Rabu, 25 Desember 2013

Bedah Buku MUI 5

Hari Jum'at sore tanggal 20 Desember kemarin mengisi kajian tentang penyimpangan agama Syi'ah untuk guru-guru Al Azhar di Bekasi. Seperti biasa saya hadiahkan satu buku dan saya bahas masalahnya lebih dalam dengan menampilkan isi jeroan agamanya. Ternyata saat sesi tanya jawab, ada yang membuat nelongso hati (kalau pak beye tahu pasti bilang, saya turut prihatin), sebab orang tuanya, yaitu ayah dan ibunya sejak 5 bulan yang lalu telah rajin ikut sebuah pengajian di daerah Condet.


Pada tanggal sepuluh Muharram saat umat Islam disunnahkan untuk berpuasa hari Asyura mereka bilang pada anaknya bahwa berpuasa padanya adalah tidak benar dengan alasan sebagai berikut:

Puasa sunnah hari Asyura bukan ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam, melainkan ajaran Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu anhuma sebagai bentuk rasa gembiranya atas kematian Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Padahal Khalifah Ali menemui syahidnya pada bulan ramadhan tahun 40 H. dan bukan di bulan Muharram. Justru yang syahid terbunuh di bulan Muharram hari Asyura adalah anak beliau, Husain. Bila memang rasa gembiranya Mu'awiyah harus dibuat ritual maka seharusnya peringatan itu di bulan ramadhan dan bukan di bulan muharram. Bahkan kalau melihat riwayat-riwayat hadits yang ada tentang puasa Asyura, maka puasa tersebut sudah ada sejak zaman jahiliyyah. Walhasil, mampu menggunakan akal untuk berpikir adalah nikmat dari Allah.

Terkait dengan kegembiraan Mu'awiyah radhiyallahu anhu ini maka Mu'awiyah memerintahkan kepada sahabat Nabi, Abu Hurairah radhiyallahu anhu agar membuat hadits palsu tentang puasa Asyura. Padahal, hadits-hadits tentang Asyura diriwayatkan oleh banyak sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam namun sejauh yang saya lihat dan cek riwayat-riwayatnya, hampir tak ada satu pun—wallahu A'lam--riwayat dari jalan Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Jadi atas dasar apa mereka menuduh Abu Hurairah radhiyallahu anhu sebagai pendusta dan pengarang hadits. Bila tuduhan tersebut tidak benar maka ungkapan yang paling pas bagi mereka adalah "maling teriak maling". Walhasil, mampu menggunakan akal untuk berpikir adalah nikmat dari Allah.

Lalu ada juga seorang peserta yang tadinya turut andil dalam mengundang Habib Husen Alatas untuk mengisi kajian rutin di sebuah masjid di Jakarta, namun setelah melihat jeroan referensi agama Syi'ah yang sudah saya tayangkan dan juga penipuan yang diwajibkan atas nama agama taqiyyah, tiba-tiba ia langsung menghubungi pengurus masjid agar menyudahi kontrak kajian sang Habib. Walillahilhamd.

Sekarang tinggal menunggu perkembangan selanjutnya dari dua kasus diatas di bulan depan. Mudah-mudahan Allah selamatkan umat Islam dari para GPA alias Gerakan Pengacau Agama.

Fairuz Ahmad.

Bintara, 19 Shafar 1435 H./22 Desember 2013 M.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar