"Kita mencela zaman
sedang celaan itu ada pada kita, maka tidaklah zaman itu memiliki cela selain
diri kita
Kita juga mencaci zaman yang
tak punya dosa ini, sekiranya ia sanggup bicara pastilah ia yang mencaci kita
Dan tidaklah serigala memakan
serigala, namun kitalah yang memakan sebagian dari kita"
Rasa-rasanya bait-bait syair
Imam Asy Syafi'i ini saya temukan gambarannya pada cerita-cerita sarat makna
tentang persahabatan dan pengkhianatan dalam buku Kalilah wa Dimnah. Dulu
sewaktu kuliah, buku ini belum sempat saya tamatkan, karena membacanya harus
pinjam dulu dari Perpustakaan. Tapi bukan itu problem utamanya. Justru
buku tersebut sangatlah berat dicerna bila membacanya sambilan alias sambil
cemilan atau sambil tiduran.
Menurut saya buku ini sangat-sangat cocok dibaca
oleh orang dewasa, apalagi saat hidup di masa sekarang yang di dalamnya dihuni
oleh penghuni-penghuni seperti para penghuni kebun binatang. Ada binatang cantik, lembut, pemalu, lemah,
bahkan sampai yang jahat, buas dan pengkhianat. Kadang ada intrik laksana intrik dalam dunia politik. Kadang pula ada cinta
buta mirip kisahnya Majnun Laila.
Konon buku ini adalah
nasehat-nasehat dalam bentuk cerita binatang yang ditulis oleh filosof di
negeri India bernama Bedapa. Ia adalah penasehat Raja Debsyalem. Raja Debsyalem
ini sebelumnya adalah seorang raja yang zalim, namun berkat nesehat-nasehat
Bedapa, ia dapat berubah seratus delapan puluh derajat. Maka cerita kehebatan
nasehat Bedapa itu akhirnya sampai ke Raja Persia bernama Kisra Anu Syirwan. Akhirnya
ia penasaran ingin memiliki nasehat-nasehat Bedapa yang telah dibukukan itu. Ia
lalu mengirim mata-mata bernama Barzaweh bin Azhar, seorang dokter dan juga
filosof Persia untuk mencuri salinan buku Bedapa tersebut, dan ia berhasil.
Pada masa Khilafah Abbasiyah,
ada sosok penulis dan juga penerjemah kitab-kitab bahasa asing bernama Ibnul
Muqaffa. Diceritakan bahwa Ibnul Muqaffa ini sangat piawai dalam menerjemah ke dalam
bahasa Arab, hingga kebanyakan para pembaca dan penikmat terjemahannya sering
kali mengira bahwa itu karangan asli Ibnul Muqaffa. Dan dialah yang kemudian
menerjemahkan kitab Kalilah wa Dimnah ini ke dalam bahasa Arab. Buku ini
berkisah tentang binatang-binatang dengan sifat dan ciri khas masing-masing
sebagaimana kitab Al Hayawan karangan Al Jahidz. Ada banyak kemiripan dengan sifat dan ciri
khas manusia, dan di situlah daya pikatnya. Selama saya membaca buku ini, maka
rasa-rasanya sifat manusia baik itu yang buruk maupun yang baiknya tercermin
dalam kisah tentang binatang-binatang yang ada dalam buku itu. Namun problem buku ini hanya satu, dan itu
satu-satunya yang bikin problem, yaitu njelimet. Tapi setelah njelimet
anda akan selamet.
Jadi selamat membaca..e..ee salah, beli dulu baru habis itu membaca..!!
Fairuz Ahmad.
Bintara di awal pagi, 28 Dzluqa'dah 1434 H./ 4 Oktober 2013 M.