secara umum ada 2 tema yang diangkat penceramah :
I. Pembunuh Khalifah
Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib adalah orang Islam
Demi Allah, penulis bersaksi di hadapan-NYA bahwa perkataan
ini adalah dusta sang penceramah terhadap Rasulullah dan para Sahabat tersebut.
Semoga tuduhan keji terhadap orang Islam sebagai pembunuh mereka akan dibalas
oleh Allah Azza wa Jalla.
Para ulama Ahlus Sunnah
yang berbicara dalam masalah ini berpendapat bahwa fitnah dan cobaan umat Islam
itu dimulai pada masa pembunuhan Utsman dan selanjutnya Ali, sebab pembunuh
keduanya memang seorang muslim meski ia kemudian tertuduh sebagai khawarij
munafik berdasarkan beberapa nubuwwat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam
haditsnya.
Sedang pembunuh Umar, maka sesuai pernyataan beliau sendiri
bahwa pembunuhnya bukanlah seorang muslim. Adapun riwayat haditsnya akan
dipaparkan kemudian.
Betapa buta penceramah tersebut dengan sejarah, sebab
pernyataan secara umum bahwa para pembunuh ketiga Khalifah tersebut sebagai
seorang muslim akan menimbulkan pemahaman yang kabur di kalangan umat Islam,
bahwa pembunuh Umar adalah muslim padahal sebenarnya ia kafir, dan pembunuh
Utsman dan Ali adalah muslim dari kalangan Ahlus Sunnah yang tidak tertuduh apa
pun, padahal sebenarnya ia muslim tapi tertuduh munafik khawarij berdasarkan
rujukan riwayat yang ada.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sudah mengatakannya
dalam hadits, bahwa Umar akan syahid, Utsman akan syahid dan Ali juga akan
syahid. Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata saat beliau bersama Abu
bakar, Umar dan Utsman berada di atas gunung Uhud sedang gunung itu bergoncang :
"Diamlah wahai Uhud, tidaklah berada di atasmu kecuali
Nabi, Siddiq dan dua orang syahid."[15]
Di saat yang lain beliau berada di atas bukit Hira bersama
Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah dan Zubair, lalu bergoncanglah bukit
tersebut sehingga beliau berkata kepadanya :
"Tenanglah, tidaklah berada di atasmu kecuali seorang
Nabi, atau seorang Siddiq atau seorang Syahid."[16]
Pembunuh Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu
adalah Abu Lu'lu'ah Al-Majusi laknatullah alaihi. Ia menusuk beliau dua kali
dengan belati bermata dua yang sudah diberi racun, dan simaklah penuturan
sahabat Amr bin Maimun radhiyallahu anhu dalam Shahih Bukhari saat Umar
mengetahui siapa pembunuhnya maka beliau berkata :
"Segala puji bagi Allah Yang tidak menjadikan kematianku
di tangan seorang muslim."
Setelah sang Majusi membunuh Umar ia selanjutnya
mengarahkan belatinya ke kiri dan kanan sehingga melukai 13 orang sahabat
lainnya yang sedang shalat subuh bersama Umar sebagai imamnya, dan 7 di
antaranya mendapatkan syahid.[17]
Sedang yang membunuh Utsman bin Affan radhiyallahu anhu
adalah sekelompok pembangkang yang telah terhasut oleh seorang Yahudi dari
Yaman yaitu Abdullah bin Saba'.
Abdullah bin Saba' oleh orang-orang syi'ah yang berniat
membodohi kaum muslimin mengatakan bahwa ia adalah "syakhshun
khayaliy" alias tokoh khayalan, padahal ulama mereka sendiri mengakui
eksistensinya seperti An-Nasy'iul Akbar (w 203) dalam kitabnya Masa-ilul
Imamiyyah, Al-'Asy'ari Al-Qummy (w 310) dalam Al-Maqalat wal Firaq, An-Nubakhtiy
dalam Firaqus Syi'ah, Al-Kasyi (369) dalam Rijalul Kasyi, Ibnu Abil Hadid (656)
dalam Syarah Kitab Nahjul Balaghah, Ni'matullah Al-Jaza'iriy (1112) dalam Al-Anwar
An-Nu'maniyyah dan lain-lain. Dialah yang menggerakkan orang-orang pembangkang dari
kota Bashrah, Kufah dan Mesir dengan cara mencatut nama-nama dan stempel dari sahabat
seperti Ali bin Abi Thalib, Zubair, Thalhah, Aisyah dan lain-lain guna
meyakinkan para pembangkang bahwa para sahabat tersebut mengingkari dan mencela
Khalifah Utsman.
Para pembangkang yang telah
terhasut ini bermacam-macam. Syeikh Muhibbuddin Al-Khathib dalam ta'liq
(komentar)nya di kitab Al-'Awashim Minal Qawashim menyebutkan; di antara mereka
ada yang berlebih-lebihan dalam beragamanya sehingga saat mengingkari sesuatu
mereka lakukan dengan berbuat dosa besar (kemungkinan ungkapan beliau ini dimaksudkan
untuk kaum Khawarij). Ada
juga orang-orang hasad yang sakit hati karena tidak mendapatkan bagian duniawi
yang lebih baik sebab mereka baru dalam memeluk agama Islam, belum pernah
berjihad dan melakukan futuhat sehingga tidak mendapatkan ghanimah sebagaimana
para pendahulunya. Ada
juga yang sakit hati dan tidak terima lantaran diri mereka dan beberapa anggota
keluarganya pernah dita'dib dan dita'zir (dihukum) akibat kesalahan-kesalahan
yang mereka lakukan. Ada juga orang-orang bodoh
yang diperalat oleh kelompok Abdullah bin Saba'
dengan merusak aqidah mereka. Ada
juga orang-orang yang tidak tahu balas budi atas kebaikan yang pernah diberikan
oleh Utsman kepada mereka, lalu mereka menjadi semakin tamak dengan kekuasaan.[18]
Mereka membunuh Khalifah sedang beliau membaca Al-Qur'an
setelah terlebih dulu dikepung rumahnya tidak boleh keluar, bahkan untuk
mengambil air.
Para pentolan yang berusaha membunuhnya adalah Kinanah bin
Bisyr, Ruman Al-Yamani, Jibillah bin Aiham, Sudan bin Humran, seorang dari Bani
Sadus yang dijuluki Al-Maut Al-Aswad, Malik bin Al-Asytar An-Nakha'i dan
lain-lain.[19]
Abdul A'la bin
Al-Haitsam berkata, ayahku berkata padaku :
"Aku bertanya pada Hasan Bashri "Apakah ada
seseorang dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang membunuh Utsman ?"
Beliau menjawab :
"Tidak. Mereka (pembunuh Utsman) adalah orang-orang
keras dan kasar dari Mesir"[20]
Imam Al-Hakim dalam Mustadrak meriwayatkan hadits dari
Kinanah al-Adawy, ia berkata :
"Saat itu aku berada bersama seseorang yang mengepung
Utsman. Aku lalu bertanya : "Apakah Muhammad bin Abu Bakar yang telah membunuhnya
?. Ia menjawab : "Bukan. Tapi Jibillah Ibnul Aiham, orang dari
Mesir."
Kinanah berkata : "Ada yang bilang pembunuhnya adalah Kabirah
As-Sukuny, dan ada yang bilang Kinanah bin Bisyr At-Tajiby. Kemungkinan
dua-duanya terlibat, semoga Allah melaknat keduanya."
Walid bin Uqbah berkata :
"Ketahuilah bahwa sebaik-baik manusia setelah Nabi
adalah orang yang dibunuh oleh At-Tajiby (pembunuh Utsman) yang datang dari
Mesir."[21]
Lalu siapakah
para pembunuh itu ? Imam Al-Hakim dalam Mustadrak meriwayatkan hadits shahih
dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha berkata, Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam berkata kepada Utsman :
"Sesungguhnya
Allah akan memakaikanmu sebuah baju (khilafah), maka jika seandainya
orang-orang munafik menginginkan lepasnya baju itu maka jangan kamu
lepas."[22]
Telah nyata siapa
sebenarnya para pembunuh beliau, yaitu orang-orang yang menampakkan
keislamannya namun sikap mereka adalah munafik khawarij yang membangkang kepada
Khalifah. Dan kemudian sejarah membuktikan bagaimana akhir kehidupan para
petualang pendosa ini.
Al-Hafidz
Adz-Dzahaby dalam Siyar di akhir terjemahnya tentang Muhammad bin Abu
Hudzaifah, lelaki keturunan Habasyah yang ikut memimpin pembangkang dari Mesir
berkata :
"Sebagian besar orang yang berusaha membunuh Utsman
telah mati terbunuh. Semoga terbunuhnya mereka adalah lebih baik dan menjadi
pembersih dosa-dosa mereka."[23]
Muhammad bin Sirin bercerita pada saat beliau tawaf melihat
orang laki-laki yang sedang berdo'a "Ya Allah ampuni hamba, namun hamba
tidak yakin Engkau ampuni hamba", maka beliau pun bertanya kenapa berdo'a
seperti itu ?. Ia bercerita bahwa dahulu ia berjanji kepada Allah sekiranya ia
dapat membunuh Utsman maka ia akan menampar mukanya. Lalu setelah Utsman terbunuh dan disemayamkan di
rumahnya, ia pun masuk. Setelah tidak ada satu pun orang di dalam rumah, ia
lalu membuka tutup mukanya dan menampar wajah Khalifah yang mulia dan saat
itulah tangannya mengering.
Muhammad bin
Sirin lalu melihat tangan orang tersebut dan ternyata ia kering seperti batang
kayu.[24]
Adapun pembunuh
Khalifah Ali bin Thalib radhiyallahu anhu adalah seorang Khawarij bernama Abdur
Rahman bin Muljam Al-Murady. Ia telah bersepakat dengan dua orang temannya
sesama khawarij untuk membunuh tiga orang sahabat Nabi shallallahu alaihi wa
sallam. Ia memilih Ali untuk dibunuh, sedang Al-Bark At-Tamimi memilih untuk
membunuh Mu'awiyah, dan Amr bin Bakr At-Tamimi memilih Amr bin Ash. Lalu semua
melaksanakannya namun hanya Khalifah Ali bin Abi Thalib yang terbunuh sebagai
syahid. Dan ketiga pembunuh itu pun pada akhirnya terbunuh semua.
Sekiranya sang
penceramah itu mengerti sejarah dan mempelajarinya dengan ikhlas berdasarkan
kaidah-kaidah belajar yang benar maka mulutnya tidak akan lancang dan gegabah
dalam bicara.
Al-Qadhi Abu
Bakr Ibnul Arabi dalam Al-'Awashim telah memperingatkan kaum muslimin agar
berhati-hati dalam mengambil kisah-kisah seputar fitnah pada masa setelah
meninggalnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan beliau berpendapat
bahwa sumber sejarah yang mu'tamad (bisa dibuat sandaran) ada dalam kitab
Tarikh Ath-Thabari, sebab dalam kitab ini semua riwayatnya bersandar pada
perawi-perawinya. Dan Syeikh Muhibbuddin Al-Khathib dalam ta'liqnya terhadap
pendapat Ibnul Arabi ini mengatakan hendaknya kaum muslimin yang mengambil
sumber sejarah dari Tarikh Ath-Thabari mengerti tentang ilmu hadits, sebab Imam
Ath-Thabari memang meriwayatkan seluruh riwayat yang shahih maupun yang palsu
agar orang yang membacanya bisa tahu mana riwayat sejarah yang benar dan mana
yang dipalsukan. Bila ada orang yang tidak mengerti ilmu hadits lalu ia membaca
semua riwayatnya dan membenarkannya maka ia ibarat "Hathibu lail"
yaitu orang yang memungut kayu bakar di malam hari, bisa jadi ia memungut ular
sehingga menjadi sebab kebinasaannya.[25]
Syeikh DR.
Utsman bin Muhammad Al-Khamis menjelaskan dalam bukunya Huqbah Minat Tarikh, bagi
siapa saja yang membaca sejarah agar memperhatikan kaidah-kaidah yang benar
terutama dalam mengambil riwayat hadits atau cerita.[26]
Sebab bila orang
bodoh dan sembrono dalam hal kaidah-kaidah ilmu hadits, maka ia akan menjadi
santapan orang-orang yang menyesatkan. Semoga kita dapat meneladani Imam Abu
Hamid Al-Ghazali yang meski banyak menuai kritik para Ulama terkait banyaknya
riwayat lemah dan palsu dalam kitabnya Ihya Ulumid Din dan beliau sendiri
mengatakan "saya tidak punya modal dalam bidang hadits", namun di
akhir hidupnya sebagaimana keterangan Al-Hafidz Adz-Dzahabi dalam Siyar, beliau
mendapatkan limpahan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sebab keikhlasannya dan
selamat dari kebinasaan hingga akhirnya beliau memutuskan untuk mempelajari
hadits dan menghafalnya. Beliau meninggal sedang kitab Shahih Bukhari berada di
atas dadanya.
Bersambung...
(catatan kaki ada di bagian 4)