Spontan seorang lelaki berteriak kecil saat
ia mencuci tangannya di kobokan air yang diberi potongan jeruk nipis selepas
makan siang dengan menu yang lengkap. Ada
ikan asin, gurame bakar, lalapan daun kemangi, terong bulat, timun, daun
selada, sambal terasi serta nasi timbel khas negeri Pasundan.
Ia
pun akhirnya meringis dan sejenak lupa akan nikmatnya santapan siang yang baru
saja ia rasakan. Hilang tergantikan dengan rasa perih yang ada di jari
telunjuknya. Ia mengamati jarinya sebentar dan kemudian mendapati bahwa ada
sedikit luka akibat tergores benda tajam.
Kobokan air jeruk nipis memiliki fungsi untuk
membersihkan kotoran dan bau yang tidak sedap. Hanya itulah fungsinya. Sangat
sederhana. Semua kotoran dan bau tak sedap di tangan akan hilang bila ia dicuci
dengannya. Namun akan sangat terasa
menjengkelkan saat yang kita cuci adalah tangan kita yang sedang bermasalah
karena ada luka. Mungkin juga ada di antara kita yang akhirnya tidak mau
mencuci tangannya karena takut perih. Namun resikonya, kotor dan bau tetaplah
menempel di tangan kita.
Dan
sejatinya, begitulah keadaan diri kita. Sama seperti sebuah jari. Bila ia sehat
maka dengan senang hati selalu membersihkan dirinya dari kotor dan bau tak
sedap. Bahkan setiap saat ia pasti menuntut kebersihan dirinya. Sebaliknya bila
ia tidak sehat karena ada luka, maka ia enggan mencelupkan dirinya ke dalam
kobokan air jeruk nipis, meski ia tahu bahwa ia akan bersih dengan cara itu.
Diri
kita pun sama, saat sehat ia dengan senang hati menerima nasehat. Sebab nasehat
adalah pintu kebaikan dan kebersihan diri. Karena itulah ia banyak memberi
manfaat bagi kita. Bukankah seperti itu yang Allah katakan dalam Al-Qur'an :
"Dan berilah peringatan, sesungguhnya peringatan itu memberi manfaat
bagi orang-orang beriman" [Adz-Dzariyaat : 55]
Lihatlah
beberapa sisi hikmah dari ungkapan dan lafal yang dipakai oleh Allah dalam ayat
tersebut.
Saat
Allah memulainya dengan kata "wa" yang artinya "dan" maka
itu adalah bentuk kehalusan bahasa Allah saat berbicara dengan hamba-hamba-NYA
yang beriman. Allah tidak sekonyong-konyong mengatakan, "Berilah
peringatan". Namun Ia perhalus iramanya dengan kata "dan".
Maka hikmah yang pertama adalah nasehat haruslah disampakan dengan cara yang
halus. Sebab sudah selayaknya orang mukmin mendapatkan perlakuan yang halus.
Sedang
hikmah yang kedua adalah ungkapan Allah "tanfa'u" yang dalam bahasa
Arab adalah bentuk kata kerja yang memiliki keterkaitan waktu sekarang dan akan
datang. Di sinilah letak kedalamannya, bahwa peringatan itu sudah selayaknya
disampaikan kapan pun, sebab ia senantiasa memberikan manfaat kebaikan bagi
orang beriman.
Dan
hikmah yang terakhir adalah ungkapan Allah "Al-Mukminin" yang artinya
"Orang-orang beriman", sebab hanya orang yang berimanlah yang mampu
menerima nasehat. Ia tidak sombong sebab kesombongan tempatnya di Neraka meski
ia hanya sekecil biji atom.
Namun
suatu saat diri kita bisa saja menolak nasehat yang baik sebagaimana jari,
sebab ada luka di hati kita. Luka itulah yang kadang membuat kita perih. Perih
karena rasa malu, perih karena kita orang besar, perih karena kita punya ilmu,
perih karena kita punya jabatan, perih karena kita orang kaya.
Akhirnya
perih-perih itulah yang kadang membuat kita mempertahankan diri untuk tidak
menerima obat. Sedang kita tahu bahwa luka tak boleh dibiarkan, karena boleh
jadi ia akan berubah menjadi musibah yang tak cukup waktu dan usia kita untuk
menyembuhkannya. Dan sebab itu jugalah, suatu saat kita hanya mengingat perih karena
sudah terlalu lama menikmati sedapnya santapan menu nasi timbel lengkap dengan
ikan asin dan sambal terasinya.
Jadi,
jangan salahkan kobokan yang berisi air jeruk nipis, namun ketahuilah bahwa sejatinya
ada luka di jari kita. Wallahu A'lam
Fairuz
Ahmad.
Bintara,
3 Rajab 1434 H./ 13 Mei 2013 M.