Minggu, 08 Desember 2013

IBADAH KITA BERGANTUNG PADA KESABARAN

Ibadah laksana sebuah bangunan. Ia dapat berdiri tegak dan dalam jangka waktu yang lama bila dibangun di atas pondasi yang kuat. Saat pondasi dibuat kokoh maka bangunan yang bertumpu kepadanya juga akan kokoh. Begitu juga sebaliknya, saat pondasi dibuat asal-asalan alias asal jadi, atau bahkan mungkin ada sebuah bangunan yang berdiri tanpa pondasi, maka tidak perlu menunggu waktu lama kita akan menyaksikan bangunan tersebut runtuh.
Ada banyak orang membangun rumah dengan segala bentuk dan warna-warninya. Ia telah merancangnya semewah dan seindah mungkin. Mampu memesonakan siapa saja yang memandangnya, karena memang ia penuh pesona. Mampu membuat setiap orang berangan-angan memilikinya, karena memang ia membuat nyaman siapa saja. Semua merasakan decak kagum dalam hatinya oleh sebab mata telah jatuh dalam pandangannya. Alangkah indah dan mewahnya rumah di hadapannya.

Namun apa jadinya bila ternyata rumah mewah dan indah itu hanya dibangun langsung di atas tanah tanpa pondasi. Betapa tertipunya orang-orang yang sudah kagum dengan kemewahan dan keindahannya. Dan yang paling utama, betapa ruginya sang pemilik rumah, bila tidak lama lagi kemewahan dan keindahan rumahnya akan segera runtuh. Dan lebih berbahaya lagi saat reruntuhan rumahnya menimpa sang pemilik rumah. Sebuah ironi akibat tumpukan kerugian-kerugian saat membangun rumah mewah tanpa pondasi.
Sejatinya bila kita mau jujur, ternyata perilaku kita dalam membangun rumah, kadang tidak kita sadari telah menyapa perilaku kita dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalam beribadah kita tak ubahnya  membangun sebuah rumah. Ada yang penuh perhitungan matang sehingga menghasilkan bangunan rumah yang kokoh sebab ia telah membangunnya di atas pondasi yang kokoh. Namun di antara kita ada pula yang beribadah sebagaimana orang membangun rumah dengan tidak memperhatikan pentingnya pondasi, bahkan ada yang tanpa pondasi.
Ada beberapa sebab yang membuat kita membangun rumah dengan pondasi asal-asalan atau sama sekali tanpa pondasi, di antaranya adalah:
Isti'jal / Tergesa-gesa.
Bila kita terburu-buru membangun rumah maka bisa dipastikan sikap ketergesaan itu akan menghasilkan bangunan rumah yang kurang sempurna. Boleh jadi kita lupa membangun pondasi atau lupa membuatnya kokoh. Sebab tergesa-gesa akan menumpulkan akal untuk berpikir, mengeringkan jiwa yang berakibat rumah pun akhirnya tak terasa nyaman. Begitulah gambaran kita saat beribadah. Bila dilakukan tergesa-gesa maka bukan saja kita telah kehilangan akal untuk sekedar berpikir bahwa ibadah itu ditujukan kepada Allah. Dan itulah yang menyebabkan jiwa kita terasa kering saat beribadah.
Lebih Mementingkan Penampilan.
Ada juga persoalan kita saat membangun rumah, yaitu terlalu mementingkan penampilannya. Perhatian kita hanya terfokus pada bentuknya yang mewah, indah dan sedap dipandang mata. Namun alangkah rugi dan berbahaya saat bangunan rumah yang megah dan indah itu ternyata tanpa pondasi. Kemegahannya pun akan menipu setiap orang yang memandangnya. Maka apa jadinya saat kita beribadah dengan sangat khusyu' dan penuh penghayatan itu ternyata hanya penampilan yang seakan-akan. Ya, seakan-akan khusyu' dan penuh penghayatan, namun sejatinya ia hanya sebatas penampilan.
Kebodohan.
Bahwa membangun rumah membutuhkan adanya ilmu. kita tidak sekedar membangun rumah kemudian bisa dihuni. Dan salah satu ilmunya adalah harus membangun pondasi. Bila kita tidak tahu cara membangun rumah yang benar, boleh jadi kita membangunnya tanpa pondasi.
Kompetisi.
Saat fokus kita adalah bersaing dalam membangun rumah dengan para tetangga, maka boleh jadi suatu saat kita terjebak pada hal-hal yang tidak penting. Sebab bersaing berarti harus menang dalam perlombaan. Mungkin harus menang dalam keindahannya, mungkin juga penyelesaiannya, atau mungkin besar fisiknya. Bila kita sadar bahwa membangun rumah pada suatu saat tak perlu persaingan, maka kita tidak akan perduli dengan apa yang dihasilkan dan dicapai oleh tetangga kita. Sebab yang penting kita pun membangun sebuah rumah untuk kita huni sendiri. Betapa lelahnya kita bila setiap saat harus melakukan persaingan dengan para tetangga.
Pada akhirnya semua tak akan bertahan lama, sebab semuanya membutuhkan pondasi yang kokoh. Dan pondasi dalam beribadah adalah sabar.
Dan tahukah kita bahwa saat kita beribadah, kita diharuskan bersabar. Seperti kata para ulama, bahwa salah satu bentuk sabar adalah sabar saat menjalankan ibadah.
Bila kita kehilangan kesabaran, bukan saja shalat yang menjadi sebuah gerakan olah raga, namun bibir kita pun akan sulit mengulas senyum.
Sungguh, mengurus rumah tangga adalah ibadah. Mengurus suami adalah ibadah. Mendidik istri adalah ibadah. Mengurus anak-anak adalah ibadah. Bergaul dengan tetangga adalah ibadah. Mencari nafkah adalah ibadah. Dan sejatinya, semua hal bagi seorang muslim adalah ibadah. Dan kebanyakan ibadah adalah pekerjaan yang sulit dan menyulitkan. Namun ia menjadi ringan, bahkan sangat ringan, bila kita menunaikannya dengan penuh kesabaran.
Fairuz Ahmad.
Bintara, selesai menguburkan jenazah 16 Jumadil Ula 1434 H./ 28 Maret 2013 M.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar