"Kalau mau iqamahnya
agak lamaan ya bikin masjid sendiri aja.." sergah seorang jama'ah sambil
berdiri membuat barisan shaf shalat tapi juga tidak rapat.
Begitulah tanggapan salah
seorang jama'ah masjid saat diberi tahu jangan buru-buru iqamah.
Memang banyak sekali problem umat terkait dengan tafaqquh fiddin. Dan di antara ketidaktahuan tentang ahkam shalatil jama'ah adalah memberikan sedikit waktu tambahan sebelum melaksanakan iqamah dalam rangka menunggu jama'ah lain yang mungkin jarak rumahnya agak jauh, atau kebetulan ada halangan sehingga datang agak terlambat.
Memang banyak sekali problem umat terkait dengan tafaqquh fiddin. Dan di antara ketidaktahuan tentang ahkam shalatil jama'ah adalah memberikan sedikit waktu tambahan sebelum melaksanakan iqamah dalam rangka menunggu jama'ah lain yang mungkin jarak rumahnya agak jauh, atau kebetulan ada halangan sehingga datang agak terlambat.
Hampir kebanyakan masyarakat
kita sepakat memahami bahwa shalat yang paling utama adalah di awal waktu.
Sesuai dengan hadits riwayat Al-Hakim dari sahabat Abdullah bin Mas'ud
radhiyallahu anhu, aku bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam:
"Apakah amalan paling
utama?"
Nabi SAW menjawab:
"Shalat di awal waktu"[1]
Ditambah lagi bahwa Imam Syafi'I sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi
dalam Al-Majmu' mengatakan, di antara bentuk menjaga shalat adalah melaksanakannya
di awal waktu, sebab bila seseorang mengundurkannya dikuatirkan akan lupa dan
juga ada gangguan bencana, kecuali shalat dhuhur dan isya.[2]
Namun yang perlu diperhatikan adalah, makna awal waktu bukanlah harus
buru-buru iqamah, sebagaimana kebiasaan yang ada yang seringkali terlalu cepat
dalam iqamah. Sebab kebiasaan tersebut seringkali berakibat hilangnya
sunnah-sunnah yang lain, misalnya:
Shalat qabliyah yang dilakukan dengan terburu-buru hingga meninggalkan
sunnah tuma'ninah dalam shalat.
Banyaknya jama'ah yang kehilangan sunnah qabliyah, padahal sunnah
qabliyah termasuk keutamaan yang tidak selayaknya ditinggalkan, sebab dalam
hadits riwayat Muslim dari Ummu Habibah, istri Rasulullah SAW berkata, aku
mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Tidaklah seorang hamba muslim yang shalat karena Allah Ta'ala setiap
hari sebanyak dua belas raka'at, sunnah dan bukan wajib, kecuali Allah
bangunkan baginya sebuah rumah di surga."[3]
Hilangnya kesempatan emas waktu do'a mustajab antara azan dan iqamah,
sebagaimana hadits riwayat Imam Tirmizi dari sahabat Anas bin Malik
radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sesungguhnya do'a itu tidak tertolak antara azan dan iqamah"[4]
Banyaknya jama'ah yang kehilangan kesempatan takbiratul ihram bersama imam.
Bahkan suatu saat bisa juga ada jama'ah yang sama sekali tidak kebagian
jama'ah karena telah dilaksanakan dengan cepat di awal waktunya, sehingga
melayanglah pahala 27 derajat shalatnya.
Jadi, betapa malangnya nasib
jama'ah bila sampai kehilangan kesempatan emasnya dalam berdo'a, hilang juga
kesempatan dapat istana di surga, dan hilang pula pahala 27 derajat shalatnya.
Apalagi bila ternyata kitalah yang menjadi penyebab hilangnya kebaikan itu
semua.
Yang afdhal adalah tetap
melaksanakan shalat di awal waktu dengan tidak meninggalkan sunnah-sunnahnya.
Wallahu A'lam.
Fairuz Ahmad.
Bintara, 27 Jumadil Akhir 1434
H./ 8 Mei 2013 M.
---------------------
Catatan :
[1] Al-Mustadrak Alas
Shahihain Imam Al-Hakim no.701.
[2] Al-Majmu' Syarhul
Muhadzdzab Imam Nawawi.
[3] HR. Muslim no.728.
[4] Sunan Tirmizi no.212.