Minggu, 29 Desember 2013

Detik-detik Syahidnya Dr. Nezar Rayyan Dan Keluarganya (3)

Oleh : Baraa Nezar Rayyan.
Terjemahan : Fairuz Ahmad.

Kemudian kami pun keluar dari kamar mayat sedang istri saya bersandar ke badan saya, sementara orang-orang di sekitar melihat kami dalam kondisi seperti itu, ada yang bilang :

"Semoga Allah memberikanmu kesabaran saudariku…", ada juga yang tidak tahu harus bilang apa!

Segalanya menjadi kecil di mata ini, tidaklah saya melihat kecuali Walaa, bahkan saya seperti hanya melihat dua matanya, di balik cadarnya sudah terlihat memerah oleh tangisan!

Demi Allah, saya melihat matanya seakan lebih besar melebihi apapun di dunia ini, bahkan lebih besar dari dunia itu sendiri, sungguh saya tidak melihat selain matanya..!

Selang satu jam, semua jenazah sudah siap untuk dishalatkan, di halaman masjid yang telah hancur nampak orang-orang sudah berkumpul, saya melihat Abu Mush'ab berkhutbah dari atas mobil meskipun saat itu situasi masih berbahaya, saya melihat kesedihan di matanya dan juga ada kemarahan di wajahnya, saya tidak mendengar apa yang ia sampaikan..kecuali satu hal yang saya ingat yaitu dia mengatakan :

"Sesungguhnya Syeikh Nezar Rayyan adalah orang yang menyalakan api Intifadhah pertama !!"

Saat itu hari jum'at, yang bertindak sebagai khathib adalah Syeikh Abul Baraa, saya tak bisa mencerna dengan baik apa yang beliau khutbahkan, hanya saja saat beliau bercerita tentang ayah ia berkata :

"Dahulu, Syeikh kita ini……"

Kata-kata beliau "dahulu syeikh kita ini" itulah yang membuat saya tersadar, dalam hati saya berucap terima kasih kepada beliau karena telah berkata "syeikh kita", padahal saya tahu betul bahwa beliau adalah teman dekat ayah, dan suatu hari ayah pernah mengatakan kepada saya bahwa Abul Baraa adalah orang yang lebih mulia dari pada kita semua!

Tiba-tiba dunia kembali terasa kecil..saat saya melihat ke depan, saya tidak melihat apapun kecuali jenazah keluarga saya!

Sebelah kanan saya jenazah ibunda sedang sebelah kiri jenazah ayahanda, di depan saya adalah jenazah Abud, di dekatnya ada jenazah Ghassan, lalu di sekitarnya ada jenazah Halimah dan Riim, sedang paling ujung ada jenazah Aayah dan Maryam…

Setelah selesai shalat jenazah, saya pun berbicara di hadapan orang-orang tentang mereka semua sebagaimana biasa dilakukan oleh orang Arab, di antara yang saya sampaikan adalah:

"Ini adalah Abud...demi Allah ia sangat santun…ia juga sangat penurut!

Dan ini Halimah, usianya baru 5 tahun, demi Allah anaknya manja dan masih takut ! tahukah kalian bahwa ia takut rudal!

Dan ini Riim, sedikit lebih muda dari Halimah, tapi ia pintar dan terampil…ia sudah bisa mengerti seperti seorang gadis!

Akhirnya saya tidak kuat lagi dan bersandar ke tubuh kakek saya Abu Mahir dan ia berkata:

"Sudahlah Baraa, kami mengenal mereka semua…"

Saat itu saya masih berdiri dari satu jenazah berpindah ke jenazah yang lain!, saya masih belum bisa menerima kenyataan bahwa ciumanku adalah kali terakhir buat mereka!

Saya pun memeluk jenazah ayah…saya cium tangan beliau…saya tumpahkan wajah ini ke tangannya…sedang air mata telah membuatnya basah…akhirnya orang-orang pun mengangkat saya dari tangan ayah!

Tangan beliau telah dingin dan kering, namun karena tumpahan air mata ia seakan kembali lembut dan hangat!

Telah 2 tahun kejadian itu berlalu…

Namun saat saya menyendiri…dan memutar kembali kenangan tersebut…saya tidak melihat kecuali ibu yang terus memandangiku saat saya berjalan menuju rumah, dan tangan ayah yang hangat meski sudah tak ada nyawa!

Lalu dahi Usamah yang berdarah akibat luka, jilbab Aayah, wajah ibundanya, baju panjang ibu saya, saat Bilal memelukku, kata-kata Walaa, juga tangisan Muhammad dan kepiluan nenek saya, Ummu Ziyad…

Ya, sudah 2 tahun kejadian itu berlalu…

Namun ada sesuatu dalam diri ini yang tidak dapat hilang selama dua tahun itu, bahkan sedetik pun tidak bisa..baik pada saat saya membaca, menulis, mendengar, berceramah, belajar, mengajar, saat saya bergembira dan bersedih, saat tertawa dan menangis, saya saya lemah, saat saya bangkit, saat saya puasa, shalat, saat sedang bercanda atau sedang bekerja, saat ada waktu luang, saat menemani seseorang ataupun sendirian…setiap saat, selalu ada sesuatu yang membangkitkanku, seakan ada yang menyeru dari dalam jiwa :

"Apapun yang kamu lakukan, kemanapun kamu pergi, dan sepanjang apa hidupmu…tidaklah dirimu kecuali dirimu saat ini…seorang yang dirundung kesedihan karena kematian..!!

----------Alhamdulillah selesai bi idznillahi Ta'ala

Bintara, 22 Shafar 1434 H./ 5 Januari 2013 M.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar