Jumat, 06 Desember 2013

CATATAN PERJALANAN DARI BINTARA KE WANARAJA [3]



PELAYAT BERKOSTUM HITAM-HITAM
Tidak ada salahnya kita memakai pakaian dengan warna-warna yang kita suka. Para Ulama pun membolehkan memakai pakaian dengan warna apa saja kecuali merah polos dan pekat.[21]
Nabi pun pernah memakai pakaian berwarna hijau sebagaimana dalam hadits riwayat Tirmidzi dari Abu Rimtsah Rifa'ah bin Yatsriby At-Taimy,[22] Imam As-Syaukany bahkan menjelaskan anjuran berpakaian warna hijau karena pakaian warna hijau adalah pakaian penduduk Surga, sebagaimana ia sangat bermanfaat buat penglihatan dan sedap dipandang mata.[23]
Beliau juga pernah memakai baju warna merah yang berpadu dengan warna hitam dan putih yang disebut dengan "Al-Hullatul Hamra"[24] yaitu baju khas buatan negeri Yaman berbentuk stelan seperti kain ihram. Saat beliau memakainya, maka sahabat Al-Barra bin 'Azib radhiyallahu anhu berkata:
"Sungguh aku belum pernah melihat baju seindah itu."[25]
Beliau juga pernah memakai baju warna hitam,[26] namun yang paling beliau sukai adalah baju berwarna putih.[27]
Meskipun rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membolehkan memakai baju dengan warna apa pun, namun beliau sering kali menekankan anjuran agar penampilan kita menyenangkan orang lain. Tidak hanya penampilan baju kita, bahkan penampilan fisik dan muka pun beliau perhatikan agar tidak ada kesan menyeramkan bagi orang lain. Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah telah menjelaskan panjang lebar tentang hal ini dalam kitabnya Zadul Ma'ad dan mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sangat menganjurkan memakai baju berwarna putih, atau Al-Hibarah, yaitu pakaian katun dari negeri Yaman yang ada hiasan motif atau garis.[28].
Sedang terkait dengan musibah kematian yang menimbulkan kesedihan, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sudah sangat mengerti akan hal ini. Kemengertian inilah yang menyebabkan adanya perhatian beliau yang sangat mendalam terkait musibah kematian. Seakan-akan beliau memberikan isyarat agar jangan menambah situasi kesedihan, dengan cara membolehkan bagi para tetangga untuk memasakkan makanan buat keluarga mayit, dan juga janganlah para pengunjungnya memakai baju hitam-hitam. Sebab hitam identik dengan gelap, sedang gelap seringkali berarti hal-hal yang tidak enak, baik maknawi maupun hakiki. Kebanyakan para preman dan penjahat, orang-orang aliran ilmu hitam dan yang sejenisnya suka dengan warna hitam-hitam, karena mereka ingin ditakuti sehingga harus mengesankan keseraman penampilan. Sangat berbeda dengan sunnah Rasulullah yang tidak ingin orang-orang lari dari hadapannya.
Maka lihatlah tuntunan beliau saat menganjurkan memakai pakaian warna putih dengan mengatakan:
"Pakailah pakaianmu yang berwarna putih sebab ia adalah sebaik-baik pakaianmu dan kafankanlah dengannya orang-orang yang meninggal."[29]
Ada banyak riwayat hadits tentang anjuran memakai baju warna putih, dimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sering mengiringinya dengan memakaikannya juga kepada orang-orang yang meninggal dunia sebagai kafan. Mungkin inipun isyarat bahwa pada saat-saat musibah kematian, maka baju yang paling baik untuk dipakai berta'ziyah adalah yang berwarna putih. Sebab warna putih menciptakan suasana nyaman, bersih dan kelapangan, baik hati maupun pikiran.
Oleh sebab itu, saat berta'ziyah ada baiknya kita tinggalkan kebiasaan berperilaku yang mengesankan keseraman dan kegelapan, dan menggantinya dengan perilaku yang mencerminkan kenyamanan dan kelapangan. Sungguh, mengamalkan sunnah-sunnah Nabi akan mencipta pahala dan kebaikan, meski hanya sekedar warna dalam berpakaian. Maka, "Janganlah kalian meremehkan sedikitpun dari kebaikan…", begitulah kiranya nasehat Nabi kita.[30]
STASIUN TV AL-KHURAFAAT
Bila kita perhatikan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya sekalipun, maka cara beragama dan berperilaku sebagian besar masyarakat kita diperoleh dari Kyai Haji Televisi yang bermazhab "Ala Qadrihi", yaitu ilmu yang sekedarnya, bahkan yang sekedarnya pun kadangkala tak jelas asal-usulnya.
Di antara oleh-oleh ilmu dari Kyai Haji Televisi tentang hal yang berhubungan dengan kematian adalah larangan menanam pohon kamboja di pekarangan rumah. Karena pohon tersebut cocoknya di kuburan, jadi ia dapat mengundang "tamu tanpa undangan" bernama setan.
Ada juga larangan melihat mayit bagi anak-anak kecil dan wanita hamil. Meski sekali lagi bahwa larangan tersebut kalau kita telusuri riwayatnya maka kita akan temukan keberadaannya hanya di kitab Sunan Televisi. Semuanya diriwayatkan oleh para perawi kazdzab dan wadha' alias pendusta dan pengarang cerita.
Lalu keyakinan adanya ruh yang gentayangan dan dapat merasuk ke tubuh seseorang. Meskipun kita jadi bertanya-tanya, kenapa ia tidak masuk saja ke tubuhnya lagi sehingga dapat hidup kembali. Atau gantian saja dengan tubuh orang lain sehingga tidak akan ada yang namanya kematian.
Sungguh hal-hal aneh yang hanya ada dalam pikiran orang-orang bermazhab "Ala Qadrihi".
Maka dari itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sudah sejak awal mula selalu menekankan kewajiban menuntut ilmu agama yang baik. Dan tanda kebaikan seseorang adalah saat ia difahamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap perkara agamanya.
"Barang siapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, maka Dia akan memahamkan orang tersebut terhadap agamanya."[31]
PROSEDUR MENGANTAR JENAZAH DENGAN AMBULANCE
Di antara keagungan agama Islam adalah syari'atnya yang mudah dan memudahkan dalam berbagai urusan. Nabi pun telah menyampaikan tuntunannya dalam hal memudahkan urusan dengan mengatakan :
"Permudahlah dan jangan engkau persulit, berilah kabar gembira dan jangan kau buat lari."[32]
Ulama pun membuat kaidah dalam rangka memudahkan urusan yang berkaitan dengan hak-hak seorang muslim dengan ungkapan "Ad-Dhararu Yuzaal", yaitu semua hal yang menyulitkan harus dihilangkan.
Kadang-kadang termasuk hal yang menyulitkan dalam mengurus jenazah adalah mengantarnya ke daerah asal mayit. Contoh dalam hal ini adalah mengurus surat keterangan meninggal dunia. Baik sekedar formalitas atau bukan, maka mempersulit pengurusan surat keterangan kematian merupakan pelanggaran terhadap hak-hak mayit yang harus segera ditunaikan. Sebab mempersulitnya dengan alasan berbagai macam prosedur berarti menunda hak mayit untuk segera dikuburkan. Sedangkan mempercepat penguburannya adalah sunnah yang harus dilaksanakan. Sebagaimana hadits muttafaq alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
"Percepatlah dalam mengubur jenazah. Karena jika ia orang shaleh, maka alangkah baiknya kalian segera mengantarkannya pada kebaikan itu. Sedangkan bila ia bukan orang shaleh, maka untuk apa kalian membiarkan sesuatu yang buruk dalam tanggungan kalian."[33]
Kadang ada kasus-kasus tertentu dimana ada fihak tertentu pula yang mempertanyakan surat keterangan kematian di tengah perjalanan. Bila kemudian tidak membawa surat "sakti" tersebut maka pihak keluarga sendiri pun bisa saja tidak boleh melanjutkan pengantaran jenazah keluarganya alias tidak dapat ijin masuk wilayah, seperti turis yang belum dapat visa. Meski jenazah sudah benar-benar mati dan bukan lagi setengah mati.
Ada juga kasus kematian lainnya dimana perangkat desa setempat meminta pihak keluarga agar mengurus surat keterangan meninggal dunia ke sebuah Rumah Sakit, padahal semua orang sudah menyaksikan bahwa orang tersebut sudah menjadi mayat, dan bukan zombie. Sungguh aneh bin ajaib. Perangkat desa yang akal dan matanya sehat wal afiyat meminta hal sepele yang sebenarnya dia sendiri pun bisa memberinya.
Walhasil, ternyata kita masih perlu banyak belajar dan mempelajari tuntunan-tuntunan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang tak meninggalkan sedikit pun pelajaran tentang akhlakul karimah, seraya senantiasa berdo'a "Ya Allah jauhkanlah kami dari perilaku yang mungkar (tidak baik)".[34]
Fairuz Ahmad.
Cerita Perjalanan dari Bintara ke Wanaraja, 14-15 Rabi'ul Akhir 1434 H./25-26 Februari 2013 M.

Selesai ditulis hari kamis, 24 Rabi'ul Akhir 1434 H./7 Maret 2013 M.

----------
Catatan :
[21] Zadul Ma'ad Ibnu Qoyyim 1/137-139, 4/238 Tahqiq Syu'aib Al-Arna'uth dan Abdul Qadir Al-Arna'uth, Mu'assasah Ar-Risalah 1406 H./ 1986 M.
[22] As-Syamailul Muhammadiyyah Imam Tirmidzi No. Hadits 42. Imam Ad-Darimy Kitabud Diyat No.2388. Imam An-Nasa'i Kitabuz Zinah No.5319.
[23] Nailul Authar Imam As-Syaukany Kitabul Libas Bab Ma Ja'a Fi Labsil Abyadh wal Aswad wal Akhdhar wal Muza'far wal Mulawwanat, hadits no.567.
[24] Zadul Ma'ad Ibnu Qoyyim 1/137-138, 4/238 Tahqiq Syu'aib Al-Arna'uth dan Abdul Qadir Al-Arna'uth, Mu'assasah Ar-Risalah 1406 H./ 1986 M.
[25] Shahih Bukhari Kitabul Libas No.5510.
[26] Hadits Riwayat Muslim dari Aisyah Kitabul Libas waz Zinah No.2081, Abu Dawud Kitabul Libas 4032, Tirmidzi Kitabul Adab 2813.
[27] Zadul Ma'ad Ibnu Qoyyim 4/238 Tahqiq Syu'aib Al-Arna'uth dan Abdul Qadir Al-Arna'uth, Mu'assasah Ar-Risalah 1406 H./ 1986 M.
[28] Nailul Authar Imam As-Syaukany Kitabul Libas Bab Ma Ja'a Fi Labsil Abyadh wal Aswad wal Akhdhar wal Muza'far wal Mulawwanat, hadits no.566.
[29] Hadits Riwayat Musnad Imam Ahmad 2137 dan 3297, Ibnu Hibban 5538, Abu Dawud 3541 dan 4061, Tirmidzi 913, Thabrany 12325.
[30] Musnad Imam Ahmad 20132.
[31] HR. Bukhari dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan, Kitabul Ilmi No.71, Muwaththa' Imam Malik No.1667, Imam Tirmidzi dari Abdullah bin Abbas Kitabul Ilmi No.2645.
[32] HR. Bukhari dari Anas bin Malik, Kitabul Ilmi No.69
[33] Bukhari 1252, Muslim 1568, Ibnu Majah 1477, Tirmidzi 1015, Abu Dawud 3181.
[34] Al-Mustadrak Lil Hakim, Kitabud Du'a No.1992.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar