Kamis, 05 Desember 2013

CATATAN PERJALANAN DARI BINTARA KE WANARAJA [1]

JANGAN BICARA KEMATIAN

Kematian bagi sebagian masyarakat kita bukanlah sesuatu yang menarik untuk dibicarakan. Kesemangatan hidup seakan lenyap bila sudah membicarakan kematian. Bahkan mendengarkannya pun kadang sebagai sebuah hantaman musibah yang akan segera menimpa. Maka tidaklah heran bila kemudian mereka tidak bersemangat saat membicarakan kematian.

Bagi bapak-bapaknya, berbicara tentang kasus-kasus politik yang didapat dari media jauh lebih menggairahkan. Sedang kaum ibunya, ngobrol tentang kenaikan harga-harga barang di tukang sayuran jauh lebih menyegarkan, apalagi bila pembicaraan mereka sudah berlanjut pada rempah-rempah sebagai bumbu-bumbu. Ada bumbu penyedap fitnah, bumbu pewarna ghibah, dan juga bumbu perasa adu domba. Yang pasti, bagi mereka bumbu masakan haruslah komplit. Lain lagi dengan anak mudanya, bicara tentang derbi El-Clasico, Della Madonnina, atau duo Manchester akan jauh membuat hidup mereka lebih hidup. Demikian juga dengan remajanya, bicara tentang K-Pop dan artis-artis Korea telah membuat mereka lari dari dunia nyatanya. Kadang mereka telah lupa, bahwa kulit coklat tak mungkin diputihkan sebagaimana mata lebar tak mungkin disipitkan.

Akhirnya, sebagian waktu mereka telah habis untuk hal-hal yang tidak sedikitpun memberikan manfaat bagi kehidupannya. Hal itu mereka lakukan, sekali lagi demi lari dari kenyataan, bahwa hidup akan segera diakhiri oleh kematian.

Alangkah jitunya saat ayat Al-Qur'an menggambarkan tentang pelarian ini :

"Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu."[1]

Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala juga bercerita tentang orang-orang yang sampai bersembunyi dari kematian ke tempat-tempat yang menurut mereka tak akan diketahui oleh Malaikat pencabut nyawa :

"Dimanapun kamu berada, niscaya kematian akan menemuimu sekalipun kamu berlindung dibalik tembok yang tinggi dan kokoh"[2]


Bila kita cermati, ada beberapa aktivitas masyarakat terkait musibah kematian yang layak untuk dibicarakan sebagai bahan pelajaran dan nasehat bagi kita, di antaranya adalah :

DUDUK MEMBUANG WAKTU.

Setiap ada berita kematian tetangga, maka di antara bentuk kewajiban bertetangga kita adalah melakukan ta'ziyah, yaitu datang memberikan do'a kesabaran bagi keluarga yang ditinggalkan dan menghibur rasa dukanya sekaligus menunaikan hak-hak mayit.

Namun ada satu hal yang seakan sudah menjadi kebiasaan di masyarakat kita, yaitu duduk-duduk lama hanya sekedar mengobrol dan tertawa tentang hal-hal yang tidak penting.

Pada dasarnya duduk saat hadir di rumah duka adalah salah satu bentuk ta'ziyah yang disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana saat beliau bersedih atas kematian Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abu Thalib dan Abdullah bin Rawahah dalam perang Mu'tah tahun 8 Hijriyah, selanjutnya beliau duduk menerima kehadiran para sahabat yang datang berta'ziyah di rumah Ja'far, namun duduknya beliau bukanlah dalam rangka supaya orang-orang datang ke tempat itu.[3]

Saat datang kabar tentang kematian Ja'far, beliau berkata :

"Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'far, karena telah sampai kepada mereka hal yang membuat mereka sibuk."[4]

Imam Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa membuatkan makanan buat keluarga mayit adalah mustahabbah (dianjurkan). Namun beliau memberikan catatan bahwa membuatkan makanan tersebut atas dasar kerelaan hati si pembuat makanan dan juga sebagai balasan kebaikan yang serupa yang telah diperbuat mayit. Kita pun diperbolehkan untuk sekedar memakannya sedikit bila dilihat ada kemaslahatan yang didapat seperti mempererat hubungan hati atau ta'liful qulub.[5] Imam Nawawy dalam Al-Majmu' juga mengatakan boleh.[6]

Namun bila keluarga mayit sendiri yang membuat makanan untuk para tamu dan mengundang mereka untuk makan-makan di rumahnya maka hal itu tidak boleh, sebagaimana dikatakan Imam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Fatawa[7] sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Jarir bin Abdullah Al-Bajaly :

"Dahulu (pada masa Nabi) kami menganggap kumpul-kumpul di rumah keluarga mayit dan juga keluarga mayit yang membuat makanan untuk orang-orang setelah menguburnya adalah bagian dari niyahah (meratapi mayit yang ada pada masa Jahiliyyah)"[8]

Sebenarnya yang sedikit menjadi masalah adalah pada duduk-duduknya yang kemudian dipakai untuk mengobrol segala macam yang kebanyakan kurang bermanfaat. Sebuah kebiasaan yang harus segera diperbaiki. Bahwa waktu tetaplah waktu yang senantiasa berjalan terus tanpa bisa berhenti apalagi mundur kembali. Tak sepatutnya seorang muslim menghabiskan waktunya hanya untuk mengobrol dan tertawa. Sungguh melakukan ta'ziyah mendatangkan pahala, maka janganlah ia dirusak dengan banyak bicara dan tertawa.

-----bersambung (Knalpot-knalpot Kecil, Pelayat Berkostum Hitam-hitam, Stasiun TV Al-Khurafaat, Prosedur Pengiriman Jenazah)

Fairuz Ahmad.

Cerita Perjalanan dari Bintara ke Wanaraja, 14-15 Rabi'ul Akhir 1434 H./25-26 Februari 2013 M.

Selesai ditulis hari kamis, 24 Rabi'ul Akhir 1434 H./7 Maret 2013 M.

----------

Catatan :

[1] Al-Jumu'ah : 8.

[2] An-Nisa : 78.

[3] Lihat penjelasan yang panjang lebar dalam masalah ini pada kitab fiqih mazhab Syafi'i di Nihayatul Muhtaj Ila Syarhil Minhaj, Kitabul Jana'iz Bab At-Ta'ziyah oleh Muhammad bin Syihabuddin Ar-Ramly, Darul Fikri Cet.1404 H./1984 M.

[4]

  • Sunan Ad-Daruquthny 1826 dan 1855.
  • Musnad Imam Ahmad 1687.
  • As-Sunanul Kubra Imam Baihaqi 6943.
  • As-Sunanus Shaghir Imam Baihaqi 534.
  • Sunan Ibnu Majah 1599.
  • Syarhus Sunnah Imam Al-Baghawy 1546.
  • Al-Mustadrak Alas Shahihain Imam Al-Hakim 1309.
  • Al-Bahruz Zakhkhar Al-Ma'ruf Bi Musnad Al-Bazzar oleh Imam Abu Bakar Ahmad bin Amr bin Abdul Khaliq Al-Atky Al-Bazzar, Maktabatul Ulum wal Hikam, Cet.1424 H./2003 M. No. Hadits 2245.
  • Mirqatul Mafatih Syarhu Misykatil Mashabih, Kitabul Jana'iz, Bab Al-Buka'u Alal Mayyit Imam Ali Bin Sulthan Muhammad Al-Qary, Darul Fikri Cet.1422 H./2002 M.

[5] Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyyah, Fiqih, Kitabul Jana'iz, Bab Ziyaratul Qubur, Mas'alatu Ma Yata'allaqu Bit Ta'ziyah, Cet.1416 H./1995 M.

[6] Al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab Imam Nawawy, Kitab Az-Zakat.

[7] Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyyah, Fiqih, Kitabul Jana'iz, Bab Ma Yanfa'ul Mayyit Wa Ma La Yanfa'uhu, Al-Qira'ah Alal Qabri, Cet.1416 H./1995 M.

[8] Musnad Imam Ahmad 6866.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar