Tahukah anda siapa Khadijah itu?
Ya, saya tahu. Beliau istri
pertama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Seorang wanita pengusaha kaya
raya. Seorang entrepreneur
dan business woman handal.
Lalu jawaban selesai, alias
mentok. Namun boleh jadi memang hanya sampai di situ pengetahuannya tentang Khadijah,
atau memang sengaja hanya sampai di situ yang ia inginkan.
Akhirnya dalil-dalil itu menjadi dalih-dalih. Seorang muslimah harus
seperti seorang Khadijah. Mandiri. Pengusaha. Entrepreneur. Business woman. Dan terakhir kaya raya.
Bukan tanpa sebab seorang
wanita berpikir seperti itu. Juga bukan tanpa alasan ia berpendapat seperti
itu. Tapi karena tuntutanlah ia bersikap seperti itu. Ya, karena tuntutan. Bisa
jadi tuntutan ekonomi, dan ini yang paling banyak. Atau tuntutan gelar-gelar
dan titel-titel yang telah menempel dan mengikuti belakang namanya kemana pun
dan dimana pun ia berada. Atau tuntutan aktualisasi diri meski ia sebenarnya
wanita yang sudah bisa mandiri.
Memang tidak ada yang patut
disalahkan dengan wanita yang ingin meneladani Khadijah istri Nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Karena menyalahkannya justru adalah kesalahan. Maka dari
itulah wanita diperbolehkan menjadi seperti Khadijah. Berpenghasilan dari
usahanya. Atau bisa jadi ia berpenghasilan dengan bekerja pada sebuah tempat
kerja. Sebab berpenghasilan memang banyak kebaikannya.
Bila telah tertanam dalam
jiwanya bahwa berpenghasilan itu banyak kebaikannya, maka ia pasti berusaha
agar berpenghasilan. Dan bila sulit menjadi pengusaha mandiri seperti seorang
Khadijah, maka minimal ia bekerja di sebuah tempat bekerja agar berpenghasilan.
Dari sinilah maka banyak para muslimah berpegang pada dalil-dalil tentang
kesuksesan Khadijah sebagai orang yang berpenghasilan. Namun sering kali
dalil-dalil tersebut berubah menjadi dalih-dalih. Dalih muslimah harus bekerja, meski harus
meninggalkan rumahnya dan meninggalkan anak-anaknya. Dan bisa jadi meninggalkan
suaminya juga saat ia ada di rumah.
Sekali lagi tidak ada yang
salah bila memang ada kebutuhan berpenghasilan bagi seorang muslimah. Dan
memang mempertanyakan hal itu adalah percuma dan sia-sia saat memang penghasilan
itu dibutuhkan. Sebab kebutuhan harus diatasi sendiri tatkala tidak ada pihak
lain yang mengatasinya. Itulah realita. Tidak mungkin melarang muslimah
berpenghasilan meski ia harus bekerja di luar rumah tatkala penghasilannya
adalah untuk kebutuhan hidupnya.
Namun,,,,,,
Khadijah bukanlah seorang
pengusaha saja. Bukanlah seorang yang kaya raya saja. Bukanlah seorang entrepreneur
dan business woman saja.
Beliau juga terkenal sebagai
istri shalehah bagi suaminya. Beliau seorang muslimah yang taat pada suaminya.
Beliau memiliki akhlak terpuji yang melebihi istri-istri suaminya yang lain,
hingga membuatnya selalu terkenang meski ia telah tiada. Beliau adalah seorang
muslimah yang sukses sebagai pengusaha yang kaya raya dan juga sukses sebagai
istri shalehah yang kaya raya.
Maka, sepatutnya saat seorang
muslimah ingin meneladani Khadijah sang ibunda kaum muslimin, maka ia juga
harus meneladani keshalehan perilaku dan akhlaknya. Tidak cukup hanya dikenal
dan diketahui statusnya sebagai pengusaha saja. Namun yang lebih penting adalah
statusnya sebagai istri shalehah bagi suaminya.
"Tidaklah seorang
mukmin mendapat anugerah yang lebih baik setelah takwa kepada Allah kecuali
berupa istri shalihah, bila suami menyuruhnya maka ia taat padanya, bila suami
melihatnya maka ia menyenangkan hatinya, bila suami bersumpah agar istrinya
bertindak sesuatu maka ia menurutinya, dan bila suami tidak ada di sampingnya
maka ia menjaga dirinya dan harta suaminya."[1]
Apalah guna saat seorang
muslimah berpenghasilan harta, namun di sisi lain ia tidak berpenghasilan
pahala. Meski pada harta ada pahala, namun ia tak mungkin membeli semua pahalanya
yang ada di dalam rumahnya sedang ia sibuk di luar sana. Bila tak ada masalah
dengan kebutuhan hidupnya, maka selayaknya ia berusaha agar berpenghasilan dari
dalam rumahnya seperti Khadijah. Bahkan tak harus ia selalu berpenghasilan
harta saat di rumahnya. Ya, tidak harus selalu begitu.
Menjaga dan merawat
anak-anaknya saat suaminya bekerja di luar rumah adalah bisnis juga. Sebab saat
itulah ia dibutuhkan tenaganya, waktunya, dan pikirannya menjadi seorang
pengusaha. Sejatinya ia sedang berbisnis dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala,
meski ia di dalam rumahnya. Maka berbisnislah dengan Allah melalui anak-anakmu.
"Al-ummu madrasatun
idza a'dadtaha…a'dadta sya'ban thayyibal a'raaqi"
Wanita laksana sekolah,
jika anda mempersiapkannya sebagai sekolah maka sejatinya anda telah
mempersiapkan sebuah masyarakat yang baik perilakunya.
Sudahkah anda sukses menjadi pengusaha
muslimah di dalam dan di luar rumah?
Fairuz Ahmad.
Bintara, 6 Dzulqa'dah 1434 H./ 11 September 2013 M.
-------------
[1] Hadits lemah diriwayatkan
oleh Imam Ibnu Majah dari Abu Umamah No.1857, namun banyak riwayat yang menjadi
syawahid baginya. Lihat Hasyiyatus Sindy Ala Ibni Majah. Lihat juga Ghidzau'l
Albaab Ala Syarhi Mandhumatil Aadaab Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Salim
As-Safariny dan lain-lain tentang status hadits di atas.