Tanya :
Kami pernah mendengar bahwasannya
ada shalat dua raka’at yang dilaksanakan oleh pasangan pengantin pada malam
pengantin baru, karena saat itu kami belum tahu maka kami tidak melaksanakannya,
sedangkan masa pernikahan kami sudah berlalu sekitar dua bulan, apakah sah bila
kami melaksanakannya sekarang ?, bila sah, bagaimana tata caranya ?, apa saja
bacaan zikir dan ayat-ayat yang wajib dibaca dalam shalat tersebut ?, dan
apakah ada dampak tertentu dalam pernikahan kami nantinya bila kami tidak
melaksanakannya ?, kami berharap mendapat jawaban yang terperinci secepat
mungkin.
Jawab :
Alhamdulillah.
Tidak ada satupun yang
menunjukkan adanya sunnah dari Rasulullah SAW tentang shalat dua raka’at ini,
akan tetapi ada riwayat dari beberapa sahabat Beliau, jadi barang siapa yang
melaksanakan atau tidak maka tidak apa-apa.
Syeikh Al-Albani rahimahullah berkata:
“Dianjurkan bagi keduanya agar
shalat dua raka’at bersama-sama, karena hal itu pernah dilakukan oleh para
salaf, ada dua atsar yang menunjukkan hal tersebut,
Pertama: Dari Abu Sa’id maula Abi Usaid, ia berkata :
“Aku telah menikah sedang aku adalah budak, lalu aku mengundang beberapa
orang dari sahabat Rasulullah SAW di antaranya adalah Abdullah bin Mas’ud, Abu
Dzar dan Hudzaifah. Ia (Abu Sa’id) berkata lagi : “Lalu mereka
mengajariku seraya berkata : “Apabila istrimu sudah mendatangimu maka shalatlah
dua raka’at, lalu mintalah kepada Allah kebaikan dari istrimu dan berlindunglah
kepada Allah dari keburukannya, dan mintalah juga (kebaikan dan berlindung dari
keburukan) untuk urusanmu dan urusan istrimu.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah dalam kitabnya “Al-Mushannaf” (3/401), juga Abdur Razzaq dalam
“Al-Mushannaf” (6/191) dengan sanad shahih sampai kepada Abu Sa’id, sedang ia
adalah seorang perawi yang mastur.[1]
Kedua: Dari Syafiq berkata:
“Telah datang seorang laki-laki
yang biasa disebut Abu Hariz, ia berkata: “Aku telah menikahi seorang budak
gadis, dan aku takut ia berpisah dariku (membenciku), lalu Abdullah bin Mas’ud
RA berkata: “Sesungguhnya kerukunan itu datangnya dari Allah dan perpisahan itu
dari setan dimana ia selalu ingin membenci apa-apa yang telah halal bagi
kalian, maka apabila istrimu nanti telah tiba kepadamu, suruhlah ia shalat dua
raka’at di belakangmu.”
Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah
dalam “Al-Mshannaf” (3/402) dengan sanad shahih. Selesai. (Lihat juga “Aadaabuz
Zafaaf hal. 22-24).
Sedang Al-Bazzar (2530)
meriwayatkan hadits dari Salman Al-Farisi RA ia berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
“Apabila seseorang dari kalian
menikah dan berada pada malam pertama, hendaknya ia shalat dua rakaat dan
menyuruh istrinya shalat di belakangnya, sungguh Allah akan membuatkan cahaya
didalam rumahnya.”
Juga diriwayatkan oleh
At-Thabrani (6067) dalam “Al-Mu’jam Al-Kabir”.
Imam Al-Haitsami berkata:
“Dalam dua riwayat tersebut
(Al-Bazzar dan At-Thabrani) ada perawi bernama Al-Hajjaj bin Farukh, ia perawi
lemah.” (Majma’ Az-Zawa’id 4/535).
Imam Adz-Dzahabi berkata:
“Ini hadits munkar.” (Mizanul
I’tidal 1/464).
Syeikh Al-Utsaimin rahimahullah
pernah ditanya tentang apa sunnah yang menjadi patokan saat malam pengantin
baru ? karena ada banyak orang yang masih bingung, ada yang membaca surah
Al-Baqarah lalu shalat, dan hal ini sudah menjadi kebiasaan yang telah tersebar
luas di kalangan masyarakat kita.
Beliau menjawab:
“Apabila seorang laki-laki
mendatangi istrinya untuk pertama kalinya, hendaklah ia menaruh telapak
tangannya di ubun-ubun istrinya dan berdo’a:
“Ya Allah aku meminta kepada-MU
dari kebaikannya dan kebaikan perangainya, dan aku berlindung kapada-MU dari
keburukannya dan keburukan perangainya”.
Adapun shalat dua raka’at saat ia
memasuki kamar tempat dimana istrinya berada, maka ada riwayat dari salaf yang
menunjukkan bahwa mereka melakukan itu. Barang siapa yang melaksanakannya maka
baik baginya, dan barang siapa tidak melaksakannya maka tidak ada apa-apa
baginya, sedang membaca surah Al-Baqarah atau selainnya dari surah Al-Qur’an
maka aku tidak mengetahui asal-usulnya. Selesai. (Liqa Al-Bab Al-Maftuh 52/11).
Dan shalat dua raka’at ini
ditunaikan sebagaimana shalat-shalat yag lain, tidak ada kekhususan dengan
bacaan ayat, zikir maupun do’a tertentu. Dan bila tidak melaksakannya pada
malam pengantin baru maka tidak ada dampak apapun dalam pernikahan. Selanjutnya,
hukum shalat tersebut tidaklah wajib, tidak pula sunnah muakkadah, karena tidak
adanya riwayat dari Rasulullah SAW. Adapun shalat tersebut telah lewat dua
bulan dari pernikahan kalian maka tidak ada keharusan menunaikannya sekarang,
sebab ia adalah ibadah yang hilang karena sebabnya telah terlewat.
Syeikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata:
“Shalat-shalat nafilah (sunnah)
yang memiliki sebab seperti shalat tahiyyatul masjid dan shalat gerhana, tidak
perlu diqadha bila sebabnya sudah lewat. Misalnya shalat gerhana, bila sudah
lewat masanya sehingga matahari atau bulan sudah tampak lagi maka tidak ada
qadha atasnya, seperti itu pula tahiyyatul masjid, bila seseorang sudah duduk lama,
maka tidak ada qadha atasnya karena waktunya sudah terlewat.
Oleh karena itu, shalat-shalat
nafilah (sunnah) yang memiliki sebab, bila terlewat waktunya maka tidak ada
qadha, karena ia terikat dengan sebab. Maka bila anda terlewat melaksanakannya
maka tidak ada qadha. Selesai. (Fatawa Nur Alad Darbi – Syeikh Al-Utsaimin
127/26-27).
Wallahu A’lam.
Fatwa dari situs:
Diterjemahkan oleh Fairuz Ahmad.
[1] Rawi Mastur : diketahui
orangnya tapi tidak diketahui kredibilitasnya. (penerj.)
Gambar:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=507661272577233&set=a.131038316906199.23318.131036896906341&type=1&relevant_count=1