Kamis, 12 Desember 2013

Kalilah wa Dimnah

Imam Asy Syafi'I berkata dalam bait syairnya,

"Kita mencela zaman sedang celaan itu ada pada kita, maka tidaklah zaman itu memiliki cela selain diri kita



Kita juga mencaci zaman yang tak punya dosa ini, sekiranya ia sanggup bicara pastilah ia yang mencaci kita



Dan tidaklah serigala memakan serigala, namun kitalah yang memakan sebagian dari kita"

Rasa-rasanya bait-bait syair Imam Asy Syafi'i ini saya temukan gambarannya pada cerita-cerita sarat makna tentang persahabatan dan pengkhianatan dalam buku Kalilah wa Dimnah. Dulu sewaktu kuliah, buku ini belum sempat saya tamatkan, karena membacanya harus pinjam dulu dari Perpustakaan. Tapi bukan itu problem utamanya. Justru buku tersebut sangatlah berat dicerna bila membacanya sambilan alias sambil cemilan atau sambil tiduran.
Menurut saya buku ini sangat-sangat cocok dibaca oleh orang dewasa, apalagi saat hidup di masa sekarang yang di dalamnya dihuni oleh penghuni-penghuni seperti para penghuni kebun binatang. Ada binatang cantik, lembut, pemalu, lemah, bahkan sampai yang jahat, buas dan pengkhianat. Kadang ada intrik laksana intrik dalam dunia politik. Kadang pula ada cinta buta mirip kisahnya Majnun Laila.

Konon buku ini adalah nasehat-nasehat dalam bentuk cerita binatang yang ditulis oleh filosof di negeri India bernama Bedapa. Ia adalah penasehat Raja Debsyalem. Raja Debsyalem ini sebelumnya adalah seorang raja yang zalim, namun berkat nesehat-nasehat Bedapa, ia dapat berubah seratus delapan puluh derajat. Maka cerita kehebatan nasehat Bedapa itu akhirnya sampai ke Raja Persia bernama Kisra Anu Syirwan. Akhirnya ia penasaran ingin memiliki nasehat-nasehat Bedapa yang telah dibukukan itu. Ia lalu mengirim mata-mata bernama Barzaweh bin Azhar, seorang dokter dan juga filosof Persia untuk mencuri salinan buku Bedapa tersebut, dan ia berhasil.

Pada masa Khilafah Abbasiyah, ada sosok penulis dan juga penerjemah kitab-kitab bahasa asing bernama Ibnul Muqaffa. Diceritakan bahwa Ibnul Muqaffa ini sangat piawai dalam menerjemah ke dalam bahasa Arab, hingga kebanyakan para pembaca dan penikmat terjemahannya sering kali mengira bahwa itu karangan asli Ibnul Muqaffa. Dan dialah yang kemudian menerjemahkan kitab Kalilah wa Dimnah ini ke dalam bahasa Arab. Buku ini berkisah tentang binatang-binatang dengan sifat dan ciri khas masing-masing sebagaimana kitab Al Hayawan karangan Al Jahidz. Ada banyak kemiripan dengan sifat dan ciri khas manusia, dan di situlah daya pikatnya. Selama saya membaca buku ini, maka rasa-rasanya sifat manusia baik itu yang buruk maupun yang baiknya tercermin dalam kisah tentang binatang-binatang yang ada dalam buku itu. Namun problem buku ini hanya satu, dan itu satu-satunya yang bikin problem, yaitu njelimet. Tapi setelah njelimet anda akan selamet.

Jadi selamat membaca..e..ee salah, beli dulu baru habis itu membaca..!!

Fairuz Ahmad.

Bintara di awal pagi, 28 Dzluqa'dah 1434 H./ 4 Oktober 2013 M.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar