Oleh : Baraa Nezar Rayyan.
Terjemahan : Fairuz Ahmad.
Kemudian kami pun keluar dari kamar mayat sedang istri saya bersandar
ke badan saya, sementara orang-orang di sekitar melihat kami dalam
kondisi seperti itu, ada yang bilang :
"Semoga Allah memberikanmu kesabaran saudariku…", ada juga yang tidak tahu harus bilang apa!
Segalanya menjadi kecil di mata ini, tidaklah saya melihat kecuali
Walaa, bahkan saya seperti hanya melihat dua matanya, di balik cadarnya
sudah terlihat memerah oleh tangisan!
Demi Allah, saya melihat matanya seakan lebih besar melebihi apapun
di dunia ini, bahkan lebih besar dari dunia itu sendiri, sungguh saya
tidak melihat selain matanya..!
Selang satu jam, semua jenazah sudah siap untuk dishalatkan, di
halaman masjid yang telah hancur nampak orang-orang sudah berkumpul,
saya melihat Abu Mush'ab berkhutbah dari atas mobil meskipun saat itu
situasi masih berbahaya, saya melihat kesedihan di matanya dan juga ada
kemarahan di wajahnya, saya tidak mendengar apa yang ia
sampaikan..kecuali satu hal yang saya ingat yaitu dia mengatakan :
"Sesungguhnya Syeikh Nezar Rayyan adalah orang yang menyalakan api Intifadhah pertama !!"
Saat itu hari jum'at, yang bertindak sebagai khathib adalah Syeikh
Abul Baraa, saya tak bisa mencerna dengan baik apa yang beliau
khutbahkan, hanya saja saat beliau bercerita tentang ayah ia berkata :
"Dahulu, Syeikh kita ini……"
Kata-kata beliau "dahulu syeikh kita ini" itulah yang membuat saya
tersadar, dalam hati saya berucap terima kasih kepada beliau karena
telah berkata "syeikh kita", padahal saya tahu betul bahwa beliau adalah
teman dekat ayah, dan suatu hari ayah pernah mengatakan kepada saya
bahwa Abul Baraa adalah orang yang lebih mulia dari pada kita semua!
Tiba-tiba dunia kembali terasa kecil..saat saya melihat ke depan, saya tidak melihat apapun kecuali jenazah keluarga saya!
Sebelah kanan saya jenazah ibunda sedang sebelah kiri jenazah
ayahanda, di depan saya adalah jenazah Abud, di dekatnya ada jenazah
Ghassan, lalu di sekitarnya ada jenazah Halimah dan Riim, sedang paling
ujung ada jenazah Aayah dan Maryam…
Setelah selesai shalat jenazah, saya pun berbicara di hadapan
orang-orang tentang mereka semua sebagaimana biasa dilakukan oleh orang
Arab, di antara yang saya sampaikan adalah:
"Ini adalah Abud...demi Allah ia sangat santun…ia juga sangat penurut!
Dan ini Halimah, usianya baru 5 tahun, demi Allah anaknya manja dan masih takut ! tahukah kalian bahwa ia takut rudal!
Dan ini Riim, sedikit lebih muda dari Halimah, tapi ia pintar dan terampil…ia sudah bisa mengerti seperti seorang gadis!
Akhirnya saya tidak kuat lagi dan bersandar ke tubuh kakek saya Abu Mahir dan ia berkata:
"Sudahlah Baraa, kami mengenal mereka semua…"
Saat itu saya masih berdiri dari satu jenazah berpindah ke jenazah
yang lain!, saya masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ciumanku
adalah kali terakhir buat mereka!
Saya pun memeluk jenazah ayah…saya cium tangan beliau…saya tumpahkan
wajah ini ke tangannya…sedang air mata telah membuatnya basah…akhirnya
orang-orang pun mengangkat saya dari tangan ayah!
Tangan beliau telah dingin dan kering, namun karena tumpahan air mata ia seakan kembali lembut dan hangat!
Telah 2 tahun kejadian itu berlalu…
Namun saat saya menyendiri…dan memutar kembali kenangan tersebut…saya
tidak melihat kecuali ibu yang terus memandangiku saat saya berjalan
menuju rumah, dan tangan ayah yang hangat meski sudah tak ada nyawa!
Lalu dahi Usamah yang berdarah akibat luka, jilbab Aayah, wajah
ibundanya, baju panjang ibu saya, saat Bilal memelukku, kata-kata Walaa,
juga tangisan Muhammad dan kepiluan nenek saya, Ummu Ziyad…
Ya, sudah 2 tahun kejadian itu berlalu…
Namun ada sesuatu dalam diri ini yang tidak dapat hilang selama dua
tahun itu, bahkan sedetik pun tidak bisa..baik pada saat saya membaca,
menulis, mendengar, berceramah, belajar, mengajar, saat saya bergembira
dan bersedih, saat tertawa dan menangis, saya saya lemah, saat saya
bangkit, saat saya puasa, shalat, saat sedang bercanda atau sedang
bekerja, saat ada waktu luang, saat menemani seseorang ataupun
sendirian…setiap saat, selalu ada sesuatu yang membangkitkanku, seakan
ada yang menyeru dari dalam jiwa :
"Apapun yang kamu lakukan, kemanapun kamu pergi, dan sepanjang apa
hidupmu…tidaklah dirimu kecuali dirimu saat ini…seorang yang dirundung
kesedihan karena kematian..!!
----------Alhamdulillah selesai bi idznillahi Ta'ala
Bintara, 22 Shafar 1434 H./ 5 Januari 2013 M.