Betapa susah dan repotnya
kita bila harus mengamalkan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang
satu ini. Memang sesanggup apa kita dan semampu apa, bila kemudian kita tidak
pernah boleh menyimpan kebencian dalam hati terhadap seorang pun dari kaum
muslimin dan tidak pernah boleh mendengki seorang pun atas nikmat yang Allah
berikan kepada orang lain.
Cobalah lihat diri kita sejujur-jujurnya dan perasaan apa yang langsung
muncul di hati kita saat terbayang orang-orang yang meski kadang kita akui
mereka masih muslim seperti kita namun hanya beda mazhab, atau beda manhaj,
atau beda harakah, atau beda pendapat, atau beda fatwa?
Bila yang muncul adalah rasa empet, enneg, alergi, mau muntah, ngomel,
gerutu, marah, dengki, pengen membantah setiap saat dan lain-lain, maka
ketahuilah bahwa dada kita memang masih sempit.
Jauh sekali diri kita dengan cerita tentang seorang sahabat yang tak
pernah sedikit pun terdengar ilmu maupun fatwanya. Dialah orang biasa yang
benar-benar biasa.
Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata: "Kami pernah duduk-duduk
bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, lalu beliau bersabda:
"Akan datang kepada kalian saat ini seorang dari penghuni surga".
Tiba-tiba muncul seorang laki-laki dari kaum Anshor, bekas air wudhunya masih
menetes di janggutnya, sambil menenteng kedua sandalnya dengan tangan kirinya.
Keesokan harinya Nabi SAW bersabda seperti kemarin. Lalu muncul orang tersebut
seperti kemarinnya. Pada hari ketiga Nabi SAW bersabda seperti itu pula, lalu
muncul lagi orang tersebut persis seperti keadaannya pada hari sebelumnya.
Tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bangkit, Abdullah bin
Amru radhiyallahu anhu mengikuti orang itu lalu berkata kepadanya, : "Aku
dimarahi oleh ayahku, lalu aku bersumpah tidak akan masuk kepadanya selama tiga
hari. Jika engkau izinkan, maka aku
akan tinggal di rumahmu". Orang itu menjawab: "Ya, boleh".
Kemudian Abdullah radhiyallahu anhu bermalam bersamanya selama tiga malam
berturut-turut. Anehnya ia tidak melihat orang tersebut shalat malam sedikit
pun hingga datang waktu fajar. Hanya saja Abdullah berkata: "Akan tetapi
aku tidak pernah mendengar orang itu berbicara kecuali yang baik-baik
saja".
Setelah berlalu tiga malam dan hampir saja aku meremehkan amal-amalnya,
aku pun berkata: "Wahai hamba Allah, sebenarnya antara aku dan ayahku
tidak ada masalah, akan tetapi aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda tentang engkau selama tiga kali, "Akan muncul kepada kalian
sekarang ini salah seorang dari penghuni surga". Lalu engkaulah yang
muncul selama tiga kali itu. Olehnya, aku ingin tinggal di rumahmu untuk
melihat amalmu agar aku dapat mencontohnya. Sayangnya aku tidak melihat engkau
melakukan suatu amal yang besar, maka apa sebenarnya yang membuat Rasulullah
bersabda seperti itu?". Ia berkata: "Amalanku seperti apa yang engkau
lihat". Ketika aku berpaling darinya, ia memanggilku dan berkata:
"Amalku seperti apa yang engkau lihat, hanya saja aku tidak pernah
menyimpan dalam hatiku kebencian terhadap seorang pun dari kaum muslimin dan
aku tidak pernah mendengki seorang pun atas nikmat yang Allah berikan
kepadanya". Maka Abdullah radhiyallahu anhu berkata: "Nah inilah yang
menyampaikanmu kepada surga tersebut'. (HR. Imam Ahmad, Nasai; dihasankan oleh
Syaikh Nashiruddin al Albani).
Bila memang hadits ini sangat
sulit untuk diamalkan, ya sudahlah tak usah kita pedulikan hadits itu.
Meski kita benci kepada
saudara kita yang penting kita tetap shalat malam.
Meski kita mendengki yang
penting kita tetap shalat malam.
Meski kita empet, enneg dan
mau muntah bila tersebut saudara kita yang beda-beda itu yang penting kita
tetap shalat malam.
Meski kita tidak berlapang
dada yang penting kita tetap shalat malam.
Meski kita tak mengamalkan
hadits itu yang penting kita tetap shalat malam.
Begitulah barangkali keyakinan kita. Semoga kita tidak lupa bahwa
jangan-jangan pahala shalat malam yang sudah banyak kita kumpulkan nyatanya
kelak Allah limpahkan semuanya kepada saudara-saudara kita yang sewaktu di
dunia kita enneg dan alergi saat melihat mukanya dan saat mendengar
kata-katanya.
Fairuz Ahmad.
Bintara menjelang merem, 15 Muharram 1435 H./18 Nopember 2013 M.