Minggu, 08 Desember 2013

MENGHINDAR DARI PAHALA

Setiap mukmin secara umum mendapatkan kewajiban yang sama dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing terkait firman-NYA di surat An-Nahl ayat 125 yang artinya:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."
Ia wajib mengajak orang lain agar menemukan jalan Tuhannya. Sebab pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah agar mereka beribadah kepada-NYA. Bila ada yang belum beribadah kepada Allah maka menjadi kewajiban orang yang sudah beribadah kepada-NYA agar mengajaknya beribadah kepada-NYA.

Selanjutnya ia wajib mengajak dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik dan boleh membantahnya dengan cara yang baik. Tuntunan Allah ini lebih bersifat pada penekanan dalam masalah ilmu dan penyampaiannya, data yang valid dan pemaparannya. Ilmu dan data adalah amunisi dakwah kepada Allah, sedang penyampaian dan pemaparannya adalah akhlak saat menyampaikan ilmu dan data yang ada.
Dua hal yaitu ilmu dan cara penyampaian ini tidak bisa dipisahkan. Dakwah seseorang akan berantakan bila hanya sekedar memiliki ilmu namun ia banyak melakukan tanfir (membuat orang lari dan antipati) dalam penyampaian risalah Nabinya. Demikian juga saat ia menuai simpati banyak orang sebab indahnya penyampaian namun dari aspek data dan ilmu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Karena itulah Allah mewajibkan kita memiliki data yang baik dan juga penyampaian yang baik.
Alangkah banyak ayat-ayat Allah dalam Alquran yang berbicara masalah ilmu dan penyampaian yang baik ini. Marilah kita simak misalnya dalam ayat 21-24 di surat Albaqarah sebagai berikut:
"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir."
Pada ayat 21-22, Allah memerintahkan manusia agar beribadah kepada-NYA dengan memaparkan data-data valid yang tidak akan mungkin dibantah oleh akal. Bahwa Dia telah menciptakan seluruh manusia, yang pertama sampai yang akhirnya, dan Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untuk manusia.
Namun bila ada yang menolaknya maka Allah membantah mereka dalam ayat 23-24 agar membuktikan data-data mereka. Saat data tidak ada inilah maka Allah memberikan pilihan kepada mereka dua hal; beribadah kepada Allah, atau tetap menolak namun resikonya adalah mendapat siksa dari-NYA.
Sungguh sebuah pelajaran yang sangat berharga untuk kita agar bersikap hati-hati dalam segala aspek kehidupan. Sebab hidup seorang muslim tidak akan lepas dari acuan ilmu dan bagaimana cara menyampaikannya.
Keutamaan ilmu bisa kita simak dalam Firman Allah dalam ayat 11 surat Almujadilah:
"Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."
Sedang cara penyampaian yang baik bisa kita lihat dalam ayat 17 surat Albalad:
"dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang."
Juga ayat 3 surat Al-Ashr:
"dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya dalam kesabaran."
Oleh karena Allah mewajibkan kita memiliki ilmu dan menyampaikannya dengan baik inilah maka Dia membuka pintu-pintu kebaikan yang dapat mendatangkan pahala-pahala, bahkan sampai tak ada putusnya.
Simaklah tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam hadits mulianya:
"Barang siapa yang mengajarkan kebaikan dalam Islam maka baginya pahala dari kebaikan dirinya dan pahala kebaikan dari orang-orang yang mengerjakan setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun pahala dari orang-orang tersebut. Dan barang siapa yang mengajarkan keburukan dalam Islam maka baginya dosa dari keburukan dirinya dan dosa dari keburukan orang-orang yang mengerjakan setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun dosa dari orang-orang tersebut. [Hadits riwayat Muslim 1017 dari Abu Amr Jarir bin Abdullah radhiyallahu anhu]
Tentunya bagi setiap muslim yang baik, ia akan menyambut tuntunan ini seperti sambutan orang-orang yang tamak akan pahala. Ia akan berusaha menuntut ilmu kebaikan dan menyampaikannya dengan kebaikan pula. Ia akan senang hati bertemu manusia, sebab pertemuan baginya adalah awal pintu pahala. Ia tak akan pergi menghindar dari pahala, sebab karena menghindarlah maka Allah menegur Nabi-NYA.
Bukankah telah sampai kepada kita tentang ayat-ayat pertama di surat Abasa, saat Allah Subhanahu wa Ta'ala menegur Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena beliau lebih antusias kepada pembesar-pembesar Quraisy hingga berpaling dari orang buta yang ingin mendapat hidayah. Bukankah telah kita baca kisah teguran Allah Azza wa Jalla kepada Nabi Yunus alaihis salam saat ia berpaling dari kaumnya.
Dan yang pasti, menghindar dari berdakwah mengajak manusia akan menghindarkan diri kita dari sebuah bonus pahala yang telah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam janjikan kepada umatnya saat bersabda:
"Demi Allah sekiranya kamu dapat menunjukkan jalan hidayah pada satu orang, maka itu lebih baik dari pada seekor unta merah."[Shahih Bukhari 2847]
Sungguh mulia Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saat mengajarkan kepada umatnya untuk saling berbuat baik dan saling menasehati dalam kebaikan, dan melarang saling menghindar. Sebab menghindar dari saudara muslim sejatinya menghindar dari sikap saling nasehat-menasehati. Cukuplah kita belajar dari hadits Nabi berikut tentang bagaimana akhlak kita dengan sesama muslim, bila kita memang menghendaki agar keislaman kita semakin baik.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  bersabda:
"Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.[Muslim 2564]
Fairuz Ahmad.
Bintara, Jum'at 19 Sya'ban 1434 H./28 Juni 2013 M.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar