Senin, 09 Desember 2013

SALAH SATU BUKTI BAHWA SYI'AH ADALAH AGAMA TERSENDIRI

Bukti bahwa syi'ah adalah agama tersendiri tercermin dari definisi hadits shahih yang sangat berbeda dengan definisi hadits shahih menurut Ulama Islam, hadits shahih menurut syi'ah:
Shahih: Apa yang tersambung sanadnya sampai kepada Al-Ma'shum (alaihissalam) melalui imam yang adil dari imam adil lainnya yang setara pada setiap thabaqah (tingkatan)nya.[1]
Sedang dalam Islam: Apa yang tersambung sanadnya melalui riwayat rawi dhabith dan adil dari rawi dhabith dan adil lainnya dari awal sampai akhirnya, tanpa ada syudzudz dan illat.[2]

Jadi hadits shahih menurut ulama Ahlus Sunnah adalah hadits yang terpenuhi 5 syarat:
  1. Sanad yang tersambung
  2. Perawinya dhabith, yaitu sadar saat menerima dan meriwayatkan hadits, kuat hafalannya dan tidak pernah salah sehingga tahu bila ada distorsi sanad maupun matan, faham bila ia meriwayatkannya secara makna.
  3. Perawinya adil, yaitu lurus agamanya, akhlaknya terjaga, terbebas dari perilaku kefasikan dan perilaku yang dapat menghilangkan harga dirinya.
  4. Riwayatnya tidak ada syudzudz, yaitu riwayat seorang rawi tsiqah (dhabith dan adil) yang menyelisihi riwayat rawi yang lebih tsiqah.
  5. Riwayatnya tidak ada illat, yaitu cacat seperti riwayat hadits shahih padahal mursal atau munqathi', marfu' padahal mauquf dll.
Bila kita melakukan muqaranah(perandingan) kedua definisi di atas, jelas perbedaannya sangatlah tajam.
Dalam agama syi'ah, sanad yang tersambung sampai kepada al-ma'shum ini di beberapa literatur syi'ah kadang ditulis al-ma'shum dan setelahnya ada huruf 'ain dalam kurung yang artinya adalah alaihis salam, dan kalimat alaihis salam ini kadang dipakai untuk Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan kadang dipakai untuk Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Namun yang sering dipakai untuk Ali adalah huruf 'ain, sedang untuk Nabi adalah huruf siin. Yang mengherankan adalah kenapa ulama mereka ini tidak menggunakan lafal yang sharih (jelas) siapa sebenarnya yang dimaksud dengan al-ma'shum?
Bila yang dimaksud adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka syarat ini bersepakat dengan definisi ulama Ahlus Sunnah, namun bila yang dimaksud adalah Ali radhiyallahuanhu maka syarat ini berselisih.
Kalau dalam definisi Ahlussunnah terkait syarat perawi adalah dhabith dan adil, maka dalam agama syi'ah syarat perawi adalah harus seorang imam mereka (an yakuuna imaamiyyan) dan imam tersebut syaratnya mamduuhan.[3]
Syarat perawi harus seorang imam inilah bukti bahwa syi'ah itu agama tersendiri, sebab menyalahi definisi ulama Ahlus Sunnah. Karena syarat perawi harus seorang imam mereka berdampak pada tidak diterimanya sahabat-sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam sebagai perawi hadits. Dan bila para sahabat ini meriwayatkan hadits maka otomatis haditsnya tertolak. Sebenarnya akar masalah ini adalah karena dalam agama syi'ah para sahabat Nabi adalah kafir, jadi tidak mungkin orang kafir diterima riwayatnya.
Sedangkan "mamduuh" adalah syarat bagi imam tersebut yaitu "an yakuuna (imaamiyyan) mamduuhan". Dan maksud dari mamduuh adalah pujian khusus. Yaitu seorang imam tersebut telah mendapatkan pujian khusus berupa "sifat adil" meski tidak mendapatkan pujian dalam hal keilmuan dan kejujurannya.[4] Jadi yang penting bagi mereka, perawi hadits shahih haruslah seorang imam yang mamduuh, meski ilmu dan kejujurannya tidak mendapat pujian alias dipertanyakan. Bila ia meriwayatkan hadits, maka haditsnya shahih meski syadz. Maka dari itu, dalam literatur mereka disebutkan bahwa hadits itu ada yang disebut hadits shahih syadz.[5]
Sungguh tampak sekali kerancuan dalam definisi hadits shahih dalam agama syi'ah ini. Sebab bila syaratnya adalah 2, yaitu sanad yang tersambung, meski kita dibuat bingung kemana sanad itu bersambung, ke Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ataukah ke Ali radhiyallahu anhu. Lalu yang kedua adalah perawi haruslah seorang imam mereka. Maka yang akan terjadi adalah berserakannya hadits-hadits palsu di kitab-kitab mereka seperti kitab Al-Kafy, Nahjul Balaghah, Biharul Anwar dan juga kitab-kitab tafsir mereka seperti Tafsir Al-Qummy, Al-majlisy dan lain-lain. Sebab yang penting adalah hadits tersebut nyambung dan perawinya adalah imam-imam mereka, tidak peduli meski matannya tidak sesuai dengan keimanan, akal dan akhlak.[6]
Dan bila mereka secara sharih mengatakan bahwa imam itu syaratnya adalah mamduuh, maka pertanyaan yang muncul adalah, adakah imam mereka yang tidak mamduuh? sehingga sampai keluar syarat imam harus mamduuh?
Fairuz Ahmad.
Bintara, 3 Sya'ban 1434 H./12 Juni 2013 M.
-----------
Catatan :
[1] Qawa'idul Hadits oleh Muhyiddin Al-Musawy Al-Ghuraify, cet. 2 hal. 24, Darul Adhwa' Beirut 1406 H./1986 M.
[2] Ushulul Hadits Ulumuhu wa Mushthalahuhu DR. Muhammad Ujaj Al-Khathib, halaman 304-305, Darul Fikr Beirut 1409 H./ 1989 M.
[3] Buhuts Fi Ilmi Ad-Dirayah war Riwayah Syarhu Wajizatis Syaikh Al-Baha'iy oleh Syeikh Malik Musthafa Wahby Al-'Amily, cer. 1 hal. 64, Darul Hady Beirut 1428 H./ 2007 M.
[4] Buhuts Fi Ilmi Ad-Dirayah war Riwayah Syarhu Wajizatis Syaikh Al-Baha'iy oleh Syeikh Malik Musthafa Wahby Al-'Amily, cer. 1 hal. 64, Darul Hady Beirut 1428 H./ 2007 M. Dan kitab Ushulul Hadits wa Ahkamuhu Fi Ilmid Dirayah oleh Syeikh Ja'far As-Subhany, cet. 1 hal. 48, Dar Jawad Al-Aimmah Beirut 1433 H./ 2012 M.
[5] Buhuts Fi Ilmi Ad-Dirayah war Riwayah Syarhu Wajizatis Syaikh Al-Baha'iy oleh Syeikh Malik Musthafa Wahby Al-'Amily, cer. 1 hal. 64, Darul Hady Beirut 1428 H./ 2007 M.
[6] yang tidak sesuai dengan keimanan misalnya adalah pemberian sifat ketuhanan kepada Imam Ali, dan yang tidak sesuai akal misalnya adalah Imam Mahdi mereka yang sekarang bersembunyi dalam goa, sedang yang tidak sesuai dengan akhlak misalnya adalah bolehnya menyetubuhi istri lewat duburnya meski itu dibenci. (semua tertulis dalam kitab-kitab mereka)
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar