Tiba-tiba Imamnya "ngetem"
Maghrib di sebuah masjid di tanah Bintara. Tiba-tiba sang imam shalat
maghrib membaca surat-surat dengan irama yang tidak seperti biasanya. Sangat pelan. Tapi yang pasti
surat-surat yang ia baca adalah surat-surat yang sudah biasa ia baca. Bukan surat-surat yang baru. Karena pelan
iramanya, maka pada saat selesai membaca surat kedua setelah Al Fatihah ia
berhenti sedikit lama sebelum rukuk guna menyesuaikan dengan irama pelannya.
Namun kelihatannya ia membaca
dengan irama pelan bukan tanpa sebab.
Sebenarnya ia ingin punya irama baru agar tidak monoton seperti biasanya. Dan penyebab paling utama adalah hafalan surat yang itu-itu saja. Saat ia ingin ada suasana yang berbeda tapi dengan surat yang itu-itu saja, maka jalan satu-satunya adalah membedakan irama. Yang biasanya cepat, sekarang ia menggantinya dengan pelan. Yang pasti adalah timbul persoalan pada saat ia berhenti agak lama sebelum rukuk. Sebab berhenti yang agak lama dan tidak perlu bisa dikategorikan sebagai kegiatan di luar shalat. Dan itu tidak boleh.
Sebenarnya ia ingin punya irama baru agar tidak monoton seperti biasanya. Dan penyebab paling utama adalah hafalan surat yang itu-itu saja. Saat ia ingin ada suasana yang berbeda tapi dengan surat yang itu-itu saja, maka jalan satu-satunya adalah membedakan irama. Yang biasanya cepat, sekarang ia menggantinya dengan pelan. Yang pasti adalah timbul persoalan pada saat ia berhenti agak lama sebelum rukuk. Sebab berhenti yang agak lama dan tidak perlu bisa dikategorikan sebagai kegiatan di luar shalat. Dan itu tidak boleh.
Sesungguhnya para ulama telah
membahas pemberhentian ini dengan menyebutnya saktah, dan biasanya mereka
menyebutnya saktah lathifah, yaitu berhenti lembut, maksudnya adalah berhenti
sejenak yang terukur. DR Wahbah Az Zuhaili dalam kitab Fikih Islami menukil
pendapat ulama mazhab Syafi'i bahwa saktah tersebut sunnah di enam tempat dengan
ukuran atau kadar membaca kalimat subhanallah. Salah satu tempat saktah adalah
setelah membaca surat sebelum takbir rukuk berdasarkan hadits Samurrah bin
Jundab radhiyallahu anhu,
"...dan saat selesai
dari semua bacaan." Dan dalam riwayat yang lain,
"…dan diam ketika
selesai dari bacaan."
Ulama mazhab Hambali juga
mengatakan mustahab.
Sedangkan ulama mazhab Hanafi
dan Maliki mengatakan makruh.[1]
Namun bila berhentinya adalah
karena suatu hal, misalnya seorang imam sengaja menunggu jama'ah yang baru
masuk masjid agar ia mendapatkan satu raka'at, maka terjadi perbedaan di
kalangan ulama. Imam Al Auza'ie, As Syafi'i dan Abu Hanifah mengatakan imam
tidak boleh menunggu, sebab itu dikategorikan sebagai syari'at di luar shalat.
Sedang yang lainnya mengatakan makruh bila sampai menyusahkan jama'ah yang
sudah ikut berjam'ah, dan boleh menunggu bila tidak menyusahkan jama'ah.[2]
Walhasil, berhenti sejenak
dan tidak lama saat akan takbir rukuk masih diperbolehkan, namun bila berhentinya
agak lama maka bisa jadi menyebabkan kemakruhan atau bahkan larangan dalam shalat
sebab berhentinya tersebut akan dikategorikan sebagai perbuatan di luar shalat
sebagaimana perbuatan imam yang sengaja menunggu jama'ah yang masuk masjid.
Wallahu A"lam.
Fairuz Ahmad.
Bintara di tepi pagi, 12
Muharram 1435 H./16 Nopember 2013 M.
---bersambung episode 8
"Wanita cantik pemilik unta",,,
Catatan:
[1] DR. Wahbah Az Zuhaili, Al
Fiqhul Islami wa Adillatuhu 2/880-881 cet.4 Darul Fikr.