Senin, 09 Desember 2013

YANG BODOH TAK MUNGKIN MENGAMBIL IBROH

"…Dan barang siapa yang menuntut ilmu tanpa bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkannya jika telah ada burung gagak berwarna putih…"

Saat Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi perintah maka perintah tersebut sudah ditakar oleh-NyA. Ia pasti dapat dilakukan. Sebab tak mungkin Zat Yang Maha Mengetahui lantas tak tahu kemampuan yang diperintah. Mustahil itu terjadi.

Maka lihatlah saat Zat tersebut memberikan perintahnya kepada orang-orang yang diberikan pengetahuan padanya, yaitu ulul abshaar agar ia mengambil pelajaran. Ia berfirman,

"fa'tabiruu yaa ulil abshaar"

"Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang diberikan pengetahuan."

Disinilah letak i'jaaz Alquran itu. Bahwa perintah mengambil pelajaran hanya ditujukan kepada ulul abshaar. Maka ia mengandung maksud hanya orang-orang yang diberikan pengetahuanlah yang mampu mengambil pelajaran.


Abshaar adalah bentuk jamak dari bashar yang artinya pandangan. Dan pandangan yang dimaksud adalah bashiirah, ilmu yang menjadikan seseorang mampu melakukan pandangan mendalam. Sedang pandangan mendalam diperlukan untuk meraih puncak pahala. Olehnya, maka tak semua orang mampu melakukannya. Sebagai contoh adalah, bila saat tertimpa musibah orang lantas bersabar, maka sikap tersebut adalah sikap yang agak lumrah dan biasa. Namun saat ditimpa musibah justru ia bersykur, maka tak akan sanggup melakukannya kecuali orang-orang yang disebut ulul abshaar. Dalam pandangan mendalamnya, musibah yang menimpanya adalah sarana penghapus dosa dan kesalahan, atau penebal keimanan, atau penghindar dari perbuatan maksiat. Disinilah ia memandang bahwa musibah yang menimpanya adalah kebaikan baginya hingga tak ada yang patut dilakukan kecuali mensyukurinya. Ia selalu mampu melihat pelajaran penting pada setiap perkara.

Mampu melihat lebih mendalam inilah sikap tersulit yang tidak dapat mencapainya kecuali bila Allah telah memberikan karunia rahmat kepadanya. Dan Allah tidak akan memberikan rahmat tersebut tanpa adanya mujahadah atau usaha sungguh-sungguh. Mujahadah yang harus dilakukan oleh seorang mukmin ada dua, mujahadah fi thalabil ilmi dan mujahadah fi tathbiqil ilmi, yaitu bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan bersungguh-sungguh dalam mempraktekkan ilmunya. Dua hal ini sama sekali tidak dapat dipisahkan. Sebab siapa yang memiliki ilmu tanpa pernah mengamalkan maka ia ibarat orang-orang bani Israel yang diibaratkan seperti keledai yang menggendong kitab. Sedang orang yang mengamalkan sesuatu tanpa ada dasar ilmunya maka ia akan tersesat sebagaimana gambaran orang-orang nashrani.

Orang yang telah diberikan karunia bashiirah oleh Allah maka jiwanya selalu tenang. Tak akan silau dengan gemerlap dunia. Tak akan silau dengan pesona wanita. Tak akan silau dengan godaan kekuasaan dan jabatan. Sebagaimana ia juga tak akan tertipu dengan kemampuannya beribadah kepada Allah yang seakan melebihi ibadahnya orang-orang awam.

Bila ia mendapat ilmu tentang ikhlas maka ia akan berusaha untuk ikhlas.
Bila ia mendapat ilmu tentang sabar maka ia akan berusaha untuk sabar.
Bila ia mendapat ilmu tentang tawakal maka ia akan berusaha untuk tawakal.
Bila ia mendapat ilmu tentang tawadhu maka ia akan berusaha untuk tawadhu.
Bila ia mendapat ilmu tentang wara' maka ia akan berusaha untuk wara'. Dan begitu seterusnya.

Dan semua ilmu-ilmu itu haruslah dituntut dan dimiliki. Sebab bila kita tak pernah menuntut ilmu maka tak akan mungkin kita mendapatkannya secara tiba-tiba. Dan benarlah apa yang dikatakan oleh seorang penyair,

"wa man thalabal 'uluuma bighairi kaddin....sayudrikuhaa mataa syaabal ghuraabu"

Dan barang siapa yang menuntut ilmu tanpa bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkannya jika telah ada burung gagak berwarna putih.

Dan jika sepanjang usia kita tanpa pernah memiliki ilmu, maka tak ada lagi jalan untuk mendapatkan karunia bashiirah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan kita tak akan pernah mampu melihat segala sesuatu dengan pandangan mendalam yang dapat mengantarkan kita meraih puncak pahala. Dan yang pasti kita bukanlah orang yang masuk dalam perintah Allah agar mengambil pelajaran dari setiap peristiwa, karena tak mungkin kita mampu mengambilnya sedang kita tak memilki ilmunya. Wallahu A'lam.


Fairuz Ahmad.

Bintara, 15 Muharram 1435 H./19 Nopember 2013 M.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar