Saat naik bus Trans Jakarta, ada dialog dua
orang mahasiswa sebuah perguruan tinggi. Dialog yang penuh semangat itu
menandakan bahwa topik dialognya pastilah sesuatu yang sangat menarik. Ya,
mereka sedang membahas sebuah jalan menuju kesuksesan. Dan jalan yang
dibicarakan itu adalah bekerja setelah lulus kuliah.
Di lain waktu, seorang ibu rumah tangga
bercerita
dengan penuh semangat tentang anaknya yang sudah diterima oleh perusahaan pemerintah meski ia baru lulus dari bangku SMA.
dengan penuh semangat tentang anaknya yang sudah diterima oleh perusahaan pemerintah meski ia baru lulus dari bangku SMA.
Lalu ada juga seorang bapak yang sangat
bangga dengan pekerjaan anak-anaknya. Di antara anaknya ada yang baru bekerja
di Perusahaan Asing dan sudah diangkat sebagai Kepala Divisi. Semua cerita
nyata yang penuh dengan gelora jiwa. Sebab, kadang antusiasme ada pada saat
bercerita. Dan semua cerita nyata di atas berujung pada satu kata yaitu rejeki.
Rejeki, ia adalah suatu kata yang senantiasa memompa
semangat jiwa dan motivasi diri saat diungkapkan dengan kata-kata. Sebab ia
adalah harapan untuk keberlangsungan hidup. Dan semua makhluk-NYA sepakat atas
hal itu bila yang dimaksud rejeki disini adalah sumber makanan.
Tak kurang perhatian Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam dalam urusan rejeki ini. Barbagai situasi antara beliau dan
para sahabatnya pun banyak terkait dengan masalah rejeki. Simaklah beberapa
penggalan nasehatnya yang sangat menggugah jiwa, sebab siapa saja yang
menginginkan kemuliaan diri dan keluarganya pastilah ia akan tergugah:
Suatu hari beliau sedang berbincang-bincang
dengan para sahabatnya, di antara mereka ada sahabat mulia bernama Abdullah bin
Zubair bin Awwam. Beliau bersabda kepada mereka:
"Sungguh bila ada seseorang dari
kalian yang mengambil tali-talinya, lalu ia pergi ke gunung kemudian ia datang
dengan membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya, lantas ia jual, dan
dengan sebab itu Allah hilangkankan rasa malu pada mukanya, niscaya itu lebih
baik baginya daripada meminta-minta pada manusia, mereka memberinya atau
menolaknya."[HR. Bukhari]
Di saat yang lain, beliau ingin menegaskan pada
mereka tentang pentingnya bekerja, sehingga beliau pun mencontohkan kisah-kisah
Nabi sebelum beliau yang juga mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya dengan
bekerja. Beliau berkata:
"Dahulu Nabi Dawud alaihis salam
tidak makan kecuali dari hasil kerja tangannya." [HR. Bukhari]
Dan
beliau nyatakan kembali tentang kemuliaan Nabi Dawud ini:
"Tidaklah seseorang makan makanan
yang lebih baik dari seorang yang makan dari hasil kerjanya sendiri, dan
sungguh Nabi Dawud alaihis salam dahulu makan dari hasil kerja tangannya
sendiri." [HR. Bukhari]
Beliau juga bercerita tentang Nabi Zakaria
alaihis salam yang bekerja sebagai tukang kayu:
"Dahulu Nabi Zakaria alaihis salam
adalah seorang tukang kayu."[HR. Muslim]
Alangkah mulia saat orang mau bekerja. Karena
bekerja akan memuliakan pelakunya. Ia juga akan menghilangkan rasa malu oleh sebab
pelakunya dapat terbebas dari meminta-minta.
Tapi bukanlah Nabi bila kemudian tidak
sanggup melihat kondisi umatnya kelak di masa yang akan datang. Masa dimana ada
kecenderungan mereka terhadap rejeki yang melimpah. Masa yang dipenuhi oleh
orang-orang yang hanya ingin memiliki dan memiliki rejeki. Masa yang diisyaratkan
oleh beliau kepada sahabat Hakim bin Hizam radhiyallahu anhu bahwa ada di
antara umatnya nanti yang mengambil harta sedang ia tidak tamak sehingga ia
diberikan keberkahan, dan ada juga yang mengambilnya dengan tamak sehingga
hilang keberkahannya.
Dari
Hakim bin Hizam radhiyallahu anhu ia berkata:
"Aku meminta sesuatu pada Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam maka beliau memberiku. Lalu aku meminta lagi dan
beliau memberiku. Lalu aku meminta lagi dan beliau memberiku, selanjutnya beliau
berkata:
"Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu
sesuatu yang dicintai dan manis. Maka barangsiapa yang mengambilnya dengan
kelapangan jiwa niscaya ia diberkahi. Dan barangsiapa yang mengambilnya dengan
tamak niscaya tidak ada berkah baginya, perumpamaannya seperti orang yang makan
tapi tidak pernah kenyang."[Muttafaq alaih]
Dan nubuwwat Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam pun mempelihatkan kenyataannya. Bahwa masa yang selalu diingatkannya
pada sahabat itu telah terjadi pada kita. Betapa isyarat tentang orang-orang
yang tamak pada rejeki harta itu sudah nampak nyata. Tak ada waktu dan
kesempatan kecuali telah habis sampai detik-detiknya hanya untuk bicara rejeki
harta. Seakan rejeki hanya berupa harta. Sehingga, meski ia telah halal untuk
dicari, namun terkadang ia dapat membuat diri menjadi lupa.
Selanjutnya,
maukah kita mendapatkan rejeki yang setara surga? Bila berkenan, maka
simaklah nasehatnya dalam do'a yang diajarkannya kepada kita. Do'a yang tak
boleh dilupa, sebab Allah akan mengalirkan rejeki-NYA kepada kita di dunia,
lalu bersambung kelak di surga-NYA
Allahumma arinal haqqa haqqan warzuqnat
tibaa'ahu, wa arinal bathila bathilan warzuqnajtinaabahu…
Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami bahwa yang
benar itu benar dan berikanlah kepada kami rejeki mengikutinya.
Dan tunjukkanlah kepada kami bahwa yang batil
itu batil dan berikanlah kepada kami rejeki menjauhinya.
Ternyata mengikuti kebenaran adalah rejeki,
dan menjauhi kebatilan adalah rejeki. Dan dua rejeki inilah yang Allah berikan
di dunia bagi siapa saja yang ikhlas memintanya, lalu diberikan juga bonusnya
berupa kenikmatan di surga.
Sebab, tidak ada yang dapat menyelamatkan
kita di akherat kecuali bila Allah telah berkenan memberikan kita dua rejeki
itu di dunia. Bila kita tidak mendapat dua rejeki itu di dunia, maka jangan
berharap kita dapat mencium wanginya taman Firdaus di kampung akhirat bernama
surga.
Fairuz Ahmad.
Bintara, Ahad 5 Jumadil Ula 1434 H./ 17 Maret
2013 M.