Bayi. Makhluk mungil, lucu
dan menggemaskan. Kehadirannya tak hanya melukis kebahagiaan buat kedua orang
tuanya. Namun hampir di seluruh belahan pulau di semua benua, kebanyakan orang
yang masih berhati dan berakal pun akan merasakan hal yang sama, apa pun
agamanya dan dari manapun asalnya.
Bayi. Makhluk mungil, lucu
dan menggemaskan. Mungil, sebab belumlah lama ia melihat dunia.
Lucu, sebab
belumlah lama ia termakan usia. Menggemaskan, sebab gerak tubuhnya belumlah
mampu menuai caci dan memanen cela. Tawanya adalah tawa dunia, dan tangisnya
pun membuat dunia tertawa. Semua orang mengharap tawanya. Bila tak kunjung
tertawa maka mereka memaksa diri untuk tertawa agar ia tertawa. Sebab
tertawanya adalah kebahagiaan semua.
Namun sejatinya seorang bayi
disuka dan dicinta bukan hanya karena mungilnya saja, bukan lucunya saja, dan
bukan pula karena ia menggemaskan saja. Tapi ada satu hal yang tak mungkin
dimiliki oleh orang dewasa, meskipun orang tersebut tampan atau cantik, rupawan
atau jelita, gagah atau semampai. Bukan. Bukan itu.
Ketampanan seorang laki-laki
dan kecantikan seorang wanita ibarat cahaya purnama yang dimiliki oleh bulan.
Dan suatu saat cahaya itu redup dengan sendirinya tatkala ia tertutup oleh
gumpalan awan hitam. Begitu juga dengan seorang lelaki tampan dan seorang
wanita cantik jelita, tatkala dosa dan kesalahannya telah menggumpal-gumpal,
maka gumpalan-gumpalan itu akan mencoreng-coreng dan menggores-gores. Tapi
lelaki itu tetaplah tampan dan wanita itu tetaplah cantik jelita. Hanya saja
orang tak lagi merasa suka cita bila berada bersamanya. Ada yang terpaksa
bersama, namun banyak juga yang menjauh darinya. Tapi ia tetap tampan dan tetap
cantik jelita.
Itulah orang dewasa dan
itulah bayi. Orang merasa senang di dekat bayi dan ia akan mendekati bayi,
membelainya, menciumnya, menggendongnya dan bermain bersamanya sebab ia belum
mampu berbuat dosa, pada Penciptanya maupun pada saudara dan tetangganya. Maka
dari itu, jangan lihat bayi sekedar bayi dan sebagai bayi, meski ia memanglah
bayi. Lihatlah kenapa ia begitu disuka dan dicinta. Sebab ia tak punya salah.
Alangkah nikmat bila berwajah tampan atau cantik jelita lalu ia seperti bayi
yang tak punya salah. Meski boleh jadi wajah yang biasa-biasa saja akan tampak
laksana purnama, sebab tak ada gumpalan-gumpalan hitam yang menutup cahaya.
Bulan pun sejatinya berlubang-lubang, namun saat purnamanya tak terhalang awan
maka ia tampaklah sempurna.
Bayi. Sebab ia tak punya
salah.
--------
Fairuz Ahmad.
Bintara-Pulo Gadung-Cibinong, 9 Dzulqa'dah 1434 H./ 15 September 2013 M.