Kamis, 05 Desember 2013

CATATAN PERJALANAN DARI BINTARA KE WANARAJA [2]



KNALPOT-KNALPOT 
Kebiasaan masyarakat berikutnya adalah merokok. Hampir bisa dipastikan acara-acara berkumpul akan diselingi dengan merokok. Sebuah kebiasaan yang sudah turun-temurun dilestarikan oleh sebagian besar masyarakat kita. Kadang tak lagi mengenal tempat, waktu dan usia bahkan jenis kelamin. Banyak yang merasa menikmati kegiatan yang satu ini.
Tulisan ini tidak sedang membicarakan hukum merokok dalam agama kita. Namun kiranya dapat menjadi bahan renungan dan pertimbangan bagi para penikmat rokok. Benarkah kenikmatan merokok itu ada ? dan layakkah ia disebut sebagai kenikmatan, khususnya bagi seorang muslim yang merokok ?
Cobalah simak sabda mulia Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saat beliau mengabarkan tentang sifat seorang muslim.
"(Dinamakan) seorang muslim adalah jika orang-orang Islam lainnya merasa aman dari gangguan tangan dan lidahnya."[9]
Bahkan dalam riwayat Imam Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan :
"Dan (dinamakan) seorang mukmin adalah jika orang-orang merasa aman atas darah dan harta mereka dari gangguannya."[10]
Ungkapan darah dalam hadits di atas adalah nyawa. Artinya, menjaga nyawa diri sendiri dan orang lain adalah tanda keimanan seseorang. Maka merusak dan menghilangkannya adalah dosa.
Kemudian pernahkah kita merasa bahwa asap rokok yang kita kepulkan itu dirasakan nikmat oleh saudara kita yang tidak merokok ?
Bila kita seorang muslim yang merokok, maka cobalah amati wajah saudara kita yang turut menghirup asap rokok kita. Pastikan wajahnya nyaman oleh perilaku kita. Pernahkah kita bertanya kepadanya, apakah ia redha dengan asap rokok yang ia hirup dari rokok kita ?
Kadang seorang perokok telah sangat mengerti, bahwa ada kandungan racun yang sangat banyak dari asap rokok. Namun ia tidak mengerti bahwa racun yang berbahaya itu tidak halal bila harus tersebar kepada saudaranya. Itulah kenapa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan bahwa kita dilarang mengganggu saudara kita, maka beliau menyebut sebagai seorang muslim. Artinya, bila ada saudara kita yang terganggu oleh perilaku kita, maka kita tidak layak disebut sebagai seorang muslim. Karena seorang muslim tidak akan mengganggu saudaranya.
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia dilarang menzalimi dan menghinanya. Dan barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Dan barang siapa yang melepaskan kesulitan saudaranya maka Allah akan melepaskan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat nanti. Dan barang siapa menutup aib saudaranya maka Allah akan menutup aibnya kelak di hari kiamat."[11]
Bila kita sendiri tidak mau diganggu oleh orang lain, maka begitu juga dengan orang lain, pasti ia tidak mau terganggu oleh ulah kita. Seperti itulah nasehat Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat beliau berkata :
"Tidaklah beriman seorang dari kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya akan apa-apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri."[12]
Alangkah mulianya diri kita dihadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala kelak, saat kita melaksanakan nasehat-nasehat Nabi dengan menjadi sebenar-benar muslim, yang mencintai kebaikan untuk saudaranya dan tidak pula mengganggunya saat di dunia.
Mari kita merenung sejenak tentang maksud Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam melarang orang yang memakan bawang putih atau bawang merah agar tidak mendekati masjid dan shalat berjama'ah bersama orang-orang, pernah juga beliau mengatakan agar orang tersebut menyingkir dari dari jama'ah dan dari masjid, bahkan Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu pernah menyampaikan dalam khuthbah jum'atnya bahwa Rasulullah pernah mengusir seseorang dari masjid saat beliau mencium bau bawang tersebut darinya.[13] Semua itu menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak menginginkan ada gangguan terhadap kenyamanan bersama, meski hanya sekedar bau bawang. Bukankah asap rokok kita juga mengganggu kenyamanan saudara kita ? Oleh karenanya, bau tak sedap inilah yang membuatnya sama dengan bau bawang putih atau merah.
Sekeren apapun penampilan kita, namun bila bau asap rokok telah menyeruak, maka kita tidak jauh beda dengan preman pasar, meski penampilan beda namun aroma tetaplah sama. Tidak berbeda.
Simaklah juga nasehat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saat beliau menginginkan umatnya agar menjauhi api Neraka meski dengan perantaraan sebelah/sepotong buah kurma.[14] Bahwa sedekah tak selalu harus berjuta-juta uang. Tak selamanya ia harus banyak. Namun kadang sedekah yang sedikit pun mampu menghalangi kita dari jilatan api Neraka.
Bila kita diperintahkan oleh Nabi agar menjauh dari Neraka, lalu bagaimana nasib kita kelak saat menemukan banyak sekali pengeluaran-pengeluaran yang malah mendekatkan kita pada Neraka ? Ya, bukankah kita telah dengan sukarela membelanjakan harta titipan Allah itu untuk hal-hal yang merusak diri kita dan mengganggu saudara kita ? Mudah2an Allah Azza wa Jalla menyadarkan kita semua.
Dalam agama kita mengenal Maqashid As-Syari'ah, yaitu tujuan-tujuan utama penerapan syari'ah. Dan di antara tujuan penerapan syari'ah adalah menjaga kesehatan tubuh. Oleh karena itu kita wajib mengenal adanya larangan merusak tubuh. Bila dalam rokok terdapat banyak racun yang berbahaya, maka mengkonsumsinya adalah hal yang tidak sesuai dengan Maqashid As-Syari'ah. Lalu bagaimana pula saat kita memaksa saudara kita menghirup sesuatu yang bisa merusak tubuhnya ? maka akan bertumpuk-tumpuklah kesalahan-kesalahan kita.
Maqashid As-Syari'ah lainnya adalah menjaga harta dari kerusakan. Setiap orang yang merokok pasti sangat mengerti dan sadar bahwa ia harus merelakan sejumlah uangnya untuk merokok. Bila ia mau sejenak menghitung semua uang yang sudah ia keluarkan untuk merokok selama bertahun-tahun, pastilah ia akan tercengang dengan jumlahnya. Maka hendaknya ia mulai menghitung dari sekarang sampai lima tahun ke depan misalnya. Dan uang itu hanya untuk merokok. Bukankah ia  bisa mengambil kesimpulan bahwa ia sedang memusnahkan hartanya ? dan bukankah itu perilaku yang tidak sesuai dengan Maqashid As-Syari'ah ? sepatutnya ia mengerti bahwa seluruh pengeluarannya tersebut adalah sikap tabdzir, yaitu merusak harta benda. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."[15]
Alangkah nikmatnya bila kita selalu dalam naungan nasehat-nasehat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan di antara nasehatnya adalah :
"Sesungguhnya Allah Ta'ala meridhai bagi kalian tiga hal dan membenci dari kalian tiga hal.
Allah meredhai kalian menyembah-NYA, tidak menyekutukan-NYA, dan berpegang teguh pada Tali Allah dan tidak bercerai-berai.
Dan Allah membenci qiila wa qaala (berbicara tanpa hujjah), banyak pertanyaan, dan menyia-nyiakan harta benda."[16]
Di antara hal-hal yang membuat lingkungan tidak nyaman yang dihasilkan dari kebiasaan merokok adalah sampah rokok. Hampir kebanyakan para perokok tidak lagi peduli dengan sampah rokoknya. Ia sering membuang sampah puntung rokoknya secara sembarangan. Mulai dari halaman rumah sampai jalanan. Tak jarang kita selalu menemukan sampah puntung rokok yang berceceran.
Bila kita adalah muslim yang merokok, pernahkah kita memikirkan apakah saudara-saudara kita merasa nyaman dengan sampah-sampah kita itu ? atau mungkin mereka sebenarnya merasa sangat terganggu dengannya ?
Maka sekali lagi, bila sampah-sampah itu mengganggu kenyamanan saudara kita, maka kita telah mengetahui bahwa mengganggu kenyamanan sesama saudara adalah bukan ciri seorang muslim. Ketahuilah bahwa sampah adalah perkara yang mengganggu kenyamanan, sedang menyingkirkan gangguan adalah wujud dan ciri dari cabang iman yang paling rendah. Bila cabang keimanan yang paling rendah saja kita tak punya, maka dari mana kita bisa menyebut diri sebagai seorang yang beriman. Cabang-cabang iman ibarat anak tangga. Untuk mencapai puncaknya seseorang harus memulai dari cabang yang paling rendah. Begitulah Rasulullah memberikan nasehatnya kepada kita :
"Iman itu ada tujuh puluh lebih atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang iman."[17]
Dan termasuk sampah rokok adalah asapnya. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan udara sehat untuk kita. Lalu atas dasar apa kita merusaknya ? pernahkah kita memikirkan akibat dari perbuatan kita yang merusak itu saat kelak berdiri di hadapan Allah untuk mempertanggungjawabkannya ? bukankah telah sampai kepada kita bahwa perilaku merusak itu dilarang oleh Allah ?
"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan "[18]
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya"[19]
Akhirnya, boleh jadi kita sudah tidak sadar bahwa banyak saudara-saudara kita yang saat ini sedang bersabar atas perilaku buruk kita. Kita telah membuatnya tidak nyaman dengan asap rokok dan juga sampahnya. Dan sepatutnya kita tahu bahwa kesabaran mereka atas perilaku buruk kita adalah kebaikan bagi mereka, namun ia adalah dosa bagi kita. Bisakah kita renungkan sejenak saja ungkapan Nabi saat beliau menasehati seorang sahabatnya yang mengadu padanya :
Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata :
Telah datang seseorang kepada Nabi lalu berkata :
"Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat dimana aku selalu menyambung tali silaturahim dengannya namun ia memutuskannya. Dan aku berbuat baik padanya namun ia berlaku buruk padaku. Ia berbuat sewenang-wenang padaku namun aku selalu berbuat bijak padanya."
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
"Bila keadaanmu sebagaimana yang kamu katakan, maka sejatinya engkau bagaikan sedang memberinya makan abu panas, dan Allah akan senantiasa memberikanmu pertolongan atas perilaku mereka selama kamu dalam keadaan seperti itu."[20]

-----bersambung (Pelayat Berkostum Hitam-hitam, Stasiun TV Al-Khurafaat, Prosedur Pengiriman Jenazah)

Fairuz Ahmad.

Cerita Perjalanan dari Bintara ke Wanaraja, 14-15 Rabi'ul Akhir 1434 H./25-26 Februari 2013 M.

Selesai ditulis hari kamis, 24 Rabi'ul Akhir 1434 H./7 Maret 2013 M.

----------

Catatan :
[9] Hadits Riwayat :
  • Bukhari dari Abdullah bin Amr, Kitabul Iman No.10.
  • Abu Dawud dari Abdullah bin Amr, Kitabul Jihad No.2481.
  • An-Nasa'i dari Abdullah bin Amr, Kitabul Iman wa Syarai'uhu No.4996.
  • Ad-Darimi dari Abdullah bin Amr, Kitabur Raqaaq No.2716.
[10] Tirmidzi dari Abu Hurairah, Kitabul Iman 2627.
[11] HR. Bukhari dari Abdullah bin Amr, Kitabul Madhalim No.210.
[12] HR. Bukhari dari Anas bin Malik, Kitabul Iman No.13. dan Muslim No.45.
[13] Silakan lihat Kitab Riyadhus Shalihin Bab Nahyu Man Akala Tsuman Au Bashalan, hadits No.1701-1705 hal.572 Cetakan Mu'assasah Ulumil Qur'an Beirut 1410 H./1990 M.
[14] Lihat matan asli di riwayat Bukhari dari Adi bin Hatim, Kitab Ar-Raqaaq Bab Sifatul Jannah wan Nar no.6195 dan riwayat Muslim dari Adi bin Hatim, Kitab Zakat no.1687.
[15] Al Israa’ : 27
[16] Hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Kitabul Aqdhiyah no. 1715.
[17] Hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Kitabul Iman no.35.
[18] Al-Baqarah : 195.
[19] Al-A'raaf : 56.
[20] Al-Adabul Mufrad Imam Bukhari dari Abu Hurairah No.52
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar