Alhamdulillah bedah buku MUI tentang penyimpangan agama Syi'ah di negeri
Tambun berjalan lancar atas izin Allah. Sebagaimana pada bedah buku yang
pertama, maka suasana jama'ah pun hampir sama, belum banyak yang tahu tentang
agama yang satu ini.
Ada seorang ibu-ibu yang dahulu pernah
kuliah di kota Bandung bercerita bahwa ia baru tahu kalau
IJABI itu Syi'ah. Dahulu saat kuliah, beberapa dosennya sangat bangga
mengatakan bahwa mereka adalah pengurus IJABI. Dan pada saat itu tak satupun yang menegaskan dirinya Syi'ah. Dan begitulah
memang sikap orang-orang Syi'ah yang dalam ajarannya mewajibkan dusta alias
taqiyyah.
Lalu ada yang bertanya
tentang ketegasan sikap MUI untuk menekan pemerintah agar memberikan status
yang jelas terhadap Syi'ah. Sayangnya pertanyaan tersebut memang agak rumit
untuk saya jelaskan karena saya sendiri bukan orang MUI, tapi orang Bintara. Asli
dari kota Gresik di negeri Jawa.
Kebanyakan pertanyaan jama'ah
adalah seputar ciri-ciri orang Syi'ah seperti apa? Dalam hati saya berkata,
"mbok ya jangan nanya tentang kaum siluman kenapa ya...?" ya, saya
katakan kaum siluman karena mereka punya ajian taqiyyah yang dapat mengelabui
siapa saja terutama yang dianggap musuh-musuhnya. Bagi yang pernah nonton
serial film "Manimal" di tahun 80-an pasti tak akan asing dengan
kemampuan sakti tersebut.
Dan mungkin saking geregetannya hingga akhirnya ada seorang ibu-ibu yang
mengusulkan sesuatu yang sesuatu banget. Ia mau mengajak ibu-ibu majlis
ta'limnya di sekitar tempat ia tinggal untuk mengumpulkan tanda tangan
masing-masing lalu dikirimkan ke presiden. Oalah bu..bu..usulannya kok ya mantab
sekali. Sayang bu sekarang si dia lagi sibuk mau bikin hp anti sadap. Jadi
kayaknya tidak ada waktu untuk ngurusin syia. Orang syibe dan syice aja ngga diurusin…
Tak lupa saya sampaikan terima kasih saya sepanjang-panjangnya kepada panitia,
kru dan juga figuran Yayasan La Tahzan Tambun yang memfasilitasi acara bedah
buku dan pemberian buku MUI kepada masyarakat sekitar. Semoga Allah mencatat
amal kebaikan mereka sebagai amal shaleh dan juga jihad melawan gerakan perusak
agama.
Terakhir saya juga berterima kasih yang sesedap-sedapnya atas hadiah
dari panitia berupa sekotak persegi panjang berisi kopi yang mengandung doping
bernama tongkat ali. Bagi kawan-kawan yang mau silakan minum bersama di rumah
saya di negeri Bintara yang kalau mendung mirip sekali dengan Alaska. (Alas, dalam bahasa Jawa artinya hutan, sedang ka singkatan dari
kamboja…hehe).
Fairuz Ahmad.
Bintara, 21 Muharram 1435 H./25 Nopember 2013 M.