeikh DR. Ihsan Ilahi Dhahir yang menulis buku Trilogi syi'ah "As-Syi'ah was-Sunnah", As-Syi'ah wat Tasyayyu', dan "As-Syi'ah wa Ahlul Bait", Syeikh DR. Utsman bin Muhammad Al-Khamis yang menulis buku "Huqbah Minat Tarikh" dan "Kasyful Jani Muhammad At-Tijani", Syeikh Muhammad Habib yang melakukan "'Ardh wa Naqd" yaitu pemaparan dan kritik terhadap kitab syi'ah yang berjudul "Fashlul Khithab Fi Itsbati Tahrif Kitab Rabbil Arbab" karangan Ath-Thibrisi, DR. Nashir Al-Qafary yang menulis "Ushul Mazhab As-Syi'ah", Syeikh Al-Khathib Al-Baghdady yang menulis "Tarikh Baghdad", Syeikh Abdullah bin Abdullah Al-Maushily yang menulis "Haqiqatus Syi'ah", Bapak Saleh A. Nahdi yang menulis buku "Saqifah Penyelamat Persatuan Umat" sebagai bantahan terhadap buku "Saqifah Awal Perselisihan Umat" karangan O. Hashem dan masih banyak lagi karya-karya ulama yang lain yang tidak mungkin dituliskan semuanya di sini.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan dalam Zadul Ma'ad :
Jihad terhadap orang kafir dan munafik ada empat tingkatan; dengan hati, lisan, harta, dan jiwa. Jihad terhadap orang kafir lebih dikhususkan dengan tangan (kekuatan), sedang jihad terhadap orang munafik lebih dikhususkan dengan lisan.[3]
Mudah-mudahan tulisan yang tidak ada apa-apanya ini tetap dicatat oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai jihad bil lisan sehingga menjadi tambahan pahala bagi penulisnya. Tidak ada niat dalam penulisan ini kecuali ghirah untuk ikut andil dalam menjaga agama Allah Azza wa Jalla dari usaha makar dan pengrusakan yang dilakukan oleh kaum yang telah banyak mendapat celaan dari para Ulama ahlus sunnah wal jama'ah, dari kalangan ulama salaf maupun khalaf, para ulama fuqaha, muhadditsin, mufassirin, ushuliyyin, muarrikhin sampai para da'i dan mufakkirin.
Dan semoga Allah Azza wa Jalla menjauhkan penulis dari sikap riya' dan sum'ah yang dapat menghilangkan pahala dan kebaikan.
Sebenarnya tulisan ini adalah tanggapan atas beberapa dusta dan penipuan yang dilakukan oleh seorang penceramah[4] yang didatangkan dari sebuah radio swasta yang terindikasi beragama sesat syi'ah. Namun sebelum menanggapi tema-tema yang diangkat oleh penceramah, maka ada baiknya penulis memaparkan dahulu salah satu pilar bangunan Islam, agar kiranya para pembaca yang ikhlas dalam menemukan kebenaran agama Islam dan kesesatan agama syi'ah memiliki sikap yang jelas dalam menghadapi modus-modus penipuan orang syi'ah yang gaya mempengaruhinya sangat halus, penuh kasih dan terlihat wara' dan rendah hati, sama persis dengan gaya kaum misionaris sebagaimana kita bisa membacanya dalam buku "La Conquete Du Monde Musulman" karangan A. Le Chateler yang telah diringkas dan diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Sayyid Muhibbuddin Al-Khathib dan Sayyid Musa'id Al-Yafy dengan judul "Al-Ghaaratu 'Alal 'Alamil Islami".
ANTARA CINTA DAN BENCI
Sungguh para ulama telah bersepakat bahwa di antara perkara-perkara pokok agama adalah al-wala' dan al-bara', loyalitas dan perlepasan diri. Dimana seorang muslim wajib memberikan loyalitasnya hanya kepada Allah, Rasul-NYA dan kaum muslimin, dan berlepas diri dari segala yang dipertuhan selain Allah dan berlepas diri dari segala ajaran dan tuntunan selain yang diajarkan oleh Rasulullah serta berlepas diri dari semua orang yang memusuhi kaum muslimin.
Dan dalam melaksanakan al-wala' dan al-bara' ini maka Islam memberikan aturan-aturannya. Di antara bentuk aturannya adalah al-hubbu fillah dan al-bughdhu fillah, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah sebagaimana dalam sebuah hadits Bukhari dari sahabat mulia Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya :
"Seseorang tidak akan mendapatkan manisnya iman sampai ia mencintai seseorang dimana ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan sampai ia dilemparkan ke neraka lebih ia sukai dari pada ia kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya, dan sampai Allah dan Rasul-NYA lebih ia cintai dari selainnya."[5]
Bangunan Islam berdiri di atas pilar cinta karena Allah dan benci karena Allah. Karena itulah Allah memberikan pahala bagi siapa saja yang mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. Salah satu dari keduanya tidak boleh dihilangkan dengan alasan apapun. Kita dilarang menghilangkan rasa cinta karena Allah sebab agama ini tidak hanya dibangun di atas dasar kebencian. Sebaliknya kita juga dilarang menghilangkan rasa benci karena Allah sebab agama ini tidak hanya dibangun di atas dasar kecintaan. Oleh karena itulah maka Allah memberikan aturan sikap yang harus dilakukan oleh seorang muslim sebagaimana dalam ayat 29 surat Al-Fath yang artinya :
"dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka."[6]
Juga secara langsung Allah Azza wa Jalla memerintahkan Rasul-NYA agar bersikap keras dalam memerangi orang-orang kafir dan munafik sebagaimana dalam ayat 9 surat At-Tahrim yang artinya :
"Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah jahannam dan itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali."[7]
Orang yang jujur dalam keimanannya dan tidak menipu dan berdusta dengan pura-pura bisu, tuli dan buta, pasti tahu kewajiban-kewajiban agamanya. Sehingga ia tahu kepada siapa dan untuk siapa ia harus mencintai, dan juga kepada siapa dan untuk siapa ia harus membenci.
Adalah sebuah penipuan dan pendustaan terhadap Al-Qur'an dan Sunnah bila ada orang yang mengaku muslim namun senantiasa mendakwahkan ajaran cinta damai kepada semua manusia sampai kepada orang kafir yang memusuhi agama Islam dan kaum muslimin, baik permusuhan secara fisik maupun perusakan ajaran Islam lewat tulisan, ceramah dan kajian-kajian.
Kalau memang benar bahwa Islam hanya mengajarkan cinta dan kedamaian secara mutlak kepada setiap orang, baik muslimnya maupun kafirnya yang ahludz dzimmah (dalam perlindungan pemerintah Islam) atau yang harbinya (musuh yang harus diperangi) , lalu kenapa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya harus rela berdarah-darah dalam rangka jihad fi sabilillah ?
Kenapa beliau harus melakukan peperangan Badar, Uhud, Ahzab dan Tabuk ? kenapa harus memerangi dan mengusir kabilah-kabilah Yahudi Qainuqa, Nadhir dan Quraidhzah dari Madinah ?
Semua jihad Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah bukti dari keimanan beliau dan pengamalan terhadap kewajiban sebagai seorang mukmin. Bukankah beliau bersabda dalam sebuah hadits shahih yang artinya :
"Aku diperintah agar memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka melaksanakannya, maka mereka telah melindungi darah-darah dan harta-harta mereka dariku, kecuali ada hak (yang harus ditunaikan), dan perhitungan mereka hanya kepada Allah."[8]
Demikian juga para sahabat mulia beliau, mereka mencontoh dan meneladani jihad beliau sehingga Abu Bakar dalam masa kekhilafannya harus melanjutkan ekspedisi pasukan yang telah disiapkan oleh Nabi untuk memerangi Romawi di Syam yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid lalu dilanjutkan dengan perang Yarmuk yang diikuti oleh sahabat-sahabat besar seperti Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, Zubair bin Awwam, Abdullah bin Mas'ud, Abu Darda', Abu Hurairah, Syurahbil bin Hasanah, Amr bin Ash, Abu Sufyan bin Harb, Yazid bin Abu Sufyan dan Ikrimah bin Abu Jahal, mengutus Khalid bin Walid untuk ekspedisi ke negeri irak dalam perang Dzatus Salasil,  memerangi kaum murtad dari kabilah Bani Asad dan Ghathfan, Bani Kandah, Bani Madzhaj, Bani Hanifah, Bani Sulaim dan Bani Tamim, lalu memerangi dan membunuh nabi-nabi palsu seperti Al-Aswad Al-'Unsiy, Thulaihah Al-Asadiy, Musailimah Al-Kadzdzab dalam perang Yamamah.
Selanjutnya Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu pun melakukan hal yang sama, mencontoh dan meneladani para pendahulunya dengan melakukan ekspedisi besar ke negeri Persia yang beragama Majusi dalam peperangan yang tercatat sebagai perang agung yaitu Ma'rakatul Qadishiyyah, lalu pembukaan kota Tustur dan Shush dan terakhir perang Nahawand hingga runtuhlah Kisra Persi. Dan runtuhnya Kisra Persi dan padamnya api Majusi inilah yang senantiasa meledakkan dendam kesumat terhadap Islam, Arab, dan seorang Umar oleh orang Majusi yang sekarang bertopeng syi'ah.
Beliau juga melakukan ekspedisi menuju negeri Syam yang dikuasai oleh Romawi, sehingga tercatatlah perang Ajnadin dimana pasukan kaum muslimin dipimpin oleh Amr bin Ash.
Lalu pembukaan Baitul maqdis dengan pasukan yang dipimpin oleh Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.
Begitu juga dengan dua Khalifah berikutnya yaitu Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhuma.
Pada masa kekhilafahan Utsman bin Affan terjadilah pembukaan negeri Afrika bagian utara dan Iskandariah. Lalu Armenia dan Azerbeijan dan juga menyempurnakan penaklukan atas negeri Persia.
Terlibat peperangan dengan Romawi dalam perang Dzatus Shawariy di Bilaadil Maghrib (sekarang Libia, Tunis, Aljazair, Maroko dan Mauritania) hingga tercatat dalam sejarah Islam bahwa pada masa beliaulah awal mula pembuatan Armada Laut yang pertama. Lalu pertempuran melawan pasukan Barbar yang juga di bawah pimpinan Panglima Abdullah bin Sa'd bin Abis Sarh.
Adapun Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, maka masa kekhilafahannya adalah masa yang penuh ujian dan fitnah besar yang dikobarkan oleh orang-orang Majusi kelompok Abdullah bin Saba', seorang Yahudi dari Yaman.
Hasutan kelompok As-Sabaiyyah inilah yang meletuskan perang Jamal antara pasukan Ali bin Abi Thalib dan pasukan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha.
Fitnah berikutnya adalah terjadinya perang Shiffin antara pasukan Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah bin Abu Shufyan radhiyallahu anhum jami'an, yang berlanjut pada fitnah dalam kisah Tahkim yang di kemudian hari memunculkan kelompok Khawarij, dimana kelompok inilah yang memerangi Ali dalam perang Nahrawan. Saat itu mereka menuntut Ali dengan teriakan "Tidak ada hukum kecuali hukum Allah", dan Ali pun berkata saat mendengar teriakan tersebut, "Sebuah kalimat haq tapi mereka menginginkan kebatilan dengannya". Selanjutnya Ali memerangi mereka dan mengalahkannya lantaran mereka telah terlebih dulu membunuh sahabat mulia Abdullah bin Khabbab dan istri beliau serta membedah perutnya yang sedang hamil tua.
Semua ulama Ahlus sunnah bersepakat untuk bersikap tawaqquf yaitu menyerahkan semua urusannya kepada Allah dengan tetap berhusnudz-dzan terhadap sikap para sahabat, sebab para ulama takut akan kelancangan lidah bila sampai bersikap salah kepada para sahabat, di mana sikap ini sangat bertolak belakang dengan sikap yang diambil oleh kaum Syi'ah, Khawarij, Nawashib dan Mu'tazilah atas fitnah perang dan pertumpahan darah yang terjadi antar para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di masa Khalifah Ali.
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya tentang siapa kelompok pembangkang (al-fi'atul baghiyah) yang membunuh Ammar bin Yasir radhiyallahu anhu yang saat perang Shiffin beliau ikut bergabung dalam kelompok Ali dan beliau menemui syahidnya dalam peperangan itu ? maka beliau menjawab :
"Aku tidak akan membicarakan siapa mereka, karena meninggalkan pembicaraan tentangnya adalah lebih selamat."[9]
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :
"Mayoritas Ahlus Sunnah membenarkan kelompok Ali. Sedangkan yang memeranginya adalah kelompok pembangkang, namun mereka sepakat tidak mencela satu pun darinya sebab mereka telah berijtihad walaupun salah."[10]
Sebab para Ulama pun tahu ada hadits tentang larangan untuk mencaci para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam :
"Janganlah kalian mencela para sahabatku, jika ada diantara kalian yang sedekah emas sebesar gunung Uhud, niscaya hal itu tidak akan mampu menyamai satu orang dari mereka, bahkan setengahnya."[11]
Sungguh peperangan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, Khulafa'ur Rasyidin, para sahabat radhiyallahu anhum dan pasukan kaum muslimin setelah mereka adalah panggilan atas kewajiban menegakkan kalimat Allah, untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Tuhannya manusia. Namun simaklah sejarah perperangan mereka yang juga diakui oleh sebagian sejarawan Barat, bahwa tidak ada akhlak mulia yang dipraktekkan dalam berperang kecuali oleh pasukan Islam. Tidak membunuh wanita, anak-anak dan orang tua. Tidak membumihanguskan rumah-rumah dan tempat ibadah. Tidak mencincang musuh-musuhnya yang sudah menyerah atau bahkan yang sudah tewas. Sebab Islam tidak mengenal dan tidak mengajarkan kebencian yang membabi buta. Semua ada batasnya, sebab itulah rasa benci harus ada tambahannya yaitu benci karena Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan karena itulah ia berpahala.
Agama Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak dan perilaku. Menghargai nyawa, akal, harta, badan dan kehormatan. Kelima hal itu dijaga dan haram merusaknya. Oleh karena itulah ajaran Islam tentang akhlak mulia sesama muslim yang tertuang dalam Al-Qur'an dan Sunnah sangatlah banyak. Semua perilaku yang merusak kelima hal di atas dilarang. Cukuplah seorang muslim mengerti dan memahami perintah Allah Azza wa Jalla dan Nabi-NYA shallallahu alaihi wasallam :
Allah berfirman yang artinya :
"Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan."[12]
Dan Rasul-NYA bersabda yang artinya :
"Dari Abu Hurairah ra. dia berkata: Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya."[13]
Namun sekali lagi bahwa ajaran tentang cinta dan kasih sayang di atas adalah untuk situasi dimana tidak ada satu orang pun yang sedang berupaya berbuat makar dan pengrusakan. Bila terbukti ada upaya makar dan pengrusakan, maka berlakulah aturan "illaa bihaqqil islaam", ia harus dituntut sesuai hukum Islam. Dan bila yang berbuat makar dan pengrusakan adalah musuh dari luar agama Islam, maka yang berlaku adalah jihad dan pembelaan. Karena bila tidak melakukan jihad dan pembelaan terhadap agama, maka saat itulah ia layak disebut dengan sebutan yang telah Rasulullah katakan dalam haditsnya :
"Barangsiapa yang mati dan belum pernah berperang serta tidak meniatkan dirinya untuk itu maka dia mati dalam salah satu cabang kemunafikan."[14]
Selanjutnya adalah tanggapan kepada penceramah atas kedustaan dan penipuannya, baik penipuan terhadap sejarah, ayat Al-Qur'an, hadits Nabi, mazhab, sikap ulama Ahlus Sunnah terhadap agama syi'ah, pengingkaran terhadap Al-Qur'an sampai pada tuduhan keji kepada umat Islam dan pengaburan pemahaman yang dapat menimbulkan opini yang salah. Semuanya ia sampaikan dengan gaya yang sangat halus, sebab kelihatannya ia sudah faham betul bahwa orang awam akan mudah dipengaruhi dengan sikap-sikap yang lembut dan tidak kasar. Yang pasti, gaya seperti inilah yang dahulu sudah dipraktekkan oleh orang-orang Saba'iyyah dalam meletuskan perang Jamal setelah kedua belah pihak yaitu pasukan Ali bin Abi Thalib dan pasukan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anhuma bersepakat untuk berdamai.
Tapi bagi siapa saja yang mengerti sepak terjang mereka, akan sangat mudah mendeteksi, sebab dibalik kelembutan tersebut ternyata menimbulkan keresahan hubungan antara jama'ah-jama'ah Islam, karena memang tujuan mereka adalah bagaimana bisa diterima dengan baik dengan cara mengadu domba antar jama'ah yang ada. Modus-modus seperti inilah yang mirip dengan Harakatut Tabsyir atau gerakan misionaris yang bisa kita baca dalam buku Al-Gharatu 'Alal 'Alamil Islami Sayyid Muhibbuddin Al-Khathib.
Karena tidak mengira bahwa akan ada penceramah dari sebuah Radio swasta tersebut, maka penulis hanya mencatatnya dengan bantuan alat komunikasi beberapa tema yang diangkat dalam ceramahnya, dan penulis bersaksi di hadapan Allah Azza wa Jalla bahwa apa yang dikatakan oleh penceramah dan apa yang penulis tulis adalah benar adanya, semoga Allah menjadi saksi kelak di hari kiamat.
Yang aneh adalah, ia berjanji akan berbicara tentang khitanan, karena memang ia diundang dalam acara tasyakuran khitanan, namun sampai ia mengucap salam penutup, sedikit pun tak keluar dari mulutnya tema tentang khitanan, ia malah sibuk membangun opini agar hadirin memiliki sikap selalu mencintai persatuan walaupun ada perbedaan, meski yang ia maksud adalah menerima perbedaan agama antara Islam dengan Syi'ah, ia berkali-kali menyebut mazhab agar hadirin mengerti bahwa syi'ah adalah bagian dari mazhab Islam di bidang fikih.
Bersambung ke bagian 2, 3, 4
[catatan kaki ada di bagian 4]
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar