Suatu hari sehabis subuh saya berbincang santai dengan sesepuh sebuah
masjid di tanah Bintara yang biasa saya mengisi kajian kitab Riyadhus Shalihin.
Beliau adalah seorang tokoh Muhammadiyah. Pernah menjadi ketua Ranting di
wilayahnya. Saya sampaikan kepada beliau bahwa kitab Riyadhus Shalihin sudah
selesai dan sekarang sedang mengulang tema-tema tertentu karena belum saya
putuskan mau melanjutkan kitab apa. Setelah agak lama berbincang-bincang
akhirnya beliau mengusulkan untuk mengkaji kitab Fathul Majid Syarh Kitabit
Tauhid karangan Syeikh Abdur Rahman bin Hasan Alu Syaikh. Kitab tersebut
merupakan penyempurnaan dari kitab syarah sebelumnya yang sudah ditulis oleh Syeikh
Sulaiman bin Abdullah rahimahullah yang berjudul Taisirul Azizil Hamid Syarh
Kitabit Tauhid. Syeikh Sulaiman adalah cucu dari pengarang Kitabut Tauhid,
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Mengkaji kitab tauhid di sebuah masjid di lingkungan nahdhiyyin
merupakan tantangan berat. Dan beratnya memang seberat-beratnya. Tapi karena sebuah
tantangan tidak akan dinamakan tantangan kalau belum dicoba, maka pada hari
yang telah ditentukan untuk memulai kajian kitab tersebut, akhirnya pertemuan
pertama lancar atas karunia dan izin Allah Azza wa Jalla.
Dan semua keberkahan itu salah satu sebabnya-tentunya setelah izin dari
Allah-adalah sebuah kitab bernama Riyadhus Shalihin. Sebuah kitab dengan judul
yang sangat manis karena artinya adalah taman orang-orang shaleh. Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah membuka hati para jama'ah dengan nasehat-nasehat
Rasul-NYA yang dikumpulkan oleh Imam An Nawawi dalam kitabnya itu. Ada banyak pelajaran
akhlak yang telah mampu membuat hati-hati menjadi shaalih wa qaabil lin
nashihah, baik dan mau menerima nasehat. Dan itu semua sekali lagi adalah karunia dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Akhirnya, setelah tiga tahun mempersiapkan
sebuah taman, kini tibalah saat menghiasinya dengan sebuah pohon, dan pohon itu
bernama Fathul Majid.
Fairuz Ahmad.
Bintara, 22 Dzulhijjah 1434 H./27 Oktober 2013 M.