Setiap mukmin secara umum mendapatkan kewajiban
yang sama dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan kapasitas dan kemampuan
masing-masing terkait firman-NYA di surat An-Nahl ayat 125 yang artinya:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk."
Ia wajib mengajak orang lain agar menemukan jalan
Tuhannya. Sebab pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah agar mereka
beribadah kepada-NYA. Bila ada yang belum beribadah kepada Allah maka menjadi
kewajiban orang yang sudah beribadah kepada-NYA agar mengajaknya beribadah
kepada-NYA.
Selanjutnya ia wajib mengajak dengan cara hikmah
dan pelajaran yang baik dan boleh membantahnya dengan cara yang baik. Tuntunan
Allah ini lebih bersifat pada penekanan dalam masalah ilmu dan penyampaiannya,
data yang valid dan pemaparannya. Ilmu dan data adalah amunisi dakwah kepada
Allah, sedang penyampaian dan pemaparannya adalah akhlak saat menyampaikan ilmu
dan data yang ada.
Dua hal yaitu ilmu dan cara penyampaian ini tidak
bisa dipisahkan. Dakwah seseorang akan berantakan bila hanya sekedar memiliki
ilmu namun ia banyak melakukan tanfir (membuat orang lari dan antipati) dalam
penyampaian risalah Nabinya. Demikian juga saat ia menuai simpati banyak orang
sebab indahnya penyampaian namun dari aspek data dan ilmu tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Karena itulah Allah mewajibkan kita memiliki data yang baik dan juga
penyampaian yang baik.
Alangkah banyak ayat-ayat Allah dalam Alquran yang
berbicara masalah ilmu dan penyampaian yang baik ini. Marilah kita simak
misalnya dalam ayat 21-24 di surat Albaqarah sebagai berikut:
"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan
bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit,
lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki
untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal
kamu mengetahui.
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al
Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat
(saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,
jika kamu orang-orang yang benar.
Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan
pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang
bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir."
Pada ayat 21-22, Allah memerintahkan manusia agar
beribadah kepada-NYA dengan memaparkan data-data valid yang tidak akan mungkin
dibantah oleh akal. Bahwa Dia telah menciptakan seluruh manusia, yang pertama
sampai yang akhirnya, dan Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan dan
langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untuk manusia.
Namun bila ada yang menolaknya maka Allah membantah
mereka dalam ayat 23-24 agar membuktikan data-data mereka. Saat data tidak ada
inilah maka Allah memberikan pilihan kepada mereka dua hal; beribadah kepada
Allah, atau tetap menolak namun resikonya adalah mendapat siksa dari-NYA.
Sungguh sebuah pelajaran yang sangat berharga
untuk kita agar bersikap hati-hati dalam segala aspek kehidupan. Sebab hidup
seorang muslim tidak akan lepas dari acuan ilmu dan bagaimana cara menyampaikannya.
Keutamaan ilmu bisa kita simak dalam Firman Allah dalam
ayat 11 surat Almujadilah:
"Hai orang-orang beriman apabila dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat."
Sedang cara penyampaian yang
baik bisa kita lihat dalam ayat 17 surat
Albalad:
"dan saling berpesan
untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang."
Juga ayat 3 surat Al-Ashr:
"dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya dalam kesabaran."
Oleh karena Allah mewajibkan kita memiliki ilmu
dan menyampaikannya dengan baik inilah maka Dia membuka pintu-pintu kebaikan
yang dapat mendatangkan pahala-pahala, bahkan sampai tak ada putusnya.
Simaklah tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam dalam hadits mulianya:
"Barang siapa yang mengajarkan kebaikan dalam
Islam maka baginya pahala dari kebaikan dirinya dan pahala kebaikan dari
orang-orang yang mengerjakan setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun pahala dari
orang-orang tersebut. Dan barang siapa yang mengajarkan keburukan dalam Islam
maka baginya dosa dari keburukan dirinya dan dosa dari keburukan orang-orang
yang mengerjakan setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun dosa dari orang-orang
tersebut. [Hadits riwayat Muslim 1017 dari Abu Amr Jarir bin Abdullah
radhiyallahu anhu]
Tentunya bagi setiap muslim yang baik, ia akan
menyambut tuntunan ini seperti sambutan orang-orang yang tamak akan pahala. Ia
akan berusaha menuntut ilmu kebaikan dan menyampaikannya dengan kebaikan pula.
Ia akan senang hati bertemu manusia, sebab pertemuan baginya adalah awal pintu
pahala. Ia tak akan pergi menghindar dari pahala, sebab karena menghindarlah
maka Allah menegur Nabi-NYA.
Bukankah telah sampai kepada kita tentang
ayat-ayat pertama di surat Abasa, saat Allah Subhanahu wa Ta'ala menegur
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena beliau lebih antusias kepada
pembesar-pembesar Quraisy hingga berpaling dari orang buta yang ingin mendapat
hidayah. Bukankah telah kita baca kisah teguran Allah Azza wa Jalla kepada Nabi
Yunus alaihis salam saat ia berpaling dari kaumnya.
Dan yang pasti, menghindar dari berdakwah mengajak
manusia akan menghindarkan diri kita dari sebuah bonus pahala yang telah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam janjikan kepada umatnya saat bersabda:
"Demi Allah sekiranya kamu dapat menunjukkan
jalan hidayah pada satu orang, maka itu lebih baik dari pada seekor unta
merah."[Shahih Bukhari 2847]
Sungguh mulia Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam saat mengajarkan kepada umatnya untuk saling berbuat baik dan saling
menasehati dalam kebaikan, dan melarang saling menghindar. Sebab menghindar
dari saudara muslim sejatinya menghindar dari sikap saling nasehat-menasehati.
Cukuplah kita belajar dari hadits Nabi berikut tentang bagaimana akhlak kita
dengan sesama muslim, bila kita memang menghendaki agar keislaman kita semakin
baik.
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
"Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan
saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah
dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak
menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya.
Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang
muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim
atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.[Muslim 2564]
Fairuz Ahmad.
Bintara, Jum'at 19 Sya'ban 1434 H./28 Juni 2013 M.