Seringnya kita menuntut diri
agar berbuat yang terbaik dalam pekerjaan kita. Apalagi saat setiap pekerjaan kita erat hubungannya dengan orang lain. Dan
setiap pekerjaan memang seringnya terkait dengan orang lain.
Sebuah contoh dari pekerjaan yang sangat erat
hubungannya dengan orang lain adalah mengajar. Kita setiap saat mulai detik
pertama bekerja sampai dengan detik terakhirnya, maka sembilan puluh persen
berinteraksi dengan peserta didik. Karena kita sebagai guru dan pendidik maka tuntutan
kebaikan dari diri kita sangatlah ketat. Sebab guru katanya digugu dan ditiru.
Maka jangan sampai ada hal-hal buruk dari kita yang digugu dan ditiru oleh
murid-murid kita.
Karenanya, pekerjaan sebagai guru itu menuntut
kita agar tepat waktu saat mengajar dan bertemu dengan murid-murid kita.
Bersikap ramah dan santun dengan mereka. Banyak tersenyum agar mereka nyaman saat
kita berada di tengah-tengahnya. Tidak bersuara keras saat bicara dengan
mereka, apalagi membentaknya. Selalu siap siaga saat murid-murid kita bertanya
dan meminta bantuan memahami pelajarannya. Selalu memberi semangat dan motivasi
agar mereka sabar dalam belajar.
Meski kadangkala badan kita telah sangat letihnya,
ditambah pikiran yang lelah dengan berbagai persoalan hidup, namun kita kerap
menunjukkan rasa antusias yang tinggi dan luar biasa kepada murid-murid kita.
Sebab kita bertanggung jawab atas pekerjaan kita sebagai guru mereka.
Dan.......
Sesampainya kita di rumah, tiba-tiba anak kita
memanggil,
"Ayah, Ibu, adik ada
PR..!"
Sang pak guru langsung menyahut,
"Ya sudah cepat kerjain,
ntar kamu keburu tidur lagi..!!"
Sedang bu guru tak mau kalah,
"Kan tinggal nyalin ke buku, sudah tulis
aja..!!"
Ternyata kita adalah guru di
luar rumah kita, sedang saat di dalam rumah, kita bukanlah guru. Dan boleh jadi
tidak semua kita menyadari bahwa perilaku terbaik kita saat menjadi guru di
luar rumah adalah karena kita memang dituntut. Ya, dituntut karena kita digaji sebagai guru. Dituntut karena kita dibayar
sebagai pengajar. Kita rela dan ridha berletih-letih menjadi guru di luar rumah
sebab kita mendapatkan gaji dan bayaran berupa uang. Dan itu tidaklah salah.
Yang salah adalah saat kita tidak tahu dan lupa
bahwa menjadi guru di dalam rumah juga bergaji. Yang menggaji adalah Sang Pemberi
amanah berupa murid-murid yang ada dalam rumah kita. Dan boleh jadi gaji kita
sebagai guru di dalam rumah jauh lebih besar dan lebih tinggi dari pada gaji
kita sebagai guru di luar rumah. Namun yang pasti, karena gaji kita baru
diberikan kelak makanya kita sering menganggapnya tiada.
"Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih
baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)" [Adh Dhuha : 4]
Jadi, bisakah kita tepat waktu saat mengajar dan bertemu
dengan anak-anak kita?
Bersikap ramah dan santun
dengan mereka.?
Banyak tersenyum agar mereka
nyaman saat kita berada di tengah-tengahnya?
Tidak bersuara keras saat
bicara dengan mereka, apalagi membentaknya?
Selalu siap siaga saat murid-murid kita bertanya
dan meminta bantuan memahami pelajarannya?
Selalu memberi semangat dan
motivasi agar mereka sabar dalam belajar?
-------------
Fairuz Ahmad.
Bintara, 6 Dzulqa'dah 1434
H./ 11 September 2013 M.