Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Al-Waqi'ah ayat 29, dimana sebagian
ahli tafsir menafsirkannya dengan arti:
"dan pohon pisang yang
(buahnya) bertumpuk-tumpuk.",
sebagaimana diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Hatim dari Abu Sa'id, juga ada sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, Abu
Hurairah, Hasan Bashri, Ikrimah, Qasamah bin Zuhair, Qatadah, Abu Hurzah,
Mujahid dan Ibnu Zaid yang mengatakan bahwa penduduk Yaman menamakan pisang
dengan sebutan "Thalh" (Tafsir Ibnu Katsir)
Sesungguhnya tidaklah Allah menyebutkan sesuatu dalam Al-Qur'an
melainkan karena ia memiliki kelebihan. Saat yang disebut adalah Fir'aun maka
itu kerena kelebihannya dalam kebengisan dan penolakannya terhadap dakwah Nabi
Musa alaihissalam. Namun saat Allah menyebutkan sesuatu yang baik maka itu
kerena yang tersebut memiliki kelebihan dan keistimewaan dalam hal kebaikan.
Sedangkan pohon pisang, apa kelebihannya?
Mari kita bedah pemandangan
yang nampak dari sebuah pohon pisang dari kebun tetangga ini:
Bukankah ia telah memberikan
kebaikannya kepada para penikmat pisang? Saking berlebihnya ia memberikan
kebaikan, ia pun tak kuat menanggung semua kebaikannya. Ternyata kebaikannya
telah melebihi kemampuan fisiknya, lebih berat dan besar kebaikan yang
diberikan dari pada ukuran fisiknya. Begitulah yang Allah inginkan dari
hamba-NYA, dalam rangka membagi kebaikan kepada orang lain hendaknya meneladani
si pohon pisang dalam "Fastabiqul khairaat."
Lalu tahukah kita bahwa sang pohon pisang itu tidak akan mati sebelum ia
berbuah. Subhanallah, ia tak mau mati sia-sia, karena pasti ia akan dilupa dan
tak akan terkenang oleh masa. Namun bila ia mati setelah meninggalkan karya
kebaikan, maka ia akan terkenang sepanjang jaman. Dan ia tidak akan mati sia-sia, karena generasi
setelahnya akan memanjatkan baginya do'a-do'a.
Berikutnya adalah, ia juga
tidak akan mati sebelum ia memiliki anak-anak sebagai pelanjut generasi. Ingatkah
kita tentang nasehat Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang anak sholeh yang
senantiasa mendo'akan orang tuanya. Seperti itulah gambaran pohon pisang, bahwa
anak adalah sumber rejeki untuk melanjutkan estafet kebaikan orang tua. Dan
kita tidak pernah menemukan anak pohon pisang yang telah dewasa kemudian
berbuah selain pisang. Begitulah seharusnya kita, tidak mendidik anak kita
kecuali dengan kebaikan yang sama.
Selanjutnya adalah
pengorbanan sang pohon bila mana ia sudah menunaikan tugas kebaikannya. Agar
semua generasi setelahnya tumbuh sehat, ia rela untuk ditebang, karena
keberadaannya hanya akan menghambat tumbuhnya kebaikan para generasi
berikutnya. Ya, sebuah pelajaran teramat penting bagi siklus kehidupan
bersosial kita. Suatu saat kita harus rela meninggalkan posisi kita untuk
digantikan orang lain yang lebih baik dari kita. Saat umat lebih membutuhkan
kebaikan orang lain dari pada kita, maka meneladani pengorbanan pohon pisang
adalah kebaikan itu sendiri.
Pohon pisang akan tumbuh
sehat bila ia ada di lingkungan yang juga sehat. Ada ungkapan mutiara dari
negeri Arab, "Al-Jaar qoblad Daar",
"perhatikan dulu akhlak
tetangga sebelum anda membangun sebuah rumah".
Pohon pisang yang baik harus
berada dalam kebun yang baik. Oleh karena itu, mencari atau mengupayakan
lingkungan yang baik adalah sebuah keharusan demi perkembangan dan pertumbuhan
generasi yang baik. Maka lihatlah pada gambar pohon pisang itu, saat
kebaikannya melebihi kemampuan fisiknya, maka lingkungan yang baik akan
membantu menopang kelangsungan kebaikannya. Kebaikan yang telah diberikan oleh
pohon pisang yang baik itu telah menggerakkan lingkungannya menjadi penopang
kebaikannya, paling tidak, orang akan menghormati dan menghargai
pekerjaan-pekerjaan kita meski sang penopang itu tak bisa menghasilkan kebaikan
seperti kita, persis seperti sepotong bambu yang menopang pohon pisang agar
tidak roboh, karena robohnya pohon pisang berarti hilangnya kebaikan pisang.
Fairuz Ahmad.
Bintara, 20 Desember 2012, 9:39:15